Sistem kapitalisme yang dianut di negeri mayoritas muslim saat ini menghasilkan kebebasan yang kebablasan, sehingga zina menjadi produknya. Sangat miris, kondisi umat saat ini sangat jauh dari Islam. Tidak tahu mana halal dan haram. Tidak peduli pahala dan dosa, sehingga menghasilkan generasi yang rusak. Na'udzubillahi min dzalik.
Oleh : dr. Sri Desma Juwita
NarasiPost.Com-Menjalani pekerjaan sebagai seorang dokter tentunya penuh resiko. Namun ini tetap menjadi tugas yang harus saya kerjakan sesuai dengan sumpah dan janji dokter yang telah diikrarkan sepuluh tahun yang lalu.
Dengan berbekal ilmu dari beberapa klinik tempat saya bekerja dulu, akhirnya saya memutuskan untuk membuka praktek mandiri dokter umum di tempat saya tinggal tepat lima tahun yang lalu. Keputusan yang diambil ini tentu saja dengan mengedepankan ummu wa Robbatul bait sebagai tugas utama sambil menjalankan praktek.
Di tempat inilah sekarang banyak saya temui berbagai pasien dengan beragam keluhan dan diagnosa. Tak terkecuali pasien dengan penyakit menular seksual. Tak dipungkiri, sebagai tenaga medis yang menangani pasien dengan penyakit menular seksual ini tentu sangat takut akan tertular.
Meskipun dengan persiapan yang sudah matang, dengan memakai APD dan prosedur yang sesuai, tetap saja harus waspada karena selama pemeriksaan dan penanganan, tetap kontak dengan penderita.
Seminggu yang lalu saya didatangi oleh pria berusia 30 tahun. Ketika ditanya tentang keluhan apa yang membuat beliau datang ke praktek saya, dengan raut wajah malu-malu tetap kelihatan meskipun tertutup masker, beliau menjawab " Biasa dok, sakit laki-laki".
Kemudian saya menatap kearah pria itu kemudian bertanya " Kencingnya sakit dan bernanah?". Lalu pria itu pun menjawab "Iya dok".
Sudah tergambar dalam pikiran saya bahwa penyakit yang dialami pria tersebut adalah Gonorrhea yaitu salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Neisseria gonorrhoeae yang bisa menginfeksi pria maupun wanita. Lalu saya menyilahkan pasien tersebut berbaring untuk diperiksa dan diterapi.
Masih terngiang di telinga saya jawaban beliau, "Biasa dok, sakit laki-laki". Jawaban itu menggambarkan seolah-olah penyakit tersebut adalah penyakit yang biasa dialami bagi laki-laki, tanpa ada rasa bersalah dalam mengucapkan hal tersebut. Alangkah geram hati ini sebenarnya mendengarkan jawaban pasien tersebut. Namun sebagai seorang profesional, tetap saya obati sesuai keilmuan saya. Tak lupa saya sampaikan padanya resiko penyakit tersebut dan nasehat yang disandarkan pada agama, kebetulan beliau seorang muslim, semoga beliau memahami dan menyadari kesalahannya.
Beliau bisa saja sembuh dari kencing nanah atau penyakit menular seksual lain namun jika beliau tetap menjalani perilaku seksual dengan "jajan di luar", beliau bisa terinfeksi virus HIV yang belum ada obatnya dan tidak menimbulkan gejala pada 5-10 tahun pertama sampai akhirnya menuju penyakit AIDS yang mematikan.
Pasien yang demikian bukanlah yang pertama di praktek saya. Sudah banyak kasus seperti ini yang saya temui di praktek saya maupun tempat sebelumnya saya bekerja. Banyaknya kasus penyakit menular seksual ini yang terus meningkat setiap tahunnya menandakan maraknya kasus perzinaan di Indonesia bahkan di sekitar kita.
Sistem kapitalisme yang dianut di negeri mayoritas muslim saat ini menghasilkan kebebasan yang kebablasan, sehingga zina menjadi produknya. Sangat miris, kondisi umat saat ini sangat jauh dari Islam. Tidak tahu mana halal dan haram. Tidak peduli pahala dan dosa, sehingga menghasilkan generasi yang rusak. Na'udzubillahi min dzalik.
Dalam Islam mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukannya. Orang yang mendekati bahkan sampai melakukan perbuatan zina akan mendapat azab yang pedih karena Allah telah melaknat perbuatan zina tersebut.
Allah telah berfirman dalam Surat al-Isra’ ayat 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk“.
Surat An-Nur ayat 2
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya didalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman “.
Sebagai agama yang sempurna, Islam mempunyai pedoman dan petunjuk dalam setiap problematika kehidupan. Islam bukan hanya menetapkan larangan berzina, namun juga menentukan aturan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum Allah ini.
Aturan dalam Islam dalam rangka mencegah terjadinya kemaksiatan zina tak hanya dibebankan kepada individu dan juga masyarakat saja, tetapi negara juga wajib hadir dalam menyelesaikan persoalan zina ini untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pelindung dan pengayom rakyatnya.
Solusi tuntas yang akan menyelesaikan permasalahan umat hanya ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[]