Ilusi Kesejahteraan dengan Pendidikan Vokasi

”Pendidikan vokasi adalah jalan pintas bagi korporasi untuk mencetak pemuda melalui pendidikan dengan segenap ilusi janji kesejahteraannya. Kesejahteraan yang diwarnai pengorbanan kehidupan untuk berperan sebagai budak korporat.”

Oleh. Sonia Padilah Riski
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang cukup diminati saat ini, dengan prospek yang menjanjikan untuk langsung memasuki dunia kerja. Banyak yang menempuh pendidikan vokasi dengan harapan untuk mendapatkan kesejahteraan dalam perekonomiannya.

Tetapi, berdasarkan data dari BPS mengenai tingkat pengangguran di Kalbar menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari tahun 2019 ke tahun 2020 sebesar 1,46% dan meningkat di tahun 2021 sebesar 0,01% (Pontianakpost.com, 14/10/2022).

Jika demikian, ada yang salah dengan tujuan dan pengelolaan pendidikan vokasi ini. Padahal, serapan untuk pendidikan vokasi cukup besar dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Karena jaminan kesejahteraan yang dijanjikan.

Dilansir dari Suarapemredkalbar.com (1/11/2022), pendidikan vokasi harus selaras dengan kebutuhan industri. Agar mengurangi tingkat pengangguran, yang salah satunya disebabkan banyaknya lulusan pendidikan vokasi tidak sesuai kebutuhan industri. Benarkah pendidikan bisa disesuaikan dengan pesanan? Mengapa demikian?

Pendidikan Vokasi, Ajang Cari Buruh Korporat

Pendidikan adalah hal dasar yang wajib dipenuhi bagi seluruh rakyat. Beda halnya jika tujuan pendidikan bukan lagi mencetak generasi intelektual melainkan mencetak komuditas bagi industri. Pendidikan vokasi adalah jalan pintas bagi korporasi untuk mencetak pemuda melalui pendidikan dengan segenap ilusi janji kesejahteraannya. Kesejahteraan yang diwarnai pengorbanan kehidupan untuk berperan sebagai budak korporat.

Tak jarang, anggapan bahwa semakin tinggi ijazah maka semakin sejahtera hidupnya selalu melintas dalam kehidupan masyarakat. Sejahtera adalah sebuah tindakan yang amat didambakan masyarakat saat ini. Sudah sering kita lihat bahwa yang memiliki pendidikan rendah sangat minim perekonomiannya.

Maka solusi yang ditawarkan pun adalah mendirikan SMK bagi masyarakat yang tidak mampu untuk memasuki jenjang perguruan tinggi. SMK dibentuk dengan jaminan, bahwa lulusannya menjadi siap kerja. Siap untuk memenuhi layanan korporat. Tentu tidak sedikit, yang berminat untuk meneruskan ke pendidikan vokasi (SMK). Tetapi permasalahannya adalah fungsi pendidikan yang seharusnya memberikan generasi ahli sesuai dengan bidangnya tidak lagi ada. Melainkan pendidikan hanyalah ajang untuk mencari bibit buruh yang akan diperkerjakan sebagai budak korporat.

Hal ini sudah diketahui khalayak umum. Sekolah pun menjanjikan siswa dan siswinya akan bekerja dengan perusahaan ternama. Sejalan dengan program Kemendikbudristek saat ini yang memiliki program bahwa semua lulusan baik itu SMK maupun perguruan tinggi akan memenuhi standar perusahaan. Alasannya adalah untuk mengurangi tingkat pengangguran. Jika demikian, maka pendidikan adalah pintu awal menuju budak korporat.

Pendidikan dalam Kapitalisme

Kapitalisme sejatinya tidak hanya mengatur urusan ekonomi belaka, tapi hampir semua sektor juga diatur. Permasalahan yang cukup sering terjadi adalah semua sektor tersebut diatur dengan landasan ekonomi. Salah satunya adalah pendidikan.

Pendidikan adalah hal dasar yang wajib dijalankan oleh masyarakat dengan negara sebagai pemenuhannya. Keadaan saat ini tidak demikian. Memang benar bahwa negara telah menyediakan sarana dan prasarana untuk pendidikan, tetapi kenapa masih banyak masyarakat yang tidak sekolah?

Mayoritas masyarakat mengeluhkan tingginya biaya pendidikan dalam negara kapitalisme. Rakyat sekadar mencukupkan diri pada jenjang tingkat pendidikan tertentu, karena melihat semakin tinggi pendidikan semakin mahal pula biayanya.

Pendidikan dalam kapitalisme tidak mencetak pemuda-pemuda yang cerdas akan intelektualnya, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Ketika mereka sekolah, harus ada imbal balik yang diterima jika sudah menempuh tingkat pendidikan yang tinggi.

Bukan hanya krisis intelektual saja, tapi pemuda dalam kapitalisme juga krisis identitas agama. Bayangkan saja, kapitalisme yang didirikan atas dasar sekularisme akan membentuk pemuda yang sekadar memiliki pemikiran duniawi tanpa ada unsur agama.

Tujuan Pendidikan Islam

Berbeda halnya jika pendidikan yang diatur dalam Islam. Islam telah memberikan kontribusi besar dalam ilmu peradaban dunia. Hanya saja, kaum muslim saat ini masih silau dengan kontribusi barat dalam memegang pengaruh peradaban.

Di masa Kekhilafahan Abbasiyah, ilmu begitu cemerlang. Banyak lahir ilmuwan, intelektual yang memberikan sumbangsih terhadap umat. Masyarakat tidak perlu memikirkan betapa tingginya biaya yang akan dikeluarkan, semua itu ditanggung oleh negara. Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang di dapatkan.

Seperti yang disampaikan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidzhomul Islam pada bab Rancangan Undang-undang Dasar bahwa politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut. Tujuan pendidikan itu sendiri adalah membentuk kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan pengalaman dalam kehidupan.

Begitu pula dengan tsaqafah Islam harus diajarkan di semua tingkat pendidikan. Sehingga kaum muslim tidak hanya mendapatkan pendidikan dari segi ilmu saja tetapi pemahaman kehidupan, dunia, dan akhirat turut dijadikan standar kurikulum dalam Islam. Tidak akan ada terbesit sedikit pun mengenai pemikiran bahwa pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan industri.

Pendidikan dalam Islam bukan hanya mencetak kepribadian Islami saja, tetapi juga mencetak pemimpin atau khalifah yang memiliki kesadaran bahwa setiap umat manusia akan menjadi seorang pemimpin. Di mana aturan yang digunakan adalah aturan Allah Swt.

Seperti firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi, “ Mereka berkata,”Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (TQS Al-Baqarah: 30)

Butuh Institusi

Kesejahteraan tidak akan pernah ada selama kapitalisme masih diterapkan pada segala sektor kehidupan. Pendidikan kapitalisme tidak akan mencetak generasi yang memiliki pemikiran cemerlang (fikrul mustanir). Karena sejatinya, pendidikan hanyalah komoditas semata yang menjadi jembatan untuk menuju budak korporat.

Islam hadir untuk mengatur seluruh kehidupan manusia. Termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam Islam diatur sesuai dengan kurikulum Islam. Peran pendidikan yang bisa mencetak berbagai ilmuwan, memberikan kontribusi dalam penerapan kehidupan manusia. Salah satunya adalah Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi (ilmuwan matematika), Ibnu Sina (bapak kedokteran), Al-Idrisi (penemu peta bola bumi), dan masih banyak yang lainnya.

Penerapan pendidikan dengan kurikulum Islam tidak akan pernah terwujud, jika tidak ada regulator atau institusi negara yang turut mendukungnya. Hanya Khilafahlah, satu-satunya institusi yang bisa menjadi regulator untuk menjadikan pendidikan sebagai pencetak peradaban terbaik.

Khatimah

Begitu sempurnanya Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Sehingga, kita sendiri yang akan merugi jika tidak menerapkan Islam dalam kehidupan. Wallahu’alam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sonia Padilah Riski Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tak Perlu Risau dengan Prasangka
Next
Hi Gen Z, Let's Speak Up Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram