Seindah Pelangi

“Andi tak berhenti belajar. Dia ikut kajian per pekan atas rekomendasi ustaz dari Fahri. Malam ini, dia usai mengisi hatinya dengan keimanan dan berkumpul dengan orang-orang saleh yang mendukungnya untuk berubah. Mereka tidak pernah menghujat atas masa lalunya. Andi sangat bersyukur.”

Oleh. Solehah Suwandi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Bukan harta yang membuat bahagia. Begitulah satu kesimpulan yang dirasakan oleh Andi. Setelah menempuh berbagai cara demi popularitas dan harta, kini ia justru terkurung gelisah.

Dia menyadari jika hidupnya salah, telah menyalahi fitrah dan terus bermaksiat.

“Astagfirullah,” desah Andi. Ia pandangi apartemennya yang mewah. Segala fasilitas adalah berkat kerja kerasnya. Harusnya dia sangat nyaman dengan rumah dan lingkungannya saat ini. Sebab dihargai dan lebih dipandang sebagai manusia normal serta mendapat dukungan.

Kamu pasti bisa. Mau kapan lagi berubahnya kalau bukan sekarang? Jangan sampai ajal duluan yang datang.

Satu pesan WhatsApp dari Fahri membuyarkan lamunannya. Dia adalah sahabat yang senantiasa mengingatkan Andi. Sejak duduk di bangku kuliah, orang-orang sering mengira jika Fahri dan Andi adalah pasangan sesama jenis. Namun, nyatanya Fahri tidak begitu. Dia benar-benar lelaki tulen yang ingin membantu Andi untuk berubah menjadi pria seutuhnya juga.

"Aku mau bertemu denganmu, bisa?"
"Bisa, di mana?"balas Andi
"Seperti biasa"

Dengan mengucap basmalah, Andi berniat menemui Fahri, teman sekaligus pria yang pernah ia cintai. Baru pertama kali sejak dia dinobatkan menjadi ratu kecantikan para gay, Andi keluar rumah mengenakan pakaian pria. Namun, ia merasa aneh dan tidak nyaman. Wajahnya terlalu cantik untuk menjadi seorang lelaki. Dengan sikap kemayunya, ia kembali lagi ke dalam kamar dan merubah penampilannya.

Sudah berulang kali ia ingin hidup normal, tetapi sulit untuk diwujudkan. Berpenampilan wanita seperti ini membuatnya merasa lebih percaya diri. Andini, itulah nama saat ia menjadi perempuan.

Sejak kecil, hatinya memang sangat lembut. Fisiknya yang lemah membuatnya berteman hanya dengan wanita. Sebab, teman-teman prianya sering menyakiti fisik dan perasaannya. Lama kelamaan, dia nyaman dengan kondisinya yang feminin.

Dahulu, ia sempat minder memiliki penyakit kelainan seperti ini. Namun sekarang, orang-orang seperti dirinya mulai diterima, bahkan ditampung dan sengaja ditumbuhsuburkan. Sejak mengikuti kontes kecantikan para gay, uang begitu mudah didapatkan. Bagaimana tidak menggiurkan? Di saat orang-orang susah mencari pekerjaan dan semuanya serba mahal, cukup berubah menjadi kewanita-wanitaan, pintar berdandan, dan nilai plus jika memiliki wajah tampan, maka cuan akan terus mengalir.

Bahkan, tidak sedikit pria yang merubah total hidupnya. Operasi dari ujung kepala hingga kaki demi harta dan popularitas. Namun, Andi tidak separah itu. Ia hanya memoles wajahnya yang memang sudah tampan.

Andi mengenakan celana jeans panjang, dipadu dengan kemeja kotak-kotak, dan tak lupa memakai wig kesayangan. Ia pun berdandan seperti layaknya seorang wanita. Andi tersenyum menatap wajahnya. Jika orang tak mengenalnya, pasti akan menyangka dia wanita asli.

Sesaat kemudian, ia berhenti tersenyum. Ini fana, sementara.

Hati kecilnya tak bisa berbohong. Dia tetap gelisah. Tak mau berlama-lama menatap dirinya di cermin, Andi segera berangkat bertemu Fahri.

Mobil mewahnya mengantarkan tubuhnya menuju tempat yang telah ditentukan. Ternyata Fahri, pria tampan dan macho itu, sudah menunggu Andi di sudut kafe. Andi setengah berlari manja menuju meja di mana Fahri berada.

“Astagfirullah! Kenapa masih berpenampilan begini?” Fahri menepuk jidat, kesal melihat Andi, sahabatnya itu, masih berpenampilan wanita.

“Aku enggak pe-de, Ri,” jawab Andi halus.

“Astagfirullah! Terus kapan kamu mau berubah kalau enggak dari sekarang?” tanya Fahri sabar.

“Fahri, memang apa salahku? Aku terlahir begini.”
“Ndi, kamu terlahir lelaki, hanya saja terbiasa hidup bagai perempuan. Ini penyakit Ndi, penyakit yang harus disembuhkan.”
“Tetapi Fahri, mengapa orang seperti kami mulai diterima? Bahkan, di negara-negara maju sekalipun mereka bisa hidup bebas,” lirih Andi sembari menundukkan kepala.

“Astagfirullah! Kamu tahu kalau saat ini kita hidup tidak diatur dengan aturan dari Allah, makanya bebas. Namun, bagi orang yang waras, jangan sampai hal ini tumbuh subur di negeri tercinta. Karena perbuatan kalian akan mengundang bencana, seperti bencana yang dirasakan oleh kaum Nabi Luth. Kenapa kita harus yakin? Sebab Allah sendiri yang mengatakan di dalam Al-Qur’an. Bahkan, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda bahwa hukuman bagi pelaku gay adalah dibunuh.”

“Kalau kayak gitu, berarti syariat Islam enggak toleran, Fahri.”

“Ya, Allah, istigfar kamu, Ndi! Syariat Islam itu justru menjaga fitrah manusia. Kamu diuji dengan penyakit seperti ini, harusnya bersabar untuk mengobati. Bukan malah membiarkan penyakit kelainan bersarang di kehidupanmu,” sergah Fahri.

“Tetapi, Fahri…”
“Tetapi kenapa? Kamu takut enggak dapat rezeki bila menjadi lelaki sejati? Jangan takut Ndi, rezeki, jodoh, dan maut sudah diatur sama Allah. Sekarang tanyakan saja pada hatimu, apakah perbuatanmu benar?”

Fahri menarik napas. Walau bagaimanapun, Andi adalah orang baik. Dia harus diselamatkan dari kekeliruannya. Dia harus tahu jika perbuatannya tidak dibenarkan dalam agama.

“Fahri, jiwaku sejak lahir sudah begini. Aku feminin dari dahulu, Fahri,” kata Andi masih ngeyel .

“Itu penyakit! Bisa disembuhkan,” bantah Fahri.
“Dengan cara apa?” tanya Andi sembari mengusap air mata, menekan gelisah.
“Menikah!”

“Apa? Menikah?” tanya Andi kaget. Andai ia dalam posisi minum, pasti akan tersedak saking kagetnya. Dalam hidupnya tak pernah sedikit pun terlintas akan pernikahan. Ia hanya menggelengkan kepala berkali-kali.

“Kenapa? Enggak kepengen sembuh?” tanya Fahri mengintimidasi. Andi menatap wajah Fahri sesaat.

“Tetapi aku tak menyukai wanita, Fahri,” jawab Andi sedih.
“Kamu pasti bisa kalau punya kesungguhan yang kuat. Namun, sebenarnya terserah sih. Yang jelas, Allah enggak akan mengubah kondisimu sebelum kamu mengubahnya. Dan, yah, kalau dirimu memang enggak takut dosa. Ingat Ndi, hidup itu sebentar. Kalaupun kamu kaya, menikmati penyakitmu paling hanya berapa tahun. Paling lama, mungkin seratus tahun? Namun, setelah itu disiksa di neraka.”

“Jadi, aku harus gimana?” tanya Andi takut.

“Ya, pertama, kamu harus punya tekad yang kuat untuk sembuh. Caranya, niatkan semua usahamu dalam memperbaiki hidup hanya karena Allah. Kamu gak mau Allah membencimu ‘kan?. Kemudian, buang semua pakaian perempuan dan yang terkait dengan kewanitaan. Mulailah pakai pakaian lelaki. Terus, pergi dari komunitas para banci. Kalau sekiranya kamu sudah kuat, bolehlah ajak mereka buat tobat. Selanjutnya, kamu cari ilmu tentang kehidupan, menikah dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Jangan lupa salat, sambil meruqiah diri sendiri,” kata Fahri.

“Ndi, harus selalu kamu ingat bahwa setelah mati itu kita justru akan hidup kembali. Di saat itu, enggak akan lagi berguna hartamu. Justru, kamu akan ditanya dari mana mendapatkan harta dan untuk apa dibelanjakan. Jangan korbankan akhiratmu demi dunia yang sebentar,” sambung Fahri.

“Aku tahu itu, Fahri. Dunia ini tidak lama. Jadi, tolong bantu aku untuk sembuh,” pinta Andi pilu.

Setelah pertemuan itu, Andi benar-benar mencoba untuk merubah penampilannya. Dia juga sudah tak pernah mendatangi komunitas yang selama ini membesarkan namanya. Bahkan, ia tidak lagi mengunggah video di sosmed dengan berpenampilan wanita.

Sebenarnya, di antara orang yang mendukung dan menghujat dia saat jadi perempuan, lebih banyak yang menghujat. Setelah ia menyatakan ingin berubah melalui video yang diunggah, komentar dukungan mengalir indah. Bahkan, videonya menjadi viral.

Andi memang sudah tampan sejak lahir. Tanpa operasi plastik dan hanya mengandalkan make up , wajahnya sudah menawan. Tak sedikit wanita di sosial media yang terang-terangan ingin jadi kekasihnya. Namun, Fahri selalu mengingatkan bahwa pacaran pun tak dibenarkan dalam agamanya.

Andi tak berhenti belajar. Dia ikut kajian per pekan atas rekomendasi ustaz dari Fahri. Malam ini, dia usai mengisi hatinya dengan keimanan dan berkumpul dengan orang-orang saleh yang mendukungnya untuk berubah. Mereka tidak pernah menghujat atas masa lalunya. Andi sangat bersyukur.

Setelah mengikuti kajian, ia pulang dengan perasaan yang sangat tenang. Namun, di tengah perjalanan, ia melihat seorang gadis sedang diganggu oleh dua pria. Andi gelisah, antara menolong atau membiarkan gadis itu. Jalanan masih tampak ramai, tetapi mengapa tak ada satu pun yang mau berhenti menolongnya? Keterlaluan! Andi masih memperhatikan gadis dan dua pria itu. Tampak si gadis ditarik-tarik.

“Gak bisa dibiarin!” pekik Andi. Ia meminggirkan mobilnya lalu turun dan berlari ke arah si gadis. Terdengar dari luar mobil, gadis itu meminta tolong dan terus meronta.

“Hei! Hentikan!” kata Andi keras. Dia sendiri sampai terkejut dengan suaranya. Kenapa bisa se- gentle itu. Andi tersenyum sendiri.

Dua preman terlihat melepaskan si gadis bergamis ungu itu. Ia lalu berlari ke belakang Andi meminta perlindungan sambil sesenggukan.

“Jangan beraninya dengan perempuan, ya!” gertak Andi lagi. Padahal, dalam hatinya dia juga takut. Melihat perbedaan badannya sungguh tak memungkinkan jika Andi bisa mengalahkan dua preman berpostur tinggi dan tegap itu. Kedua preman itu tertawa melihat Andi yang sok jagoan.

“Kamu, anak gemulai mau sok jadi pahlawan? Ahaha jangan mimpi!” gertak salah satu dari mereka. Andi jadi gentar, ia mundur perlahan. Tubuhnya gemetar.

“Tolong saya, ya, Allah,” doa si gadis terdengar di telinga Andi. Sesaat Andi melihat wajah gadis itu di bawah temaram lampu jalan. Ia sangat ketakutan. Ya, Allah tolong kami. Doa Andi juga.

Andi maju perlahan. Kedua preman tersebut sangat meremehkan kekuatan Andi yang tampak gemulai. Namun, tak disangka Andi menendang sekuat tenaga alat vital salah satu preman sampai tersungkur dan merintih kesakitan.

“Aduh! Kurang ajar kau!” hardik preman yang ditendang Andi. Saat mereka lengah, tanpa permisi Andi menggenggam tangan gadis itu lalu mengajaknya berlari menuju mobil yang terparkir tak terlalu jauh.

“Hei! Kurang ajar kalian!” Salah satu preman mengejar Andi.
“Wii, udah biarin mereka! Tolongin saya!” cegah preman yang masih kesakitan.

Andi dan gadis itu berhasil masuk ke dalam mobil dengan selamat. Andi menghidupkan lampu mobil. Tampak seraut wajah ayu yang sederhana. Pakaiannya tertutup. Namun, basah dengan air mata.

Andi menjalankan mobilnya, ia bingung harus berkata apa.
“Emh, maaf, rumahmu di mana?” tanya Andi setelah beberapa menit mobil berjalan tanpa arah. Gadis di sampingnya pun sudah terlihat tenang.

“Sa-saya diberhentikan saja di tempat yang ramai. Jangan terlalu lama kita berdua-duaan di dalam mobil. Namanya ikhtilat,” kata gadis itu tegas. Sangat kontras dengan wajahnya beberapa saat lalu.

“Tetapi?”
“Tolong turunkan saya di depan situ!” seru gadis itu sambil menunjuk pusat perbelanjaan di ibu kota. Andi menurut.

“Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas segala kebaikanmu,” kata si gadis sembari turun dari mobil. Ia tak memandang Andi sedikit pun. Membuat pria berhati lembut itu sedikit sedih dan insecure .

Andi mengela napas. Matanya masih memperhatikan gadis itu membaur di tengah keramaian sambil terus memainkan gawainya. Andi melanjutkan perjalanannya pulang ke apartemen.

Setelah sampai di kamar, Andi sangat takjub memandang dirinya di depan cermin. Ia tak menyangka bisa menolong seorang gadis. Hatinya berdesir mengingat wajah gadis tadi. Andi mengangkat lengannya. Bergaya seperti pria maskulin. Andi tertawa. Hatinya sangat bahagia malam ini.

Andi tak mau melewatkan momen bahagia ini tanpa cerita pada Fahri. Sahabatnya itu harus tahu jika dirinya sudah mulai berani dan bersikap gentle .

Besok wajib ketemu. Saya mau cerita sama kamu, Fahri. Di tempat biasa.
Pesan terkirim. Tak lama kemudian, Fahri membalas.
Iya .

Andi masih tersenyum bahagia. Setelah wudu, ia bersiap untuk tidur.

Pagi ini tampak secerah hati Andi. Setiap hari jiwa lelakinya makin tumbuh. Ia mulai percaya pada perkataan Fahri, jika penyakit gay bisa disembuhkan. Andi percaya, Allah adalah Zat Yang Maha Pengampun dan akan mengubah sesuatu jika kita mau berusaha mengubahnya.

Andi datang lebih awal. Biasanya Fahri yang selalu menunggu. Beberapa menit berlalu hingga akhirnya Fahri datang. Namun, Andi sangat terkejut melihat wanita di samping Fahri tampak dekat sekali.

Apakah itu kekasih Fahri? Batinnya bertanya. Ada kesedihan yang menyelinap di dalamnya. Hatinya berdesir.

Wanita di samping Fahri pun tampak terkejut dan salah tingkah.
“Punya pacar, gak ngomong-ngomong kamu, Fahri,” kata Andi pelan.
“Pacar dari Hongkong! Ini adikku!” jawab Fahri sambil menoyor kepala Andi.
“Apa? Adik?” Andi terkejut.
“Iya nih, ke mana-mana aku harus mengawal sekarang. Kalau kamu mau cerita, jangan lama-lama. Aku mau nganter dia dan nungguin dia sampai pulang kuliah. Semalam abis diganggu preman,” kata Fahri kesal.

“Aku suruh dia menikah biar ada yang menjaga, tetapi belum mau terus,” sambung Fahri lagi.
“Fahri, apakah aku boleh menjadi suami adikmu?” tanya Andi tanpa ragu.
“Apa? Kamu ngomong yang bener!” Fahri terkejut bukan main.

“Aku akan menjaga adikmu, seperti semalam aku menjaganya. Bahkan, lebih baik lagi,” kata Andi mantap sembari menatap gadis yang tertunduk di samping sahabatnya. Ternyata ia jauh lebih cantik dibanding penampilannya semalam.

“Jadi, kamu yang menolong adikku semalam? Masyaallah! Makasih banyak, Ndi!” mata Fahri berkaca-kaca. Ia tak segan merangkul Andi penuh kebanggaan.

“Intan, apakah kau mau menikah dengan sahabatku ini yang sebelumnya pernah aku ceritakan padamu?” tanya Fahri pada adiknya. Dengan masih menunduk, Intan menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum.

“Alhamdulillah,” ucap mereka bersamaan.

Hari ini, bunga-bunga cinta merekah di hati Andi. Ia sangat bersyukur pada pemilik jiwanya. Allah sangat adil dengan segala keputusan-Nya. Pria terlahir dengan hati yang lembut dan halus sepertinya harus disyukuri. Namun, bukan berarti membiarkan nafsunya melampaui akal dan rambu-rambu agama.

Menyandarkan hidup dan patuh hanya kepada Allah dan Rasulullah adalah kewajiban setiap orang Islam. Karenanya, akan lahir sebuah ketenangan jiwa. Untuk meraihnya, perlu ilmu yang harus terus dipelajari sampai terpisahnya nyawa dengan raga.

Lampung, 23 September 2022. 02:09 WIB.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Solehah Suwandi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tato, antara Life Style, Medis, dan Syariat
Next
Sadarkan Diri dari Uang Beracun
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

endingnya so sweet.. semoga Allah Swt menyembuhkan saudara saudari seiman kita yang terjebak lgbtq ini..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram