"Inilah buah pahit dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Penerapan sistem yang salah akan melahirkan output yang salah dan juga batil. Betapa tidak, cara pikir sistem ekonomi kapitalisme telah bertentangan dengan fitrah manusia."
Oleh. Aina Syahidah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Allah Swt. menciptakan manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi. Mereka dipilih oleh Allah untuk memakmurkan bumi beserta isinya. Namun, bagaimana jika pada suatu masa jumlah manusia akan habis? Bukan karena kiamat atau bencana alam lainnya, tetapi karena mereka yang tak mau lagi memiliki keturunan.
Inilah kemudian yang harus dipikirkan, kala membaca berita mengenai hilangnya bonus demografi (krisis populasi) yang saat ini tengah mengancam sejumlah negara besar di Asia. Ya, Korea Selatan, Cina, Jepang, dan Singapura tengah dihantui resesi seks. Di mana para anak muda memutuskan untuk tidak menikah. Dan pasangan yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki keturunan.
Tak pelak, hal ini kemudian memengaruhi angka kelahiran di negara tersebut. Saking rendahnya sampai-sampai Kepala Biro Imigrasi Tokyo, Hidenori Sakanaka, yang dikutip dalam buku Muslimah Timur Jauh (2016), mengatakan bahwa Jepang sendiri untuk 50 tahun ke depan perlu membawa 10 juta orang untuk tinggal dan menetap di negaranya. Jika tidak, maka ekonomi Jepang akan runtuh. Hidenori juga menambahkan bahwa Jepang saat ini tengah menghadapi "populate of perish", yakni menambah populasi atau binasa.
Sungguh ini kabar sangat mengejutkan. Bagaimana bisa negara semaju itu terancam punah populasinya? Sementara bila ditelaah lebih jauh, bukankah hidup di negara tersebut akan menjadi lebih mudah, sebab berada di negara dengan kondisi perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan? Begitu pun dengan Korea Selatan, Cina, dan Singapura.
Kemajuan yang Menyiksa?
Ternyata tidak semudah itu. Lee So-Young seorang pakar kebijakan kependudukan untuk Urusan Kesehatan dan Sosial di Korea Selatan, mengutarakan bahwa orang-orang mulai membaca fakta bahwasanya negara mereka bukanlah negara yang mudah ditinggali. Di mana mereka sudah meyakini, jika kelak anak-anak mereka tidak akan memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka. Jadi buat apa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi? (Detik.com, 28/11/2022).
Jelas ini adalah ungkapan keputusasaan dari penduduk Korea Selatan. Apa yang melatarbelakangi lahirnya persepsi ini?
Kerasnya Kehidupan di Sistem Kapitalisme
Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Singapura adalah beberapa negara yang tampil sebagai bintang di Asia. Betapa tidak, laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara ini cukup besar. Dan keberhasilan ini mereka capai karena berhasil menerapkan sistem ekonomi kapitalisme dalam kehidupan. Akan tetapi, tahukah kita jika kemajuan itu harus dibayar kini oleh mereka dengan fenomena resesi seks hingga ancaman depopulasi? Mengapa hal ini bisa terjadi?
Para wanita di sana enggan untuk memiliki keturunan. Sebab ketika menikah dan melahirkan anak, maka mereka akan diberhentikan dari tempat kerja. Sehingga, ancaman kehilangan pendapatan pun menanti di depan mata. Sementara mindset para kaum hawa di sana, ingin sejajar dengan kaum pria, terutama dalam urusan upah.
Selain itu, mahalnya sejumlah biaya hidup, kesehatan, pendidikan, hingga pernikahan, membuat mereka berpikir dua kali untuk menikah, apalagi memiliki keturunan. Kaum hawa di sana menganggap anak hanya akan menambah masalah baru dalam kehidupan mereka. Sungguh, ini pandangan yang sangat memilukan!
Buah Penerapan Sistem yang Salah!
Inilah buah pahit dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Penerapan sistem yang salah akan melahirkan output yang salah dan juga batil. Betapa tidak, cara pikir sistem ekonomi kapitalisme telah bertentangan dengan fitrah manusia. Sistem ini kerap memandang semua persoalan dalam kehidupan hanya akan selesai dengan solusi ekonomi.
Akibatnya, negara- negara kapitalis hanya akan terus berkutat membenahi sendi-sendi perekonomian negaranya. Dengan membuka angkatan kerja yang sebesar-besarnya. Dan abai membangun ketahanan bangunan institusi keluarga. Sebab bagian ini tak mampu memberi sumbangan materi.
Namun, sekali lagi mereka lupa terhadap akibat yang akan terjadi tatkala urusan ini diabaikan oleh negara. Maka jadilah seperti fakta hari ini. Negara berjaya dari segi ekonomi. Tetapi, bangunan institusi keluarga keropos, bahkan ambruk entah kemana.
Manusia tak lagi mau membina rumah tangga. Kenapa? Sebab mereka telah lelah dan jenuh dengan kerasnya tuntutan kehidupan di sistem hari ini.
Itulah mengapa, jika mencermati ungkapan dari Profesor Ulung Institut Antarbangsa Tamadun dan Pemikiran Islam (Istac), Prof. Dr. Mohd. Kamal Hassan, negara-negara penganut kapitalis akut kini sedang mengalami Sindrom Budaya Chicago, yakni mereka mencapai kemajuan ekonomi, namun rusak peradabannya. Ya, betapa tidak, bisa-bisanya manusia berpikir untuk tidak memiliki pewaris? Sementara hakikat dari penciptaannya ialah untuk melestarikan jenisnya di muka bumi. Ini adalah bukti bahwa sistem kapitalisme gagal melindungi serta memelihara keturunan dari umat manusia.
Kesimpulan
Hanya Islam yang memandang dengan konkret semua persoalan manusia. Akidah dan hukum Islam diturunkan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Maka, segala sesuatu yang bertentangan dengan kelima hal tersebut, akan dihilangkan dari kehidupan. Sebab, tidak sesuai dengan maqashid syariah yang Islam miliki.
Adapun untuk memelihara keturunan, maka para wanita tak diwajibkan bekerja. Allah Swt. menjadikan mereka sebagai ummu warabatul bayt (ibu dari para generasi). Negara juga menjamin terpenuhinya segala hajat hidup warganya, baik sandang, pangan, maupun papan. Bahkan, bagi anak yatim piatu sekalipun. Negara hadir untuk mereka. Maka, setiap individu tak perlu cemas dan risau untuk memiliki keturunan yang banyak.
Inilah wujud kesungguhan Islam dalam menjaga dan memelihara umat manusia, agar jumlah mereka terus bertambah. Sebagaimana pesan Rasulullah saw., "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai banyak anak. Sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi nanti di hari kiamat." (HR. Abu Dawud)
Wallahu'alam[]