Antara Karier dan Anak 

"Jika tidak mengenal Allah dan syariat-Nya, bisa jadi perempuan akan sangat dilema antara karier atau anaknya. Jika memang Allah adalah tujuan hidup, yakinlah bahwa satu pintu tertutup, seribu pintu lain terkecup. Betapa banyak rida yang Allah curahkan di muka bumi ini, maka temukan cara meraihnya."

Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Buku)

NarasiPost.com-Kata orang, perempuan gak perlu sekolah tinggi-tinggi. Toh, ending-nya akan di rumah. Jadi ibu, masak di dapur, beberes kamar, dan merawat anak. Kata orang, perempuan jangan terlalu pintar. Itu berbahaya karena lelaki bisa minder. Tuh, lihat banyak perempuan usia matang masih belum ada yang "petik". Kepintaran, sih. Kalau berumah tangga bisa berantem sama suami. Makanya, biasa-biasa aja, dong!

Kata orang, perempuan jangan bermimpi terlalu tinggi. Apa, sih? kita 'kan cuma perempuan. Manut aja sama wali, bapak, mas, suami. Mereka aja yang berkarya. Kita diam saja, sendiko dawuh. Jadi perempuan itu serba salah. Kerja dibilang gak peduli keluarga. Di rumah aja dibilang gak berdaya. Serba salah 'kan jadi gengnya Ibu Hawa?

Apakah benar begitu?
Gak akan habis kalau dengar apa kata orang. Menjalani hidup memang gak bisa kalau kita terlalu buka telinga dan mengikuti rasa. Kita harus berpegang pada konsep yang jelas. Sebagai muslim, apalagi kalau bukan konsep Islam?

Dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki perannya masing-masing. Laki-laki sebagai qawwam. Tugasnya mencari nafkah. Ia bertanggung jawab dalam kebutuhan dan hak anggota keluarga. Perempuan sebagai istri, ia wajib mendampingi suami. Setelah menjadi ibu, tugasnya bertambah dalam ranah perawatan dan pendidikan anak. Pendidikan bukan dimulai saat anak masuk sekolah, melainkan sejak dari dalam kandungan. Itulah mengapa perempuan harus berilmu tinggi, sebab ia pintu masa depan bangsa. Seorang anak bersandar pada ilmu kedua orang tuanya, khususnya ibu yang mendidik secara langsung ketika ayah sedang bekerja.

Tugas di atas adalah tugas besar seorang perempuan ketika ia telah menikah. Jauh sebelum itu, sebagai anak perempuan juga bisa menjadi jalan kedua orang tuanya menuju surga. Betapa besar peran perempuan dalam hidup ini bukan?

Saya punya cerita tentang seorang perempuan. Ia bercita-cita menjadi dosen suatu hari nanti. Namun, qada berkata lain. Di semester tujuh perkuliahan, pangeran saleh datang meminang. Skripsi dikerjakan sembari anak ditimang-timang. Berat rasanya jika ia harus melanjutkan kuliah ke jenjang pascasarjana. Lulus sarjana, ia melanjutkan jualan online yang sejak kuliah telah dirintisnya. Bersama suami, alhamdulillah jualannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil mereka. Sayangnya, usaha kecil itu tidak berkembang sejak pandemi. Sang istri fokus merawat anak dan dakwahnya. Sang suami belum merasa passion-nya di sana. Alih haluan, sang suami mengajar di sebuah sekolah.

Sebelumnya, si perempuan ini diminta mengajar di sebuah sekolah. Sempat terpikir guru adalah karier yang bisa ia genggam sembari menjalani kewajiban sebagai istri, ibu, dan pengemban dakwah. Alhamdulillah, Allah kemudian titipkan bidadari kedua di keluarga kecilnya. Sayang, ia merasa lalai dalam mendidik anak sebab ia bekerja. Karena Allah, ia memilih resign dan bercita-cita melanjutkan karier suatu hari nanti. Perkara pemenuhan kebutuhan harian, ia bersandar pada nafkah dari suami. Insyaallah semoga Allah rida. 

Tidak Bisa Diam

Di masa mendampingi tumbuh kembang anak, si perempuan ini memiliki waktu-waktu yang cukup jika digunakan untuk menulis. Maka, ia berbaik sangka pada Rabbul'alamin, Allah Subhanahu Wa Ta'ala, bahwa mungkin ini waktu yang tepat untuk ia melanjutkan mimpi (lain) yang pernah di angan.

Ia pernah bermimpi memegang buku, dengan namanya di bagian sampul. Menjadi seorang penulis buku, itu impiannya sejak SMP. 2020 lalu, ia berhasil menaklukkan dirinya untuk melahirkan sebuah karya berjudul "Laki-Laki Miskin Komitmen". Diterbitkan indie, tak sampai 100 eksemplar dicetak. Alhamdulillah, habis. Setelah itu beberapa naskah tetap ditulis, namun tidak diterbitkan. Barulah di fase mendampingi dua balita di rumah ini, tergerak hati untuk memberanikan diri menerbitkan buku di penerbit mayor.

Atas izin Allah, dua bulan naskah tuntas. Tiga minggu kemudian, ia dapat kabar gembira dari editor bahwa naskahnya layak. Empat bulan kemudian, naskah tersebut telah dipajang di rak buku Gramedia seluruh Indonesia. Sebuah waktu yang terhitung singkat bagi satu judul buku sejak dikirim ke penerbit sampai launching.

Betapa senang sekali hatinya. Ia berhasil menulis ide Islam kaffah di bukunya dan masuk ke toko buku besar. Achievement unlocked. Dari sini kita bisa belajar betapa indah menjadi seorang mukmin. Jika ia dapat nikmat, ia bersyukur. Jika diuji dia bersabar. Mungkin dalam hidup ini banyak hal yang terjadi tak sesuai kehendak hati. Tapi yakinlah, tidak ada pena tergores kecuali berjalan selaras dengan kehendak-Nya. Maka, percaya saja bahwa Allah sedang membantu kita mengarahkan kemudi hidup kita selangkah demi selangkah menuju hidup berkah, meraih rida-Nya.

Dari kisah di atas, jika tidak mengenal Allah dan syariat-Nya, bisa jadi si perempuan akan sangat dilema antara karier atau anaknya. Namun, sekali lagi betapa indahnya ilmu jika digenggam dan diamalkan. Memilih merawat anak tidak lantas membuat dunia berhenti dan kita tidak bisa berkarya. Jika memang Allah adalah tujuan hidup, yakinlah bahwa satu pintu tertutup, seribu pintu lain terkecup. Betapa banyak rida yang Allah curahkan di muka bumi ini, temukan cara meraihnya. Semudah itu kita menjalani hidup.

Oh iya, mungkin kamu penasaran apa judul buku yang diceritakan di atas? Kalau ke toko buku Gramedia atau Togamas, carilah bagian agama. Temukan buku bersampul biru pastel, tertulis judulnya dengan tinta biru dongker "Sebab Perasaan bukan Tuhan".

Terima kasih, ya, sudah membaca sampai akhir. Selamat berkarier di mana pun kamu berada. Wallahu a'lam bishawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Keni Rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Cerdas Menata Prioritas
Next
Pemuda dalam Pusaran Sekularisme
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram