”Narasi terorisme sengaja diciptakan untuk memantapkan kedudukan sekaligus hegemoni AS dan Barat atas dunia. Sebab dengan hegemoni politik, maka eksploitasi terhadap SDA dunia, termasuk di negeri-negeri muslim akan berjalan mulus tanpa halangan berarti.”
Oleh. Rizki Ika Sahana
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Media)
NarasiPost.Com-Isu terorisme kembali mendapatkan panggung pasca ledakan di Turki pada Minggu (13/11) yang lalu. Bagaimana tidak, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay telah memastikan ledakan di Istanbul Turki tersebut sebagai aksi terorisme, setelah sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ledakan itu berbau serangan terorisme. Ditambah, segenap kepala negara dunia langsung mengamininya.
Bak gelaran orkestra yang harmoni, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier misalnya, menyampaikan belasungkawanya kepada Erdogan seraya menyatakan "Kami bersama Turki". Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan belasungkawanya melalui Twitter dengan menyebutkan, "Kami bersama kalian dalam perang melawan terorisme". AS juga menyampaikan belasungkawanya kepada Turki. Bahkan lebih jauh, berjanji akan bahu membahu bersama Turki memerangi terorisme.
Terorisme Ancaman Global?
Terorisme dipandang sebagai ancaman global bukan tanpa latar belakang. Serangan 9/11 pada 2001 merupakan tonggak dicanangkannya terorisme sebagai ancaman dunia. Pernyataan Presiden AS, Bush Jr, sembilan hari pasca serangan dengan menyebut "Either you are with us or you are with the terrorists." secara tidak langsung memaksa dunia internasional untuk memberikan dukungan kepada AS sekaligus bersama AS memerangi terorisme yang kemudian menjadi isu prioritas bagi AS. Presiden ke-43 AS tersebut saat itu mengatakan: "Setiap negara, setiap wilayah sekarang harus membuat keputusan. Anda bersama kami atau Anda bersama teroris". Setelahnya, Global War on Terrorism (GWOT) membahana sangat populer sebagai langkah konkret untuk memerangi terorisme di seluruh penjuru dunia.
Implikasi Politik
Richard Haass, seorang diplomat veteran sekaligus presiden lembaga think thank Council on Foreign Relations, menyatakan bahwa propaganda Bush dalam GWOT sangat mempengaruhi apa yang dilakukan AS di dunia dan bagaimana dunia memandang AS (Cnnindonesia.com, 11/09/2021).
Dengan strategi GWOT, dunia pada akhirnya tunduk di bawah genggaman AS. Sebab GWOT telah mengarahkan nyaris seluruh negara untuk memerangi apa yang AS sebut sebagai teroris dan terorisme demi mencapai kepentingan politiknya.
Invasi AS secara sepihak ke Afghanistan pada 2001 dan Irak pada 2003 dengan mengatasnamakan perang melawan terorisme menjelaskan bahwa kebijakan polugri antiteror AS semata untuk memuluskan kepentingannya.
Invasi ke Afganistan dengan dalih memburu Osama bin Laden yang ditetapkan sebagai dalang utama teror misalnya, dalam perjalanannya justru membawa AS pada kolaborasi dengan milisi lokal Afganistan demi menggulingkan Taliban dari puncak pemerintahan. Sejak Taliban lengser, AS kemudian membantu Afganistan membangun pemerintahan baru dan berupaya menanamkan demokrasi di sana.
Sementara perang terhadap Irak, pemerintahan Bush saat itu mengklaim bahwa tujuan invasi adalah menggulingkan rezim Saddam Hussein yang mengembangkan senjata pemusnah massal, mendukung terorisme, dan melakukan pelanggaran HAM. Nyatanya, tuduhan Irak memiliki senjata pemusnah massal tidak pernah terbukti. Sehingga Invasi AS itu pun memicu banyak pertanyaan, bagaimana Bush mulai memerangi Irak jika serangan 9/11 tak pernah terjadi? Sebab realitasnya, setelah Saddam Hussein lengser, AS justru membantu pembentukan pemerintahan baru Irak dan mengokohkan demokrasi di negara itu, bahkan lebih jauh di Timur Tengah, dengan asumsi mampu membuat kawasan itu berada dalam kontrolnya sehingga minim gejolak.
Kini, setelah dua dekade kebijakan GWOT AS, banyak kerja sama antiteror disepakati, baik dalam konteks hubungan bilateral maupun regional. Tujuannya untuk menghambat berkembangnya gerakan yang mereka anggap berpotensi menghalangi kepentingan kapitalisme dengan dalih terorisme. Pemerintah Indonesia misalnya, sepakat memajukan kerja sama di bidang penanggulangan terorisme, khususnya dalam hal penanganan teroris lintas negara atau Foreign Terrorist Fighters (FTF) dengan Turki.
Semua fakta di atas jelas menunjukkan bahwa narasi terorisme sengaja diciptakan untuk memantapkan kedudukan sekaligus hegemoni AS dan Barat atas dunia. Pengokohan demokrasi di berbagai negeri, menjadi sangat urgen dalam rangka mewujudkan kepentingan politik termasuk kepentingan ekonomi mereka. Sebab dengan hegemoni politik, maka eksploitasi terhadap SDA dunia, termasuk di negeri-negeri muslim akan berjalan mulus tanpa halangan berarti.
Menyasar Islam Politik
Bahwa Islam menolak sekaligus mengecam aksi teror, sudah sangat jelas. Banyak sekali ayat maupun hadis menyatakan demikian. Misalnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
”Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya: 107)
Dalam hadis di antaranya disebutkan, “Seorang mukmin (yang sempurna) yaitu orang yang manusia merasa aman darah mereka dan harta mereka dari gangguannya.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Dari Abdullah bin 'Amr dan Jabir bin Abdillah -raḍiyallahu 'anhum- secara marfu' disebutkan pula, “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” Dari Abu Musa -raḍiyallahu 'anhu-, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, orang muslim manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang kaum muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya." (Muttafaq 'alaih)
Dalil-dalil tersebut dengan benderang menunjukkan bahwa Islam sangat kontra terhadap kejahatan, termasuk di dalamnya aksi teror, yang bukan hanya melahirkan ketakutan, tapi juga menghilangkan nyawa.
Dengan jelas, pelaku pembunuhan kekal dalam jahanam serta mendapatkan laknat Allah.
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
”Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Firman-Nya yang lain,
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar." (QS. Al-Isra': 33)
Dalam hadis pun disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, ketakutan Barat terhadap kembalinya Islam sebagai sebuah institusi yang menaungi dunia dengan penuh keadilan begitu besar. Sebab dengan kembalinya Khilafah sebagai negara super power, hegemoni Barat yang penuh kerakusan atas dunia akan tergusur. Maka mau tak mau Barat berupaya membunuh benih-benih Islam politik dengan senantiasa mem- blowup narasi terorisme.
Eksploitasi SDA negeri-negeri muslim secara masif atas nama investasi sekaligus liberalisasi ekonomi yang saat ini dilakukan Barat dengan leluasa, senantiasa mendapat konter dari Islam politik. Sebab Islam sejatinya memang bukan hanya berbicara soal ibadah mahdhah namun juga soal politik, yakni bagaimana seharusnya mengurus urusan umat, termasuk bagaimana mengelola SDA sekaligus mendistribusikannya kepada khalayak. Konter ini jelas membahayakan kepentingan kapitalisme Barat.
Khatimah
Barat kapitalis selamanya tidak akan berhenti membuat makar. Di balik propaganda perang melawan terorisme yang gencar mereka lakukan, merekalah pelaku teror yang sebenarnya. Mereka tuduh ajaran Islam sebagai sumber kejahatan, padahal justru kapitalismelah yang merusak peradaban manusia. Mereka tuduh ajaran Islam inspirator aksi teror, sebaliknya kapitalismelah sumber ketakutan, penderitaan, dan bencana tiada berkesudahan.
Karenanya, umat wajib memahami tipu daya Barat agar mereka tidak terjebak terus-menerus dalam narasi dusta yang sengaja dilanggengkan untuk mewujudkan kepentingannya. Satu-satunya jalan hanya melalui upaya pencerdasan umat dengan dakwah Islam kaffah. Allahu Akbar![]