"Miris, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mestinya kritis, justru terjebak pada berpikir praktis. Mereka berpikiran sempit, instan (ingin cepat untung besar), tanpa berpikir panjang ke depan. Inilah buah dari sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan."
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-Tergiur janji untung besar, ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terlilit utang pinjaman online (pinjol), sebagai modal usaha penjualan. Semua bermula dari ajakan kakak tingkat berinisial SAN, untuk masuk ke grup WhatsApp usaha penjualan online dan berinvestasi dengan iming-iming keuntungan 10 persen per bulan.
Alih-alih untung besar, ternyata keuntungan yang diberikan SAN lebih kecil dari nilai cicilan yang harus dibayarkan kepada pinjol. Lalu, mau berharap untung dari mana? Boro-boro untung, untuk membayar cicilan yang mulai ditagih debt collector saja mereka bingung.
Kasus tersebut mendapat perhatian dari Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing, yang menduga penipuan modus baru yang berkedok kerja sama penjualan online dengan barang fiktif sebagai penyebab terjeratnya mahasiswa dengan pinjol hingga miliaran rupiah (detikcom, 17/11/2022). Jadi, dalam kasus ini ada dua persoalan, yaitu investasi bodong yang ditawarkan SAN dan transaksi ribawi pinjaman online. Kenapa ini terjadi pada mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang harusnya berpikir pintar?
Gambaran Pemuda Sekarang
Perilaku mahasiswa yang mengambil keputusan utang pada pinjol untuk modal investasi, menjadi gambaran pemuda yang pragmatis. Parahnya lagi, untuk investasi bodong yang tidak jelas kebenaran usahanya. Miris, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mestinya kritis, justru terjebak pada berpikir praktis. Mereka berpikiran sempit, instan (ingin cepat untung besar), tanpa berpikir panjang ke depan. Inilah buah dari sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan.
Sebelumnya, kasus seperti ini terjadi pada pengusaha dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Biasanya, karena himpitan ekonomi hingga mengambil jalan cepat. Namun, kali ini telah menjerat kalangan mahasiswa yang seharusnya memiliki cara berpikir lebih baik dari masyarakat umum.
Ternyata, pola pikir pemuda khususnya mahasiswa sekarang telah terpengaruh dengan gaya hidup hedonis yang membuatnya konsumtif. Mereka yang mendapatkan uang saku dari orang tua merasa kurang, hingga butuh mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi gaya hidupnya. Selain itu, kesuksesan hanya dinilai dari keberhasilan dalam hal materi.
Di sisi lain, mereka tidak mau berpikir panjang, apalagi berusaha keras untuk mendapatkan materi. Itu sebabnya, mereka mudah menerima ajakan yang menjanjikan keuntungan besar, tanpa usaha maksimal.
Jebakan Sekuler Kapitalisme
Gaya hidup hedonis dan pola pikir sempit masyarakat, khususnya pemuda didukung oleh berbagai kemudahan yang sengaja dibuat penganut sistem sekuler kapitalisme. Legalitas praktik ribawi, bahkan kemudahan untuk mendapatkan pinjamannya makin merusak generasi. Hanya berbekal kartu tanda penduduk (KTP) dan ponsel android, para pemuda terjebak dalam jeratan utang riba. Ketika telah masuk jebakan, maka tunggu saja dampak yang diakibatkannya.
Memang, dampak utang riba bagi pelakunya berbeda-beda. Ada yang awalnya bisa sukses, hingga mengambil utang lagi untuk membuat usahanya semakin besar. Namun, ada yang justru langsung mengalami kegagalan total, tetapi masih mengambil utang lagi di tempat lain, untuk menutup kerugian dan tanggungan sebelumnya. Istilahnya, gali lubang tutup lubang, cari pinjaman untuk membayar utang.
Tak ubahnya pil candu yang membuat pelakunya ingin lagi dan lagi. Tanpa disadari, ia telah terjebak pada ide sekuler kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan materi. Tanpa memperhatikan halal atau haram dalam menentukan benar dan salah, yang penting menghasilkan.
Mereka yang pernah mengambil utang riba, tetapi masih bisa sukses hingga berani mengambil lagi, sejatinya sedang menggali lubang bencana yang lebih dalam dan mempersiapkan kemusnahan hartanya. Pasalnya, Allah telah mengingatkan akan memusnahkan riba sebagaimana dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah ayat 276.
Maka, jangan sekali-kali mencoba mengambil utang riba meski sedikit. Bagi yang sudah terlanjur, maka segera ambil pokoknya saja dan tinggalkan sisanya jika tidak mau diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini telah Allah sampaikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 279.
Terjadinya kasus pinjol di kalangan mahasiswa juga dikarenakan adanya paradigma pendidikan di sistem sekuler kapitalisme, yang bertujuan mencetak pelaku-pelaku penghasil materi. Sistem ini tidak menjadikan generasi sebagai penggerak perubahan peradaban. Sekuler kapitalisme telah mengubah tujuan pendidikan dan arah pemikiran generasi cemerlang menjadi terbelakang.
Pendidikan Islam Meraih Kesuksesan Hakiki
Sistem pendidikan dalam Islam berasaskan akidah Islam. Sedangkan, tujuan dan metode pendidikannya adalah membekali akal dengan pemikiran yang sehat. Pendidikan dalam Islam menghasilkan sosok muslim sejati, yang menggunakan ilmu pengetahuannya di setiap aktivitas kehidupan.
Untuk menghasilkan generasi muslim sejati tersebut, perlu diberikan pengajaran tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan. Tsaqafah Islam diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dasar hingga perguruan tinggi. Tsaqafah Islam terdiri dari akhlak, ibadah, dan muamalah (ekonomi, politik, sosial-budaya, pemerintahan, dan lain-lain). Pendidikan di tingkat perguruan tinggi, dibolehkan mempelajari tsaqafah non-Islam sebagai perbandingan, dengan tujuan untuk makin menguatkan keyakinan dan kesempurnaan Islam.
Sedangkan ilmu pengetahuan (sains) akan diberikan sesuai dengan keperluan dan kemampuan pelajar. Untuk mendapatkan ilmu kedokteran misalnya, tidak perlu menunggu di perguruan tinggi. Jika memang telah mampu, bisa diajarkan saat siswa belajar di tingkat SMA bahkan SMP. Di dalam Islam, tidak ada kesan berbelit-belit dalam menuntut ilmu.
Dari sisi biaya, sistem pendidikan dalam Islam akan ditanggung negara. Ini karena menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu. Sedangkan negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya, untuk dapat melaksanakan kewajiban tersebut. Sehingga pelajar tidak perlu mencari tambahan penghasilan untuk membayar biaya pendidikan, apalagi sampai terjerat utang terlebih riba pinjol.
Ketaatan pemimpin negara pada syariat Islam akan menutup pintu-pintu bisnis rusak ala kapitalisme, seperti pinjol, judi, valas, dan berbagai aktivitas ekonomi ribawi yang sering merugikan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia dengan mayoritas penduduknya muslim menerapkan aturan yang berasal dari Yang Maha Pengatur, Allah Swt. Dengan menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan, masyarakat akan terbebas dari berbagai aktivitas ekonomi merugikan. Bahkan mendapatkan keberkahan dari Allah.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-A'raf: 96 yang menjelaskan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan limpahkan-Nya berkah dari langit dan bumi. Mari raih kesuksesan hakiki dengan menerapkan Islam di segala lini. Insyaallah, berkah dapat diraih semua masyarakat.
Allahu ‘alam bish showab.[]