"Inilah fakta jika suatu negara menganut sistem demokrasi kapitalisme. Apa yang seharusnya menjadi hak publik dan dikelola negara justru diserahkan dan dijual pada asing. Demokrasi kapitalisme adalah penyebab hilangnya fungsi negara yang bertanggung jawab mengurusi rakyat. Dalam sistem ini pula rakyat dianggap beban bagi negara dan memilih mengutamakan para pemilik modal."
Oleh. Khatimah
(Kontributor NarasiPost.Com, Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)
NarasiPost.Com- Di tengah impitan dan kesulitan yang terus mendera rakyat dalam menghadapi beban hidup, kini muncul kebijakan pemerintah yang benar-benar tega menaikkan harga BBM. Harga BBM jenis pertalite yang sebelumnya Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter. Padahal jenis bahan bakar ini banyak dikonsumsi jutaan masyarakat menengah ke bawah. Sehingga memunculkan banyak reaksi penolakan elemen masyarakat seperti ormas, mahasiswa bahkan dari para petinggi partai politik.
Ketua Fraksi dari PKS DPRD Kabupaten Bandung, Tedi Surahman, menyatakan dengan tegas bahwa kenaikan harga BBM yang sudah diumumkan Presiden Jokowi 3 September akan menyengsarakan rakyat, maka parpolnya menolak kenaikan tersebut. (AyoBandung.com,09/09/2022).
Selain dari PKS, penolakan kenaikan BBM juga disampaikan ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat, Saeful Bachri, menurutnya pemerintah membuat kebijakan tanpa memikirkan rakyat dan terkesan serampangan. Di saat bersamaan justru pemerintah menyalurkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang dinilai kurang relevan, terkesan untuk pencitraan. Hal ini terlihat jika pemerintah tidak melakukan penghematan yang akan membuat harga BBM stabil atau tetap. (JurnalSoreang.com, 6/9/2022)
Reaksi penolakan khususnya dari partai politik, harusnya bisa menjadi muhasabah lil hukam (kritik sebagai wakil rakyat kepada penguasa). Bukan hanya sekadar aksi yang memiliki tujuan tertentu menjelang pilpres. Namun harus benar-benar mewakili rakyat atas kebijakan zalim ini yang dilakukan penguasa. Sebab, mengingatkan penguasa merupakan kewajiban rakyat terutama partai politik.
Dari aksi-aksi tersebut ada hal yang lebih penting yaitu menawarkan solusi tuntas yang berdampak kepada perubahan yang revolusioner (menyeluruh), tidak sebatas solusi parsial (sebagian) dan pragmatis (instan). Karena sesungguhnya kebijakan yang diambil pemerintah dengan menaikkan harga BBM dapat dipastikan akan meningkatkan biaya hidup masyarakat. Seperti harga-harga akan ikut naik akibatnya beban operasional seluruh kegiatan ekonomi masyarakat juga bertambah, tak terkecuali armada transportasi.
Setidaknya negara punya empati terhadap rakyat untuk tidak terus-menerus menyengsarakan mereka. Terlebih dampak pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi rakyat belum stabil. Maka, naiknya BBM akan berdampak buruk pada geliat ekonomi, di samping keterpurukan di berbagai bidang.
Jelaslah, kebijakan yang dilakukan pemerintah tentang kenaikan BBM adalah tindakan zalim. Dengan dalih APBN terbebani dan karena minyak dunia naik, rakyat dipaksa menanggung beban yang tidak seharusnya. Lalu di mana tanggung jawab negara jika rakyat harus mencari jalan keluar sendiri untuk mengatasi masalahnya?
Inilah fakta jika suatu negara menganut sistem demokrasi kapitalisme. Apa yang seharusnya menjadi hak publik dan dikelola negara justru diserahkan dan dijual pada asing. Demokrasi kapitalisme adalah penyebab hilangnya fungsi negara yang bertanggung jawab mengurusi rakyat.
Dalam sistem ini pula rakyat dianggap beban bagi negara dan memilih mengutamakan para pemilik modal. Padahal perilaku pemimpin seperti ini bertentangan dalam aturan Islam karena menyia-nyiakan amanah yang telah dibebankan pada dirinya. Allah Swt. berfirman:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil". (QS. An-Nisa: 58)
Inilah yang seharusnya disampaikan oleh seluruh kaum muslim dan para petinggi partai politik pada penguasa. Sehingga, amanah bisa berwujud menjadi tanggung jawab sebagaimana arahan syariat. Penguasa yang mendapat amanah mengurus umat harusnya menjadikan setiap kebijakan sesuai ketentuan syariat, termasuk bahan bakar.
BBM dan sumber energi lainnya adalah hak publik karena termasuk kepemilikan umum. Negara hanya berwenang mengelolanya demi kepentingan rakyat. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah saw.
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal dan memiliki hak yang sama dalam 3 perkara: air, padang rumput, dan api. Maka haram hukumnya jika dihargai." (HR Ibn Majah dan Ath-Thabarani)
Untuk itu, penguasa harus memberikan akses atas kepemilikan umum ini kepada semua rakyat, baik miskin ataupun kaya. Karena mereka memiliki hak yang sama untuk menikmati semua kekayaan dari alam yang merupakan hajat hidup orang banyak. Negara yang menerapkan sistem Islam akan sebaik mungkin mengelola kepemilikan umum ini, untuk kepentingan publik. Pemimpin dalam Islam akan memberikan apa yang seharusnya menjadi hak rakyat secara gratis, atau jika pun harus membeli dengan harga yang sangat relatif murah sehingga bisa dijangkau oleh semua rakyat.
Oleh sebab itu, bertahan dalam sistem demokrasi kapitalisme akan membawa kesengsaraan yang tiada berkesudahan. Sebagai muslim sudah seharusnya harapan dan menjadi tujuan yaitu hanya sistem Islam yang akan menerapkan syariat secara kaffah. Dan harus berani mencampakkan sistem buatan manusia, yaitu demokrasi kapitalisme yang telah terbukti menyengsarakan rakyat. Sudah saatnya umat menerima syariat Islam kaffah dalam sistem yang sahih yang sudah jelas mendatangkan kemaslahatan dan keberkahan.
Wallahu a'lam bish shawwab.[]