“Bagi pemuda Islam, pilihan terbaik adalah menjadi agen penyeru yang dengan lantang berteriak: Aku adalah tulang punggung dakwah dan penunggang al-‘adiyat di tengah deburan ombak kezaliman.”
Oleh. Sartinah
(Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Ir. Soekarno)
Kalimat motivasi tersebut pernah dipekikkan oleh bapak bangsa Indonesia, Bung Karno. Ungkapan tersebut sejatinya bermakna bahwa para pemuda memiliki peran yang begitu penting. Mereka adalah sosok yang memiliki semangat membara bagai ditempa di ‘kawah candradimuka’, sehingga memiliki mental sekeras baja, dan mempunyai keinginan kuat yang tidak pernah pupus. Karenanya pemuda memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan suatu bangsa.
Ya, pemuda adalah agen perubahan yang akan mengubah peradaban suatu bangsa, apakah akan menjadi baik, atau justru sebaliknya. Dari tangan-tangan mereka pula, tongkat estafet kepemimpinan digenggam. Karena itu, sebuah bangsa yang besar akan memahami pentingnya mencetak generasi berkualitas yang memiliki keunggulan di bidang sains dan teknologi, serta memiliki kepribadian yang istimewa. Dengan keunggulan pada aspek tersebut, mereka akan mengantarkan bangsanya menjadi sebuah bangsa yang besar. Lantas, bagaimana gambaran pemuda saat ini, sudahkah layak menjadi agen perubahan?
Potret Buram Pemuda Masa Kini
Tak bisa dimungkiri, teknologi telah membawa manusia mengarungi era digitalisasi yang melahirkan perkembangan ilmu pengetahuan di setiap masa. Selain itu, berkembangnya teknologi juga menjadi pusat pertukaran informasi yang nyaris terjadi setiap detiknya. Sayangnya, era digitalisasi yang nyaris tanpa sekat tersebut, tidak hanya menghasilkan nilai positif, tetapi juga melahirkan dampak negatif khususnya terhadap generasi muda.
Sebuah survei menyatakan bahwa jumlah pengunjung website pornografi setiap tahunnya sekitar 72 juta orang. Dalam setiap detiknya ada 28 ribu pengguna internet yang melihat konten pornografi. Dua pertiga dari para penikmat konten pornografi adalah laki-laki dan sisanya adalah kaum perempuan. Mirisnya, konsumen terbesar dari penikmat pornografi di internet adalah kelompok usia 12 hingga 17 tahun. (Kemkes.go.id, 22/07/2022)
Nasib buram generasi muda tak hanya sampai di sana. Mereka juga menjadi penikmat barang haram bernama narkoba. Mengutip data dari BNN, terjadi peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba pada rentang usia 15 sampai 64 tahun. Yakni dari 1,80 persen di tahun 2019, menjadi 1,95 persen di tahun 2021. Dalam kasus ini pun remaja dan mahasiswa masuk dalam kategori tersebut. (Inews.id, 31/03/2022)
Tak hanya soal pornografi dan narkoba, generasi muda juga berada dalam pusaran seks bebas yang makin mengkhawatirkan. Bahkan, seks bebas yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi tersebut, telah mengakibatkan banyaknya kasus hamil di luar nikah. Salah satu kota di Indonesia yang menempati posisi pertama dengan kasus hamil di luar nikah adalah Tangerang Selatan. Berdasarkan data pada November 2021 saja, terdapat 276 kasus hamil di luar nikah. Jumlah tersebut pun belum final karena masih harus menunggu pendataan secara lengkap. (Sindonews.com, 06/01/2022)
Realitas tersebut belum termasuk data dari pengguna narkoba, tawuran antarpelajar, aborsi, perkosaan, HIV/AIDS, begal, dan lainnya, yang semakin menyempurnakan potret miris generasi Z. Melihat fakta tersebut, patutlah setiap orang mengelus dada, prihatin, dan berduka. Bagaimana tidak, mereka yang seharusnya menjadi cikal bakal pemimpin masa depan, kini terperosok dalam kubangan kehidupan liberal tanpa batas. Walhasil, generasi saat ini bukannya menjadi motor penggerak perubahan, tetapi justru menjadi agen kerusakan dan kemaksiatan.
Jeratan Halus Kapitalisme
Ibarat sudah jatuh, masih tertimpa tangga pula. Tampaknya itulah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kondisi generasi muda saat ini. Setelah mereka dijerat paham kebebasan yang menyebabkan terjadinya degradasi moral, mereka pun dimanfaatkan oleh kapitalisme demi kerakusan bisnis industrinya. Jadilah generasi muda sebagai kaum pembebek yang mengikuti semua arahan dan skenario yang memang sengaja dirancang untuk mematikan pola pikir kritis para pemuda.
Tanpa sadar, para pemuda pun diarahkan menjadi penjaga industri para kapitalis. Kapitalisme terus menjerat generasi muda atas nama globalisasi untuk menjauhkan mereka dari Islam dan identitasnya. Setidaknya ada tiga strategi yang dilakukan para pengemban kapitalisme demi membuat pemuda berdiri sebagai benteng pertahanan industrinya.
Pertama, jeratan life style (gaya hidup). Cara terhalus menghegemoni pemikiran para pemuda adalah menyerangnya dari sisi budaya atau culture strike. Strategi ini akan berimplikasi pada degradasi akhlak para pemuda. Lihat saja bagaimana industri mereka di bidang food, fashion, dan fun, telah berhasil mengalihkan pikiran generasi muda saat ini. Mereka hanya terfokus pada urusan kesenangan, makanan, dan gaya hidup tanpa mau direpotkan dengan urusan umat, agama, apalagi halal dan haram.
Industri tersebut pun pada akhirnya membentuk sifat konsumtif, hedonis, dan konsumerisme di kalangan generasi muda. Padahal, pola konsumtif tersebut hanyalah menguntungkan korporasi karena semakin mendatangkan cuan bagi mereka. Lambat tetapi pasti, prioritas hidup generasi muda pun berubah arah. Konsumerisme dijadikan indikator kesuksesan, bukan lagi pada tingkat ketakwaan. Semakin mampu membeli dan memiliki barang-barang branded, maka akan semakin mengangkat status sosial seseorang.
Kedua, mengokohkan pemuda sebagai aset industri (tenaga kerja). Pemuda adalah pihak yang memiliki sumbangsih besar dalam sektor ketenagakerjaan. Kapitalisme lantas membidik para pemuda untuk menggerakkan ekonomi dari industri yang dijalankannya. Mereka memanfaatkan jasa para pemuda sebanyak-banyaknya, namun dengan menekan gaji sekecil-kecilnya. Walhasil, pendidikan yang seharusnya membentuk kepribadian yang mumpuni, kini hanya sekadar dipersiapkan untuk terjun ke dunia kerja.
Ketiga, para pemuda dijadikan sabuk penguat industrialisasi kapitalisme. Pemberdayaan ekonomi yang selama ini dinarasikan demi membentuk pemuda produktif hanyalah kedok. Para pemuda hanya dimanfaatkan skill dan tenaganya demi keuntungan korporasi semata. Mereka dituntut produktif dalam sektor-sektor industri dengan dalih untuk menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Di satu sisi keahlian dan tenaga mereka diperas sebagai penggerak industri kapitalis, namun di sisi lain mereka pula yang menjadi target pasar untuk membelinya. Hal ini bukanlah pemberdayaan, tetapi pembajakan pemuda untuk menjadi budak industri kapitalisme.
Faktor-faktor tersebut semakin membuat para pemuda muslim kehilangan kesempatan untuk memperoleh maklumat perubahan sahih yang berasaskan Islam. Sebab, arah berpikir kritis mereka telah dibelokkan oleh kuatnya hegemoni kapitalisme. Maka, wajarlah jika para pemuda Islam saat ini seperti serigala tanpa taring yang tidak mampu melawan terjangan produk dan pemikiran Barat.
Sadarlah Wahai Pemuda!
Realitas pemuda saat ini menunjukkan bahwa mereka sedang tidak baik-baik saja. Mereka diserang dari segala arah agar potensi sebagai motor penggerak benar-benar terkubur. Para pemuda telah terjerat gaya hidup kebarat-baratan dan menjadikan prioritas hidupnya hanyalah tentang dunia. Soal agama dan akhirat, tak ada dalam kamus hidup mereka. Jika para pemuda tak segera bangkit dari sihir kapitalisme, niscaya perubahan hakiki yang telah lama dicita-citakan hanyalah sebatas angan.
Di tengah buruknya kondisi saat ini, kaum muda hanya memiliki dua pilihan, yakni diam dan hanyut terbawa derasnya arus kehidupan sekuler, atau menjadi agen-agen penyeru perjuangan Islam. Bagi pemuda Islam, pilihan terbaik adalah menjadi agen penyeru yang dengan lantang berteriak, “Aku adalah tulang punggung dakwah dan penunggang al-‘adiyat di tengah deburan ombak kezaliman”. Sebab, jika para pemuda memilih diam dan berdiri di zona nyaman tanpa mengungkapkan visi-misi perjuangan mereka, maka bagaimana mungkin kebangkitan Islam akan terjadi?
Sudah saatnya pemuda kembali pada jati diri keislamannya agar gelar agent of change kembali melekat di pundak mereka. Lantas, bagaimana sejatinya karakter pemuda Islam yang akan mengembalikan marwah agama ini? Tentu saja, mereka adalah generasi yang memahami Islam; mengimani segenap ajaran Islam; mengamalkan dan mendakwahkan Islam; mengikat persaudaraan dengan ikatan Islam; mengarahkan dan menggerakkan potensi umat Islam; optimis terhadap masa depan Islam; introspeksi diri terhadap segala hal yang telah dilakukan; dan ikhlas terhadap setiap pengabdian di jalan Islam. Apabila karakter tersebut kembali melekat pada pemuda-pemuda Islam, maka perubahan, kebangkitan, dan kejayaan Islam hanya tinggal menunggu waktu.
Pemuda, Peletak Peradaban Islam
Pada setiap zaman, pemuda merupakan ujung tombak yang memiliki peran dan andil besar dalam Islam. Karena itu, Islam menempatkan pemuda sebagai aset berharga yang dijaga, dimuliakan, dan diberdayakan demi kepentingan dan keselamatan peradaban di dunia maupun akhirat. Bentuk perhatian terhadap kehidupan pemuda bahkan sudah dilakukan saat mereka berada dalam kandungan ibunya.
Islam dengan seperangkat aturannya yang paripurna telah menjaga kehidupan para pemuda dan masyarakat yang berada di dalamnya agar terhindar dari segala bentuk perilaku menyimpang. Tak hanya menjaga dari perilaku menyimpang, Islam bahkan menutup semua pintu-pintu kemaksiatan. Islam pun akan mendorong para pemudanya agar disibukkan dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan mendedikasikan dirinya untuk agama, masyarakat, dan bangsanya.
Kokohnya keimanan dan semangat para pemuda Islam disebabkan pola pendidikan terbaik yang berasaskan akidah Islam. Hasilnya, di era keemasan Islam itulah lahir tokoh-tokoh dari kalangan pemuda yang sangat menginspirasi, bahkan kisah mereka tetap masyhur hingga kini. Di antara mereka ada Muhammad Al-Fatih yang menjadi seorang khalifah pada usia 22 tahun. Baru dua tahun setelah menjabat, beliau telah berhasil menaklukkan benteng legendaris Konstantinopel yang berbilang abad tak tersentuh lawan.
Ada pula Usamah bin Zaid yang telah menjadi panglima perang pada usia 18 tahun saat terjadi peperangan melawan Romawi. Pemuda lainnya adalah Umar bin Abdul Aziz yang pada usia masih belia yakni 22 tahun, telah menjadi gubernur di Madinah. Sosok pemuda lain yang tidak kalah mengagumkan adalah Imam Syafi’i yang telah menjadi seorang mufti pada usianya yang baru 15 tahun.
Masih banyak lagi tokoh-tokoh dari kalangan pemuda yang sangat menginspirasi pada masa silam, yang notabene mereka hidup dalam naungan Islam. Mereka adalah para pemuda yang menjadi tonggak peradaban Islam. Melalui tangan-tangan mereka, kejayaan Islam telah tercatat dalam tinta emas sejarah yang tidak bisa terbantahkan hingga kini.
Karena itu, sudah saatnya generasi muda kembali pada jati diri keislamannya dan bertindak sebagai motor penggerak bangkitnya peradaban Islam. Dengan itu, gelar umat terbaik akan kembali disematkan kepada mereka sebagaimana firman Allah Swt., “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 110)
Khatimah
Perjuangan membangun kembali peradaban Islam memang bukan perkara mudah, namun bukan pula suatu hal yang mustahil. Sebab, tidak ada kata mustahil jika Allah Swt. telah menjanjikannya. Karenanya, para pemuda harus menyingsingkan lengan baju, membulatkan tekad, mengokohkan iman, kemudian berjuang bersama-sama demi tegaknya ‘izzul Islam wal muslimin’. Jika kalian ‘duhai pemuda’ masih enggan berjuang, maka yakinlah bahwa Allah Swt. akan menggantikanmu dengan yang lain. Sebab, pejuang Islam akan selalu ada di setiap zaman yang akan bersedia berkorban demi tegaknya Islam di bumi Allah.
Wallahu a’lam bi ash shawab[]