"Maka, bertekad dan berazamlah untuk melakukan perbaikan sebagai trade-off atas semua kelalaian dan kebodohan yang sudah diperbuat. Tak perlu hiraukan berapa usia yang telah disia-siakan. Tak penting menghitung-hitung berapa lagi kira-kira sisa umur, jika hal itu hanya akan membuat kegalauan dan ketakutan membayangkan ajal yang segera datang, sehingga menjadikan diri kembali lunglai dan patah semangat dan akhirnya menganggap semua akan sia-sia belaka."
Oleh. Hazimah Wangi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Berapa umur Anda? Dua puluh lima, tiga puluh, empat puluh atau sudah 50 tahun? Pertanyaan ini memang sering membuat siapa pun merasa insecured. Terlebih jika seseorang itu sudah berusia di atas 30 tahun. Apalagi yang menyentuh kepala empat, lebih berasa dalam ketidaknyamanannya.
Pasalnya, angka-angka itu cukup menakutkan, karena mengingatkan semakin dekatnya kematian. Selain itu, mau tidak mau membuat alam pikiran menoleh ke belakang, memutar kembali kaset film kehidupan di masa lalu. Apa saja yang telah kulakukan selama ini? Ternyata aku belum menjadi apa-apa! Hatinya berdesah penuh penyesalan.
Sementara dilihatnya anak muda itu, yang masih berusia belasan tahun atau dua puluhan itu, sudah menjadi tokoh tunas ulama yang memukau hati. Ditolehkannya kepala ke kanan, teman sekelasnya di SMA dulu ternyata sedang giat membangun pondok-pondok pesantren. Ditolehkannya lagi kepala ke kiri, sahabat semasa kuliahnya itu telah menjelma sebagai seorang ustazah kondang yang majelis kajian mingguannya selalu dihadiri ratusan muslimah hijrah dari seantero negeri.
Lalu diputarnya kepala ke belakang, disaksikannya wajah-wajah muda bersih bersinar penuh semangat sedang berlomba memberikan tenaga, waktu, dan kecerdasan akalnya untuk berdakwah menyeru agama Allah di semua kanal media digital. Duh, bagaimana dengan diriku yang sudah semakin berumur namun tidak jua memberikan manfaat apa-apa?
Membayangkan potret kehidupan lampau yang tidak cukup membanggakan, penuh gurat-gurat kelam atau bertaburan kemaksiatan, muncullah penyesalan yang mendalam. Makian dan umpatan buruk meluncur deras menghantam jiwa yang meringkuk pasrah di sudut ruang penghakiman. Semua seolah menjadi gelap. Tak terlihat seutas cahaya pun di depan sana. Tinggal tangisan kesedihan yang meraung dalam relung hati yang sesak menanti kematian. Apakah aku akan segera mati dan dilemparkan ke neraka? Pikirnya.
Begitulah kebanyakan manusia saat ini. Manusia yang berputus asa ketika menyadari umurnya sudah tak muda lagi, tubuhnya tak kokoh lagi, otaknya tak brilian lagi karena dimakan usia. Duhai, alangkah meruginya diri ini. Andai waktu bisa diputar kembali.
Namun, pantaskah seorang yang beriman berkeluh kesah, meratapi, dan menyalahkan diri tanpa berbuat apa pun? Allah Swt. berfirman,
"Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (TQS. Az-Zumar [39]: 53)
Fixed, tidak ada celah untuk berputus asa meskipun sebegitu banyak dosa, kesalahan, kekhilafan ataupun kemalasan yang sudah terlanjur dilakukan. Justru, Allah Swt. Yang Maha Baik memanggil dengan lembut hamba-hamba-Nya yang telah terperosok tersebut untuk kembali kepada-Nya, karena Dia akan mengampuni dosa-dosa semuanya. MaasyaAllah!
So, What’s Next?
Segera bangkitlah dari berdiam diri! Jangan hanya meratapi, menangisi, bahkan memasrahkan diri menunggu ajal karena merasa sudah tidak ada kesempatan lagi atau merasa menjadi manusia yang paling gagal dan tidak berguna sedunia. Memangnya, jika Malaikat Izrail benar-benar datang, apakah sudah siap?
Maka, bertekad dan berazamlah untuk melakukan perbaikan sebagai trade-off atas semua kelalaian dan kebodohan yang sudah diperbuat. Tak perlu hiraukan berapa usia yang telah disia-siakan. Tak penting menghitung-hitung berapa lagi kira-kira sisa umur, jika hal itu hanya akan membuat kegalauan dan ketakutan membayangkan ajal yang segera datang, sehingga menjadikan diri kembali lunglai dan patah semangat dan akhirnya menganggap semua akan sia-sia belaka.
Bangunlah dari semua kekhawatiran itu! Berniatlah yang kuat dan memintalah agar diberikan waktu dan kesempatan yang cukup! Andai Allah masih memberikan umur dua puluh tahun lagi, apa yang hendak dilakukan?
Jadi, bergegaslah! Tidak ada kata terlambat sebelum ajal sampai di tenggorokan dan sebelum matahari terbit di sebelah barat. Rasulullah saw. sendiri yang menyatakan bahwa Allah Swt. akan menerima tobat hamba-hamba-Nya sebelum dua waktu itu datang,
"Sesungguhnya Allah Swt. menerima tobat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai ke tenggorokan." (HR. Tarmidzi)
"Barang siapa bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah menerima tobatnya." (HR. Muslim)
Berapa pun umur Anda saat ini, muda, tua, separuh baya, jelang kepala enam atau bahkan kepala tujuh sekalipun, tetaplah optimis dan positive thinking kepada Allah.
“Allah berfirman, 'Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku'.” (Mutafaq ‘alaih)
Juga di hadis qudsi yang lain,
“Allah berfirman, "Aku bergantung kepada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya dan apabila berprasangka buruk kepada-Ku maka keburukan baginya".” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Maka sekali lagi, jika Anda diberi tambahan waktu dua puluh tahun, apa yang akan Anda lakukan? Jika saat ini umur Anda empat puluh tahunan, amalan-amalan apa yang akan digencarkan agar sisa masa dua puluh tahun tersebut bisa memiliki kualitas terbaik, seperti Rasulullah dan para sahabatnya?
Rasulullah saw. diangkat mejadi rasul di usia 40 tahun. Lalu beliau menghabiskan 23 tahun berikutnya dengan amalan-amalan tertinggi penuh pengorbanan sehingga beliau menjadi manusia yang paling mulia di sisi Allah Swt. Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk Islam pada umur 37 tahun. Sekitar 26 tahun kehidupannya setelah itu, ia dedikasikan sebagai sahabat setia dan senantiasa menyertai perjuangan Rasulullah saw. hingga akhir. Setelah Rasulullah saw. wafat, beliau menjadi khalifaturrasul (pengganti rasul dalam memimpin umat Islam) yang memerintah wilayah kekuasaan Islam selama lebih dari dua tahun.
Begitu pula paman Rasul saw., Hamzah bin Abdul Muthalib, yang masuk Islam pada usia 42 tahun. Sisa umurnya yang 15 tahun diisi dengan aktivitas jihad fi sabilillah hingga ia syahid di medan perang Uhud. Bahkan Rasulullah saw. pun memberi gelar kepada beliau sebagai asadullah (singa Allah) dan sayyidusy syuhada (penghulu/pemimpin para syuhada).
Sahabat lain yang mendapat tambahan umur lebih pendek juga tak kalah mulia. Mush’ab bin Umair yang masuk Islam pada usia 24 tahun, selama 11 tahun sebelum ia menjumpai syahid di perang Uhud, rela meninggalkan kehidupan konglomeratnya demi mengabdi kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Ia merupakan seorang pemuda cerdas dan berintelektual. Tutur katanya sungguh apik dan mengagumkan. Pantas saja Rasul saw. mengutus dan menjadikan beliau sebagai duta Islam pertama di Kota Madinah (Yatsrib, ketika itu). Melalui dakwahnya yang hanya selama satu tahun, mayoritas penduduk Madinah telah memeluk agama Islam yang selanjutnya memberikan kekuatan politik dan pertahanan kepada umat Islam.
Tak ketinggalan, seorang sahabat Nabi saw. dari kalangan Anshar (Madinah), Sa’ad bin Mu’adz, masuk Islam ketika berusia 31 tahun melalui sahabat Mush’ab bin Umair. Ia merupakan pemimpin yang disegani dari kaumnya Bani ‘Abdul Asyhal. Melalui dirinya, semua kaumnya masuk Islam. Ia wafat pada usia 37 tahun di pangkuan Rasulullah saw. sebagai syahid dari Perang Khandaq. Ruhnya pun disambut oleh ribuan malaikat dan getaran ‘Arsy Allah Ta’ala dikarenakan ketinggian derajatnya. MaasyaAllah, hanya dengan sisa umur 6 tahun beliau berhasil mencapai derajat terhormat di sisi Yang Maha Agung.
Then, What about Us?
Carilah peluang yang sama! Mulailah dengan melihat kapasitas diri yang sudah Allah berikan! Lakukanlah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat)! Niscaya akan dapat ditemukan permata yang mungkin selama ini terpendam di dalam diri.
Jika Anda seorang ibu dengan banyak anak, jadikanlah dua puluh tahun ke depan sebagai kesempatan untuk merancang proyek-proyek besar demi mencetak generasi penakluk zaman yang rabbani. Lihatlah shahabiyah Al-Khansa’ yang sukses menjadikan keempat putranya syahid di medan jihad fi sabilillah!
Jika Anda tidak dianugerahi putra-putri, siapkanlah diri Anda untuk menjadi seperti Sayyidah Aisyah ra., yang dikenal sebagai ulama perempuan dengan ilmunya yang luas. Beliau menjadi ibu sekaligus guru bagi seluruh mukmin, termasuk bagi para sahabat. Waktu 20 tahun sangatlah cukup untuk thalabul ilmu dari berbagai cabangnya.
Jika Anda seorang mahasiswa, guru, dosen, penulis, business-woman, perawat, dokter, karyawan atau apa pun bidang dan berapa pun usia Anda, mulailah berbuat detik ini juga sesuai dengan background keilmuan atau profesi yang telah dimiliki. Asahlah dan tingkatkan terus kualitas diri agar bisa memberikan yang lebih banyak lagi untuk Allah dan Rasul-Nya! Jangan sampai diri Anda yang sekarang akan sama saja dengan diri Anda 5 tahun, 10 tahun atau 20 tahun ke depan.
Semoga Anda, saya, dan kita semua sudah tahu jawaban atas pertanyaan, jika aku hidup 20 tahun lagi, apa yang akan kuperbuat? Wallahu a’lam bish showwab.[]