Bullying: Output Pendidikan Sekuler

”Berbagai program pembentukan karakter jika tidak dibarengi dengan pendekatan agama akan gagal. Apalagi jika agama itu sengaja dijauhkan akan lebih membahayakan.”

Oleh.Isti Rahmawati, S.Hum.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bullying tampaknya menjadi kasus yang tak pernah selesai. Pelakunya pun tak pandang bulu. Sekelas anak SD pun melakukan perundungan terhadap temannya seusianya. Seorang siswa kelas 2 di SD Jenggolo Malang, menjadi korban bullying oleh temannya sendiri hingga kejang dan koma (Detik.com, 24/11).

Tak hanya pada teman sebaya, sekumpulan remaja berseragam sekolah ditangkap karena aksinya menganiaya seorang nenek. Videonya viral di media sosial setelah menendang sang nenek hingga tersungkur. Pelaku sudah ditangkap dan diproses oleh Polres Tapanuli Selatan.

Perilaku amoral generasi saat ini mencerminkan kondisi remaja dan pelajar yang sedang tidak baik-baik saja. Kita perhatikan, banyak dari mereka yang terbiasa mengumpat dengan kata-kata kasar. Bahkan, tak segan untuk melawan guru hingga orang tua. Mereka pun tak takut melakukan perundungan (bullying). Tak hanya itu, mereka tak segan melakukan tindak kriminal seperti tawuran, pembegalan, pencurian, dan pembunuhan.

Dilansir dari laman Direktorat Kemendikbudristek, berdasarkan data dari KPAI, kasus perundungan terhadap pelajar paling banyak dialami oleh siswa sekolah dasar. Miris bukan? Pelaku bullying bukan hanya dilakukan oleh remaja tanggung, tetapi anak kecil di bawah 12 tahun pun bisa menjadi pelaku perundungan.

Kejadian bullying yang terus berulang dan makin parah menunjukkan cederanya dunia pendidikan dan lingkungan sosial generasi kita.

Buah Sistem Pendidikan Sekuler

Krisis moral anak bangsa saat ini adalah buah sistem pendidikan. Dunia pendidikan lebih mementingkan pada output seperti prestasi akademik, berorientasi pada lapangan kerja, bukan demi pembentukan karakter dan kepribadian Islam. Penanaman nilai-nilai luhur keagamaan di sekolah maupun kampus pun amat minim. Pembentukan pelajar berkarakter pun seolah tak boleh diidentikkan dengan karakter Islam.

Upaya menjauhkan aspek agama dari pendidikan tergambar dalam peta jalan pendidikan 2020-2035 yang digagas dan tengah digodok Kemdikbud. Di dalam draf tersebut, frasa agama dihilangkan. Akhirnya draf tersebut mendapat banyak kritikan dari berbagai pihak.

Tak hanya itu, tampak juga dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang mengatur penggunaan jilbab yang isinya melarang jilbab di lingkungan sekolah. Meski akhirnya SKB tersebut dibatalkan, pengawasan yang ketat pada penggunaan jilbab sangat kentara.

Padahal, fondasi agama adalah aspek yang paling penting dalam kehidupan. Berbagai program pembentukan karakter jika tidak dibarengi dengan pendekatan agama akan gagal. Apalagi jika agama itu sengaja dijauhkan akan lebih membahayakan.

Alhasil, pendidikan sekuler saat ini terbukti telah gagal melahirkan pelajar yang saleh yang bertakwa dan sekaligus mampu menjawab tantangan zaman.

Selain pendidikan, lingkungan sosial masyarakat juga ikut andil dalam masalah bullying ini. Bagaimana tidak, perilaku bullying yang terjadi di sekolah maupun di kampus seharusnya sudah disadari sejak awal. Ide kebebasan telah membuat sekat antarindividu untuk saling menasihati.

Lemahnya kontrol masyarakat membuat generasi kita acuh dan abai terhadap adab dan akhlak. Mereka melakukan aktivitas sesuka hati tanpa berpikir baik-buruk dan dampaknya bagi orang-orang di sekitar mereka.

Saat ini, generasi dihadapkan dengan berbagai gempuran ide sekularisme. Media dan tontonan mereka banyak yang mengajarkan budaya hedonis dan permisif. Pergaulan mereka pun jauh dari nilai-nilai Islam. Dengan modal gadget dan kuota, pelajar bahkan anak SD bisa berselancar di dunia maya dengan bebas.

Pendidikan Islam Mencetak Generasi Gemilang

Islam bukanlah agama ritual yang hanya mengatur urusan privat saja. Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan-aturan itulah yang mengarahkan manusia hingga mampu mencetak generasi gemilang.

Dalam sistem Islam, pendidikan didasarkan pada akidah Islam yang tercermin pada penetapan arah pendidikan, penyusunan kurikulum, serta menjadi dasar dalam kegiatan belajar mengajar. Tak hanya itu, keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Standar halal dan haram pun ditanamkan pada pelajar sejak dini. Dengan begitu pelajar akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.

Pendidikan Islam pun harus diarahkan pada pembentukan kepribadian Islam dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqafah Islam. Jadi, tak hanya memahami Islam dengan baik, tetapi juga mampu mengikuti tantangan perubahan zaman.

Pendidikan juga menjadi media utama dakwah dan penyiapan kader umat yang akan memajukan dunia Islam. Jadi, pendidikan bukan sekadar untuk mendapatkan pekerjaan atau kehidupan yang layak di masa depan. Pendidikan justru menjadi tempat untuk memberdayakan diri pada umat.

Di era penerapan Islam secara kaffah, Khilafah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Kurikulumnya memiliki standar yang diawasi penuh oleh negara untuk sekolah negeri maupun swasta. Yang paling utama, negara memastikan tsaqafah Islam menjadi tsaqafah yang digunakan tiap sekolah. Khilafah memutus berbagai upaya penyebaran tsaqafah barat yang berusaha merusak anak.

Khatimah

Krisis adab dan akhlak hanya bisa diatasi dengan pendekatan agama. Jika Islam dicampakkan, maka dengan cara apalagi kita bisa menyelamatkan negeri ini dari degradasi moral. Generasi hari ini adalah calon pemimpin masa depan. Maka dari itu, jangan biarkan mereka kehilangan jati diri sebagai seorang muslim. Kita kembalikan gelar umat terbaik bagi kaum muslim. Sebagaimana dalam firman Allah:

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah …." (QS. Ali Imran: 110)

Wallahu'alam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Isti Rahmawati S.Hum. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Silang Sengkarut Impor Beras, Wujud Salah Kelola Pangan
Next
Layanan Talent Sleep Call, Potret Masyarakat Sakit
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram