"Seorang pembelajar harus senang mendatangi taman-taman surga (majelis ilmu). Ia harus membawa gelas kosong yang siap diisi air kebaikan (ilmu) perlahan-lahan hingga penuh tidak berceceran. Ketika air itu sulit ditampung ke dalam gelas, maka teruslah berlatih dan usir rasa malu untuk bertanya pada ahlinya."
Oleh.Dyah Rini
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Jatim )
NarasiPost.com-"Malu bertanya sesat di jalan." Peribahasa ini kiranya cocok disematkan bagi siapa yang sedang menuntut ilmu. Ya, malu adalah salah satu penyakit bagi pembelajar. Satunya lagi adalah malas. Jadi malu dan malas (2M) adalah penghambat sampainya ilmu pada pembelajar.
Jika mengacu pada ajaran Islam, menuntut ilmu adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang disyariatkan Allah Swt. Sebagaimana hadis nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah,
"Thalabul ilmi faridhatun ala kulli muslim wa muslimah."
Artinya:
"Menuntut ilmu adalah kewajiban atas muslim laki-laki dan muslim perempuan."
Di samping itu kewajiban ini pun berlaku bagi yang muda maupun yang tua. Bahkan hingga nyawa berpisah dari raga. Sebagaimana kata-kata hikmah,
"Utlubul ilma minal mahdi ilal lakhdi."
Artinya:
"Tuntutlah ilmu mulai dari buaian (bayi) hingga ke liang lahat."
Penyakit malu ini tampak nyata pada diri pembelajar Al-Qur'an. Terutama mereka yang berusia lanjut. Ketika mendapati fakta diri tidak bisa mengeja huruf-huruf kalamullah, sementara di luar sana anak-anak Taman Pendidikan Qur'an (TPQ) begitu lancarnya melafalkan ayat-ayat suci. "Duh! Malu deh! Sudah tua gini tidak bisa ngaji." Akhirnya menyalahkan lidah yg terasa sudah kaku dan kelu melafalkan huruf hijaiyah sesuai makharijul huruf. Ujungnya rasa malas untuk terus berlatih hingga pupus harapan bisa membaca kitab suci Al-Qur'an.
Sebenarnya Al-Qur'an itu telah diturunkan Allah Swt. dalam bahasa arab yang mudah dipahami oleh seluruh bangsa. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Qamar ayat 22 yang artinya:
"Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?"
Maka, ini sebagai petunjuk bahwa tidak ada kata tidak bisa untuk mempelajarinya. Tidak ada kata terlambat untuk memulainya. Apalagi saat ini banyak bermunculan metode yang mempermudah pengajaran Al-Qur'an. Di antaranya; metode Ummi, Qiro'ati, Yanbu'a, Tilawati, Tartili, dsb. Sementara Allah Swt. pun telah menganugerahkan akal dan indra kepada manusia agar senantiasa digunakan untuk memahami ayat-ayat-Nya. Baik yang berada di alam (kauniyah) maupun ayat- ayat yang tercantum di Al-Qur'an.
Kunci sampainya ilmu sebenarnya terletak pada kemauan untuk belajar dan keyakinan akan jalan kemudahan bagi orang yang bersungguh-sungguh. Maka, menjadi keharusan bagi pembelajar untuk membuang rasa malu yang menghinggapi. Mengusir rasa malas yang menghampiri. Yang tak kalah penting juga adalah berdoa kepada yang Maha Pemberi Ilmu, agar rida menganugerahkan ilmu yang bermanfaat untuk kita.
Terkait pembelajaran Al-Qur'an, mengharuskan adanya seorang guru yang secara langsung bisa bertatap muka. Karena murid akan dapat melihat gerakan mulut saat huruf dilafalkan. Murid juga dapat mendengar dengan jelas seraya bisa menirukannya. Sementara itu sang guru juga bisa langsung membetulkan pengucapan yang salah dari murid. Model pembelajaran seperti ini (talaqqi) akan berhasil baik jika murid tidak malu-malu mengeluarkan suaranya. Tidak patah semangat jika harus diulang-ulang sehingga menjadi baik dan lancar bacaannya.
Bagi mereka yang sudah lancar membaca, maka harus istikamah tadarus Al-Qur'an. Karena jika malas untuk membacanya, maka akan terasa bacaan Al-Qur'annya tak beraturan. Misalnya; kesalahan panjang-pendek, ukuran panjangnya (wazan) tidak rata, hukum tajwid tidak tepat, kurang dengung (ghunnah), suara sering mantul saat membaca huruf yang disukun dsb. Bahkan saat sudah mengkhatamkan Al-Qur'an, kita diperintahkan Allah Swt. untuk mulai membacanya kembali dari awal.
"Dari Qatadah, dari Zurarah bin Awfa, dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan: Seseorang bertanya kepada Rasulullah Sallallahu alai wa Sallam: Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: Al-hal wal murtahal. Orang ini bertanya lagi: Apa itu Al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu yang membaca Al-Qur'an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal." (HR. Tirmidzi)
Di samping itu perlu dipahami bahwa tak cukup sekadar membacanya. Walaupun dengan membacanya sudah tercatat sebagai ibadah. Allah Swt. pun sudah menjanjikan pahala berlipat tiap hurufnya. Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata:
"Orang yang mahir membaca Al-Qur'an kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata, ia sulit dalam membaca, maka ia mendapat dua pahala." (HR. Muslim)
Maka, pembelajaran itu hendaknya terus berlanjut pada pengkajian tafsirnya. Sehingga akan menancap dalam diri murid kecintaan untuk selalu bersama Al-Qur'an.
Bagi para pengemban dakwah, bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar menjadi nilai tambah dalam memengaruhi masyarakat. Apa jadinya ketika masyarakat melihat ayat-ayat yang disampaikan belepotan alias tidak paham hukum tajwidnya. Masyarakat akan mempertanyakan kedalaman ilmunya. Maka, menjadi kebutuhan penting bagi penyeru kebaikan untuk terus meningkatkan kelancaran dalam membaca Al-Qur'an. Mengikuti kegiatan tahsin bisa dijadikan pilihan. Begitu pula yang tidak boleh diremehkan adalah senantiasa menyempatkan untuk membaca kallamullah itu di sela-sela kesibukan hariannya. Bisa juga ikut grup One Day One Juz (ODOJ) untuk menyemangati diri agar istikamah membaca Al-Qur'an tiap hari.
Alhasil, seorang pembelajar harus senang mendatangi taman-taman surga (majelis ilmu). Pada saat itu ia pun harus membawa gelas kosong yang siap diisi air kebaikan (ilmu) perlahan-lahan hingga penuh tidak berceceran. Ketika air itu sulit ditampung ke dalam gelas, maka teruslah berlatih dan usir rasa malu untuk bertanya pada ahlinya. Yakin 100 persen Allah Swt. akan memberi kemudahan. Allah Swt. berfirman:
"…Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al-Mujadalah: 11)
Wallahu 'alam bishawab.[]