Kemauan Itu Sudah Ada, tapi Kenapa Sulit Melangkah?

"Masa lalu biarlah berlalu, cukup dijadikan sebagai pelajaran agar tidak mengulanginya kembali. Tidak ada kata terlambat bagi siapa pun yang ingin berubah menjadi lebih baik. Bahkan bukan hanya sekadar menjadi baik tetapi mengajak yang lainnya pada kebaikan. Dari pribadi saleh menjadi mushlih. Menjadi pengemban dakwah yang tak kenal menyerah dan mempersembahkan yang terbaik untuk umat."

Oleh. Nurhidayah Gani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Sebenarnya kemauan untuk berbenah itu sudah ada, namun begitu sirna tatkala melihat sekeliling. Orang-orang sudah menorehkan segudang prestasi dan kontribusi di sana-sini. Ada di antara mereka yang mulai berjalan, bahkan ada pula yang tengah berlari. Kita jadi minder, merasa kecil, merasa paling hina akan masa lalu. Alhasil, perubahan itu batal kita hadirkan, padahal tinggal sedikit lagi. Akhirnya memilih diam meratapi diri.

Padahal hidup ini bukanlah perlombaan antara si A dan si B, tapi perlombaan antara diri kita di masa lalu dengan yang sekarang dan seterusnya. Kita berjuang memperbaiki diri tiap waktu, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebab kita akan mempertanggungjawabkan amal masing-masing. Sebenarnya kemauan untuk berubah itu sudah ada, tapi kenapa begitu sulit untuk melangkah?

Insecure dan Merasa Tidak Pantas

"Mereka bisa ini dan itu, sedang aku hanyalah manusia tak berpotensi, tidak punya skill apa pun!" Lirih kita pada diri yang terlampau jauh ini. Padahal Allah Swt. telah memberikan kita predikat terbaik,

“Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.” (TQS. At-Tin: 4)

Dia juga telah membekali kita potensi spesial yakni akal. Yang tak kalah spesial adalah Allah swt. telah memberikan kita guidance dalam menjalani kehidupan ini melalui perjuangan manusia terbaik Rasulullah saw. yakni Al-Qur’an dan As-sunah.

Kita bukannya tidak punya potensi atau skill hanya saja kita belum mengeksplornya, maka sudah seharusnya kita fokus menempa diri dengan menuntut ilmu. Hal apa yang bisa kita kontribusikan kepada umat bukan malah menghabiskan waktu membaca cerita kehidupan orang lain hingga tamat.

Bila masih insecure, semoga sepotong kisah sahabat ini mampu menampar diri. Ialah Abu Qilabah, sosok sahabat yang sudah berusia tua, buta, tidak punya tangan dan kaki, pendengarannya pun tidak lagi berfungsi dengan baik. Suatu hari sahabat bernama Abdullah melihat sebuah gubuk kecil dan menghampirinya. Ia dapati sosok yang senantiasa melafalkan asma Allah. Abdullah takjub akan pemandangan itu. Alhasil, ia menghampiri dan berbincang dengan Abu Qilabah,

“Wahai hamba Allah, bila aku boleh bertanya, nikmat Allah yang manakah yang paling engkau syukuri?” tanya Abdullah. “Tidakkah kau lihat aku masih punya lidah dan hati yang senantiasa mengingat dan menyebut nama-Nya, demi Allah, meski gunung ditimpakan atasku, badai dihempaskan padaku, aku akan tetap bersyukur. Aku juga punya anak yang senantiasa sabar mengurusiku, menyuapiku ketika makan, dan membantuku berwudhu.” Jawab Abu Qilabah.

Barangkali insecure itu selalu muncul sebab diri sering luput dari syukur. Kita juga semestinya tidak perlu merasa tidak pantas berbenah dan mengambil peran besar yakni sebagai pengemban dakwah. Sebab bila Allah mewajibkan, berarti kita pantas. Dia Maha Tahu akan diri kita. Walaupun kita harus berjuang maksimal, tetapi Allah hanya memberikan ujian sesuai kesanggupan hamba-Nya.

Berubah karena Dia atau dia?

Boleh jadi salah satu penyebab sulit untuk berbenah adalah niat kita. Hijrah karena ingin mendapat pengakuan dari sesama atau karena ingin mendapat jodoh yang baik, atau ingin mendapat dunia? Niat sangat berperan penting dalam segala aktivitas kita. Sebagaimana dalam hadis Nabi saw.

“Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya sesuai kemana dia hijrah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, alasan berubah itu harus benar, yakni karena Allah. Ingin mendapat rida-Nya, bukan pujian darinya. Cek kembali, kita berubah karena Dia atau dia?

Bukan Siapa yang Lebih Dulu Memulai

Setiap pendosa hari ini belum tentu masuk neraka, begitu pun dengan orang saleh belum tentu masuk surga. Kenapa?, karena mereka belum berakhir. Langkah berbenah itu kerap goyah tatkala mengira diri sudah terlambat, menjustifikasi diri sebagai pendosa dan tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Padahal Allah selalu menerima kita, seburuk apa pun kondisi kita. Dia selalu tinggal walau yang lainnya meninggalkan. Dia selalu ada, meski berkali-kali kita mencampakkan syariat-Nya.

“Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (TQS. Az-Zumar: 53)

“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan rahmat-Nya pada waktu malam supaya bertobat orang-orang yang berbuat dosa di siang hari, juga mengulurkan tangan kemurahan-Nya pada waktu siang, supaya bertobat orang-orang yang berbuat dosa di malam hari.” (HR. Muslim)

Tidakkah kita malu pada Allah Yang Maha Baik, yang selalu memberikan kesempatan kepada kita, selama kita benar-benar berubah dengan niat dan tujuan yang benar, yakni karena ingin mendapat rida-Nya. Sudah saatnya kita segera bangkit dan mulai melangkah. Maksimalkan potensi diri, berjuang menegakkan kembali syariat-Nya yang pernah mengukir kegemilangan berabad abad lamanya.

Masa lalu biarlah berlalu, cukup dijadikan sebagai pelajaran agar tidak mengulanginya kembali. Tidak ada kata terlambat bagi siapa pun yang ingin berubah menjadi lebih baik. Bahkan bukan hanya sekadar menjadi baik tetapi mengajak yang lainnya pada kebaikan. Dari pribadi saleh menjadi mushlih. Menjadi pengemban dakwah yang tak kenal menyerah dan mempersembahkan yang terbaik untuk umat.

Ialah Hindun binti Utbah, sosok pembenci Islam di masa jahiliah yang mempersembahkan seluruh potensinya untuk menghancurkan Islam. Bahkan dia begitu keji dengan tega memakan jantung Hamzah yang telah syahid. Namun siapa sangka, sosok yang kejam itu berganti menjadi pejuang di jalan-Nya. Allah Swt. telah melembutkan hatinya. Ia jemput hidayah itu tatkala peristiwa fathul Makkah. Ia lejitkan seluruh potensinya untuk Islam. Hindun ialah sosok yang cerdas, ia mampu membangkitkan girah para pejuang dengan kata-kata yang menghujam. Mereka yang lari mundur akhirnya dengan gagah berani kembali berperang. Demikianlah jalan hidup ini, akan ditentukan dari bagaimana akhirnya. Boleh jadi pernah menjadi pendosa semasa hidup tetapi berakhir di jalan yang diridai-Nya. Sahabat, tidak ada lagi dalih untuk tidak melangkah. Saatnya berbenah, maksimalkan potensi di jalan dakwah! Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nurhidayah Gani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jika Aku Hidup 20 Tahun Lagi
Next
Pemuda Istimewa Pembela Agama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram