"Sungguh semangat kebanggaan golongan yang sangat berlebihan. Solidaritas kelompok yang kebablasan. Penerapan /ashabiyyah yang tidak pada tempatnya. Alih-alih mempersatukan, fanatisme golongan yang berlebihan ini justru berpotensi merusak kesatuan."
Oleh. Hesti Andyra
(Kontributor NarasiPost.Com-
NarasiPost.Com- Inilah salah satu pertandingan paling mematikan dalam sejarah sepak bola Tanah Air. Laga Arema FC versus Persebaya yang diselenggarakan di Stadion Kanjuruhan Malang berakhir dengan kerusuhan yang merenggut nyawa penonton dan beberapa aparat kepolisian. Informasi sementara sampai dengan Minggu (2/10/2022) jumlah korban mencapai 127 orang meninggal dan 180 lainnya luka-luka. Sebagian di antaranya belum teridentifikasi karena berusia di bawah 17 tahun dan tidak membawa kartu identitas.
Banyaknya korban jiwa bukan terjadi karena perkelahian antarsuporter, melainkan karena sesak napas, terdesak dan terinjak kerumunan yang panik akibat tembakan gas air mata. Pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persebaya membuat suporter kecewa dan berusaha melampiaskan kemarahan pada para pemain di lapangan. Ketika peringatan petugas keamanan tidak digubris, maka diambil tindakan pencegahan dengan menyemprotkan gas air mata ke arah tribun stadion. Hal ini memicu kepanikan penonton yang kemudian berlarian ke arah pintu keluar stadion.
Banyak Pelanggaran
Berdasarkan hasil investigasi sementara, banyaknya korban jiwa ini tidak lepas dari kelalaian berbagai pihak. Dilansir dari detiknews.com, pada18 September, kepolisian Malang telah memberikan surat imbauan pemindahan jam pertandingan dari pukul 20.00 WIB dimajukan menjadi pukul 15.30 WIB, serta jumlah penonton diharapkan tidak melebihi kapasitas stadion sebesar 38.000 orang. Imbauan ini didasarkan pada hasil pantauan singkat intelijen untuk mengantisipasi jalannya pertandingan di malam hari yang disinyalir lebih rawan ricuh. Sayangnya, rekomendasi tersebut ditolak. PT Liga Indonesia Baru (LBI) memutuskan menggelar pertandingan sesuai jadwal. Ditambah lagi, jumlah penonton tercatat sebesar 42.500 orang, jauh melebihi kapasitas yang disarankan.
Saat pertandingan berakhir dan hasilnya mengecewakan, pecahlah kerusuhan di lapangan yang tidak bisa dikendalikan. Kericuhan melebar sampai menyerang petugas, merusak kendaraan di parkiran dan terindikasi anarkis, sehingga memicu petugas kepolisian menembakkan gas air mata demi mencegah meluasnya kekacauan meskipun bertentangan dengan peraturan FIFA. Selaku federasi resmi sepak bola dunia, FIFA telah melarang penggunaan gas air mata untuk mengontrol kerumunan dalam pertandingan. FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19 tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'. Kurang lebih artinya dilarang menggunakan senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan. (detiksport.com)
Pil Pahit bagi Dunia Sepak Bola Tanah Air
Tragedi memilukan ini berbuah pil pahit bagi dunia persepakbolaan Tanah Air. Di tengah performa Timnas yang semakin membaik, FIFA berpotensi memberi hukuman berupa pelarangan pertandingan selama 5 tahun ke depan. Kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-23 tahun 2023 juga terancam batal.
Banyak pihak yang akan menanggung kerugian jika sanksi dari FIFA benar-benar diterapkan. Industri sepak bola Tanah Air dipastikan akan mati suri setidaknya sampai lima tahun ke depan. Banyak hal terdampak, seperti penjualan merchandise, pemasukan dari tiket stadion, penyelenggaraan liga berikut perekrutan sponsor, regenerasi pemain, dan masih banyak lagi.
Fanatisme Berlebihan
Arema dan Persebaya sudah bertanding lebih dari 30 kali sejak 1992. Arema mendominasi dengan mencatat kemenangan 10 kali dan seri 6 kali. Selama 23 tahun, Arema tercatat belum pernah kalah dari Persebaya dalam pertandingan di Malang. Laga kemarin adalah kali pertama Persebaya berhasil menundukkan Arema di kandang singa dengan skor tipis 3-2. Kemenangan ini tak pelak memicu kemarahan suporter fanatik Arema sehingga bertindak anarkis.
Sungguh semangat kebanggaan golongan yang sangat berlebihan. Solidaritas kelompok yang kebablasan. Penerapan ashabiyyah yang tidak pada tempatnya. Alih-alih mempersatukan, fanatisme golongan yang berlebihan ini justru berpotensi merusak kesatuan.
Ashabiyyah adalah semangat membela atau menolong karena spirit golongan atau kesukuan. Secara bahasa, ashabiyah adalah kata yang mengandung arti saling menjaga dan melindungi. Ibnu Mandzur dalam kitab Lisanul Arab menyampaikan makna fanatisme golongan sebagai ajakan seseorang untuk membela keluarga/kelompok dari siapa pun yang menyerang mereka, tanpa peduli keluarganya melakukan kezaliman atau menjadi pihak yang terzalimi. (Ibn Mandzur, Lisan al-‘Arab, I/606)
Ashabiyah adalah paham yang berbahaya bagi persatuan umat muslim karena meracuni pikiran manusia untuk mengutamakan kepentingan suku, kabilah, daerah, partai, atau organisasi, melebihi kepentingan agama sekalipun. Ia berpotensi merusak ukhuwah islamiah.
Kematian Sia-Sia
Seorang ulama besar, Imam An Nawawi pernah mendefinisikan ashabiyah sebagai perang tanpa pengetahuan karena ta’ashub (fanatisme) seperti perang jahiliah, tidak bisa membedakan yang hak dan yang batil, marah karena ashabiyah bukan marah karena menolong agama Allah.
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashabiyyah (fanatisme kelompok)” (HR. Abu Dawud)
Di hadis lain, Rasulullah menekankan, “Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliah.” (HR. Muslim)
Secara tegas Rasulullah saw mengingatkan bahwa siapa pun yang kehilangan nyawa akibat fanatisme golongan tidak termasuk dalam golongan umatnya. Sungguh sebuah kematian yang sia-sia, mati dalam keadaan jahiliah. Islam tidak melarang seseorang mencintai ikatan kelompoknya, hanya saja haram menjadikan ikatan ashabiyah itu di atas segalanya, terutama melebihi ikatan Islam dan keimanan. Wallahu’alam.[]