Bekerja Karena Tuntutan Kemiskinan Atau Syariat Islam?

"Ada hal yang menarik, ternyata pekerjaan manusia di dunia merupakan tuntutan yang mendapat tuntunan, diawasi oleh aturan atau hukum Allah Swt. Artinya memilih pekerjaan tetap harus mencontoh kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabatnya."

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPoat.Com-Dikutip dari kompasiana.com, 17/10/2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia. Jika di persentasekan, penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021, dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.

Sekalipun secara angka ada penurunan, namun sejatinya kapitalisme telah salah dalam melihat permasalahan kemiskinan di masyarakat dan solusinya pun tidak menyentuh akar masalahnya. Tidak mengherankan jika barometernya dilihat dari angka-angka statistik nasional bukan pada fakta kemiskinan yang ada di masyarakat yang harus dicukupi kebutuhan hidupnya perindividual.

Penyebab kemiskinan pun masih seputar karena tingginya angka pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat. Padahal, semua itu merupakan masalah akibat bukan sebab. Penyebab kemiskinan sesungguhnya karena dijalankannya sistem ekonomi ribawi dan tidak meratanya distribusi kekayaan yang masih dimonopoli oleh golongan tertentu terutama para pemilik modal. Terjadi kesenjangan ekonomi yang membuat kecemburuan sosial, akibat dari sistem ekonomi yang diterapkan bukan berdasarkan tuntunan hukum Allah Swt. Sistem kapitalisme telah menjadikan kemiskinan bukan saja secara kultural, melainkan kemiskinan struktural karena penguasaan kekayaan alam milik rakyat yang beralih ke tangan swasta atau asing.

Di ranah individu, tuntutan bekerja yang dalam kapitalisme menjadi ruang yang bebas nilai menggiring manusia untuk berkompetisi meraih kekayaan sebanyak-banyaknya agar terhindar dari kemiskinan tanpa memperhatikan status kepemilikan harta kekayaan, sehingga yang terjadi penguasaan aset rakyat menjadi aset individu atau kelompok, bahkan negara pun kehilangan perannya dalam mengatur urusan rakyat. Bekerja menjadi tuntutan bagi mereka jika ingin hidup berkecukupan dan tidak lagi melihat gender, sehingga posisi wanita pun disetarakan dengan pria dalam bekerja.

Urgensi Bekerja dalam Kehidupan

Bekerja adalah aktivitas atau amal perbuatan manusia yang terikat hukum syariat. Sesuai kaidah ushul fiqh, bahwa setiap perbuatan manusia pada asalnya terikat syariat, artinya harus dituntun dengan petunjuk dalil hukum Allah Swt. Di sinilah pentingnya mengetahui qimah (nilai) yang harus diraih dalam setiap perbuatan, termasuk bekerja agar orientasi atau tujuan dari aktivitas bekerja tidak tertukar dengan aktivitas lain.

Allah Swt. dalam QS. At-Taubah ayat 105 berfirman yang maknanya, manusia diperintahkan bekerja dan Allah akan melihat nya bekerja, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan manusia akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya tentang apa yang telah dikerjakannya itu.

Ada hal yang menarik, ternyata pekerjaan manusia di dunia merupakan tuntutan yang mendapat tuntunan, diawasi oleh aturan atau hukum Allah Swt. Artinya memilih pekerjaan tetap harus mencontoh kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Syariat Islam yang ada begitu sempurna meliputi akidah dan syariah. Bukan hanya mengatur urusan pribadi, namun juga mengatur interaksi antarmanusia (muamalah).

Bekerja adalah interaksi manusia dengan manusia lainnya, sebagai muamalah yang memiliki nilai amal tertentu. Namun, apa pun jenis pekerjaannya, baik sebagai pedagang, buruh pabrik, pegawai kantoran, dan profesi lainnya tidak akan lepas dari upah (ujrah) atau keuntungan (laba) yang akan diperolehnya sebagai kompensasi atau nilai tukar atas barang dan jasanya.

Bekerja dalam Tuntunan Syariat Islam

Jika meneliti lebih cermat, dorongan manusia bekerja adalah tuntutan naluri manusia dalam mempertahankan dirinya (gharizah baqa) karena dengan bekerja menjadikan harkat manusia terjaga dari meminta-minta. Ia menjadi mulia dengan apa yang diusahakan tangannya sendiri, tidak menjadi beban bagi manusia lainnya. Bekerja adalah salah satu wujud interaksi kehidupan manusia yang juga tidak boleh lepas dari ikatan dirinya sebagai makhkuk dengan Al-Khaliq, Allah Swt.

Nilai kemuliaan manusia sesungguhnya bukan karena aktivitas fisiknya atau diperolehnya materi dari bekerja, melainkan bentuk ketaatannya kepada perintah dan larangan Allah Swt. Karena itu, bekerja juga bernilai ibadah jika mengikuti syariat Allah Swt. Yaitu mereka yang pekerjaannya halal dan tidak menyita banyak waktu sehingga tidak melalaikan kewajiban utama manusia di dunia, yakni untuk beribadah dan ketaatan lainnya semisal aktivitas dakwah, menyampaikan kebenaran Islam di tengah umat.

Ketika bekerja juga menjadi tuntutan amal saleh, maka perbaikilah niat dan syaratnya, yaitu pekerjaannya tidak boleh yang dilarang syariat, baik menyangkut jenisnya, akad kerja dan pelaksanaannya tidak boleh ada yang dizalimi, semisal upah yang dibayar tidak sesuai akad. Rasulullah saw. mengingatkan agar kita tidak lengah untuk taat sebelum hilangnya kesempatan, sebagaimana dikatakan Ibnu Umar r.a, "Bila engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sampai petang hari. Ketika berada di waktu petang hari, jangan tunggu sampai pagi. Gunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Begitupula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari).

Mencontoh kehidupan Rasulullah saw., sahabat, maupun para hamba Allah yang mulia lainnya adalah para pekerja yang dengan tangannya sendiri diperoleh keberkahan rezeki dengan banyak menopang aktivitas dakwah. Ada yang menjadi pedagang sebagaimana dilakukan Sahabat Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, ada yang bekerja sebagai pekerja buruh atau jasa tukang kebun seperti Abu Hurairah dan Bilal bin Rabah.

Apa yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya yang bekerja dan berdagang tentu bukan karena takut miskin, melainkan sekadar memenuhi hajat kebutuhan hidup dan menambah kemuliaan agama. Seperti ungkapan Imam Al-Qurthubi rahimahullah yang berkata, “Masuk pasar dibolehkan untuk berniaga dan mencari penghidupan. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu masuk pasar untuk memenuhi hajatnya, di samping untuk mengingatkan manusia akan perintah Allah, berdakwah, dan Rasulullah saw. menyodorkan diri kepada kabilah-kabilah yang datang. Tujuannya agar Allah mengembalikan mereka kepada kebenaran."

Begitu pun bagi wanita, meskipun hukum asal aktivitas wanita adalah di dalam rumah, namun dibolehkan bekerja sekadar membantu penghasilan suami yang mungkin tidak mencukupi nafkahnya atau amal saleh lainnya semisal sedekah. Hal demikian seperti yang dilakukan oleh Zainab binti Zahsyi, istri Rasulullah saw. yang memiliki keahlian menjahit pakaian sebagaimana dituturkan Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengatakan bahwa Zainab adalah wanita pengrajin, ia menyamak kulit dan melobangi (serta menjahit)nya untuk dibuat khuf atau lainnya. Hasilnya digunakan untuk infak di jalan Allah Swt.

Wallahu'alam bish Shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Waspada Gangguan Mental Mengintai, Islam Solusinya
Next
Strategi Global Pengebirian Pemuda di Bawah Bendera Moderasi Beragama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram