Marak Kekerasan, Negara Gagal Menjamin Keamanan

"Keamanan sangatlah mahal di negeri ini. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenteram dan nyaman, karena kejahatan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Di saat seperti ini, negara justru tampak abai, tak ada upaya serius untuk menangani tindak kekerasan dan menjaga keamanan masyarakat."

Oleh. Ummu Afif
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tindak kekerasan di negeri ini semakin merajalela. Hidup pada zaman sekarang kian terasa tidak aman. Kekerasan dan tindak kejahatan terjadi di mana-mana. Pelaku dan korbannya pun bisa siapa saja, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Motifnya beragam, ada yang karena konflik keluarga, perselingkuhan, rebutan warisan, masalah utang piutang, dan lainnya.

Berita yang viral baru-baru ini, di Maros, Sulawesi Selatan, seorang bayi dibanting oleh pamannya sendiri. Bayi tidak berdosa yang baru berumur 4 bulan itu pun tewas seketika. Diduga, pamannya mengidap gangguan jiwa (kompas.com). Di Medan, seorang suami tega membacok istrinya hingga tewas. Perbuatan sadis tersebut dilakukan di tengah jalan dan disaksikan banyak orang (merdeka.com). Sedangkan di Jakarta, seorang mantan pendeta membunuh temannya di sebuah apartemen. Mirisnya, rekaman CCTV di dalam lift menampakkan si pelaku tersenyum saat membawa bungkusan yang berisi mayat. (detik.com)

Selain kasus-kasus tersebut, masih banyak lagi peristiwa kekerasan yang sudah menjadi berita sehari- hari. Tindak kekerasan tersebut bukan hanya menyebabkan korban luka, tapi juga tak jarang menyebabkan nyawa melayang. Kondisi ini tentunya akan menimbulkan rasa waswas dan ketakutan pada masyarakat.

Negara Gagal Menjamin Keamanan

Meningkatnya kasus kekerasan yang terjadi menjadi bukti negara telah gagal dalam melindungi, mengayomi dan menjamin keamanan bagi rakyatnya. Keamanan sangatlah mahal di negeri ini. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenteram dan nyaman, karena kejahatan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Di saat seperti ini, negara justru tampak abai, tak ada upaya serius untuk menangani tindak kekerasan dan menjaga keamanan masyarakat.

Jika kita cermati lebih dalam lagi, sesungguhnya maraknya kekerasan adalah akibat dari penentangan terhadap syariat Islam. Manusia yang tidak meyakini aturan Sang Pencipta, akan terus berkubang pada syahwat dunia. Hawa nafsunya telah membutakan mata hatinya. Akibatnya, seseorang akan begitu mudah terpancing amarah, bahkan hilang akal hingga tega melakukan kejahatan di luar nalar.

Sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan di negeri ini sesungguhnya menjadi biang munculnya berbagai tindak kekerasan dan kejahatan. Kehidupan sekuler kapitalis membuat individu jauh dari jalan ketakwaan, karena urusan agama dipisahkan dari ranah kehidupan. Keluarga mandul dari fungsi kasih sayang dan pengasuhan. Sekolah pun dijauhkan dari kurikulum pendidikan Islam.

Sistem ekonomi kapitalisme juga kian memperberat beban rakyat. Kebutuhan hidup semakin mahal, sementara negara tak peduli dengan urusan rakyatnya. Tekanan ekonomi inilah yang makin memperburuk kondisi mental dan memicu berbagai tindakan amoral. Sungguh, sistem sekuler-kapitalisme ini meniscayakan kehidupan yang serba sempit.

Saatnya Kembali pada Islam

Berbeda dengan sistem sekuler-kapitalisme, dalam Islam keamanan adalah salah satu kebutuhan komunal rakyat yang harus diwujudkan oleh penguasa. Penguasa wajib melayani rakyat dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Penguasa adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
(HR. Bukhari)

Islam memiliki tiga pilar untuk mewujudkan keamanan. Pilar pertama adalah adanya individu-individu yang bertakwa. Ketakwaan inilah yang akan mencegah mereka melakukan tindakan kekerasan dan kejahatan lainnya. Kedua, masyarakat yang saling peduli dan terbiasa melakukan amar maruf nahi munkar. Ketiga, negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah).

Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam, yang tidak hanya bertujuan untuk menguasai ilmu pengetahuan, tapi juga membentuk pribadi yang beradab dan berakhlak mulia. Sistem sosial dalam Islam menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan, sehingga mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual dalam pacaran, juga mencegah adanya perselingkuhan yang memicu pertengkaran rumah tangga.

Sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat, baik yang muslim maupun nonmuslim. Negara wajib memastikan seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Biaya pendidikan dan kesehatan akan ditekan seminimal mungkin, bahkan bisa digratiskan. Anggaran untuk memenuhi kebutuhan rakyat ini bisa diperoleh dari hasil sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negara.

Kalaupun ada yang nekat melakukan tindak kekerasan, negara akan memberlakukan sanksi hukum yang tegas. Dalam Islam, setiap pelaku kekerasan dan pembunuhan akan dikenai sanksi qisas. Sebagaimana dalam Al Baqarah ayat 178, Allah Swt berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh."

Demikianlah pencegahan dan penanganan tindak kekerasan dalam syariah Islam. Dengan aturan yang lengkap dan sempurna tersebut, akan tercipta kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan tenteram. Hal ini hanya bisa terwujud jika kita menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu alam bishshawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Afif Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kebijakan Tak Bermutu, Mampukah Mengatasi Persoalan Pendidikan?
Next
Paradigma Konstruktivisme dan Reseptif
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram