”Hal ini membuktikan negara Indonesia sebagai negara pengekor kebijakan tengah menjadi incaran asing, dan investasi asing merupakan kedok penjajahan di bidang ekonomi. Dahulu kita menyebut ini sebagai ‘penjajahan’, sekarang mereka menyebut ini ‘bisnis’, dan rezim menyebutnya sebagai ‘investasi asing’.”
Oleh. Wa Ode Mila Amartiar
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pemerintah saat ini berupaya untuk menarik lebih banyak investor asing, demi menunjang perkembangan ekonomi di Indonesia. Berbagai kebijakan pun dibuat, mulai dari pembangunan infrastruktur besar-besaran, promosi investasi ke berbagai negara, hingga fasilitas perizinan pun dibenahi.
Presiden Joko Widodo meminta kepada Direktorat Jendral Imigrasi untuk melakukan perubahan layanan imigrasi, agar arus investasi menjadi lebih baik dan jumlah wisatawan asing meningkat. Terutama terkait Visa on Arrival (VoA) dan Kartu Izin Terbatas (Kitas), yang terkesan berbelit-belit dan memunculkan keluhan bagi para pengguna layanan. Presiden juga mengaku malu, karena mendapat keluhan dari para investor asing terkait sulitnya mendapat izin tinggal di Indonesia. Menurut Presiden, sistem imigrasi saat ini masih sangat mengatur dan mengontrol, sehingga ia berharap “gaya lama” tersebut bisa diubah secara total. Jika perlu, seluruh jajaran seperti Direktur Jendral (Dirjen) hingga bawahannya diganti semua. Menurut presiden, kemudahan ini harus dilihat dari sisi besarnya investasi, jumlah lapangan kerja yang dibuka, kontribusi terhadap ekonomi, maupun dampaknya pada peningkatan ekspor. Oleh karena itu, kemudahan Visa dan Kitas bagi investor asing diyakini dapat memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia. (Suara.com, 11/09/2022)
Namun, benarkah kebijakan ini 100% untuk rakyat Indonesia? Bukankah ini justru menunjukkan bahwa pemerintah sedang mempertaruhkan kedaulatan ekonomi kita? 77 tahun Indonesia merdeka, namun belum juga menunjukkan sikap kemandirian dalam upaya menopang ekonomi bangsa ini. Hal ini justru membuktikan bahwa Indonesia masih bergantung pada negara lain, tanpa ada inisiatif membangun ekonomi negara secara mandiri. Kebijakan ini sejatinya menunjukkan bahwa penguasa hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator bagi para investor asing dalam memenuhi hasrat para kapitalis.
Investasi Minim Prestasi
Sekilas peran investor asing ini memberi dampak positif, tetapi jika dicermati lebih dalam, faktanya tidak berbanding lurus dengan yang terjadi di masyarakat. Jika investasi memang benar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong masyarakat sejahtera, mengapa kemiskinan dan kelaparan masih ada di negeri ini? Jika kita kalkulasi perhitungan PDB per kapita, sungguh tidak menunjukkan realitas yang sebenarnya. Sistem kapitalis menghitung pertumbuhan ekonomi dengan membagi rata pendapatan rakyat. Sementara aktualnya, pendapatan yang mendominasi perhitungan tersebut hanya golongan elite saja, dan bukan rakyat ekonomi menengah ke bawah.
Faktanya dalam proyek investasi, tidak sedikit para investor membawa serta produk asal negara mereka dalam pembangunan yang dilakukan. Meski kadang terjadi transfer teknologi, hal ini tidak mengubah dominasi asing dalam menggarap proyek-proyek strategis negara. Di saat yang bersamaan, mereka membawa tenaga kerja asing, saat jumlah pengangguran di negeri ini yang begitu banyak. Kesenjangan pun sering terjadi, di mana upah tenaga kerja pribumi lebih sedikit dibandingkan besaran upah yang diterima tenaga kerja asing, walau pun bentuk pekerjaannya sama. Para investor berdalih bahwa tenaga kerja pribumi belum memiliki keahlian dibandingkan dengan tenaga kerja asing yang mereka datangkan. Akhirnya, rakyat harus merasa puas sebatas menjadi buruh bagi perusahaan korporasi atau asing. Hal ini justru kontradiktif dengan keinginan rakyat, alih-alih ingin mendapatkan lapangan kerja, justru hanya menjadi budak di negeri sendiri.
Di Papua misalnya, kita bisa saksikan kehidupan di kompleks Freeport tampak gemerlap nan megah, akan tetapi kontras dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di sana. Faktanya, sebanyak 27.000 anak di Papua Barat mengalami stunting. Di mana angka tersebut di atas nasional, yakni 24,4%. (Kumparan.com, 22/07/2022)
Bagaimana pemerintah menjawab hal ini, yang konon katanya investasi dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat?
Penjajahan Ekonomi Berkedok Investasi Asing
Faktor utama yang menjadikan para investor asing melirik Indonesia karena adanya SDA yang berlimpah, seperti minyak bumi, hasil tambang, serta sumber gas alam yang menggiurkan. Hal ini menjadi kebanggaan besar sekaligus malapetaka, jika potensi ini dikelola dengan paradigma yang salah.
Dahulu, para penjajah ketika ingin menguasai suatu negara, mereka harus mengerahkan pasukan tentara yang banyak. Sekarang dengan sistem demokrasi, mereka mengendalikan para politisi pribumi untuk memproduksi beragam UU dan kebijakan yang melindungi ‘bisnis’ mereka. Strategi ini terbukti menuai sukses besar. Hari ini mereka mengangkut gunung emas kita dengan mengetok pintu UU. Hal ini membuktikan negara Indonesia sebagai negara pengekor kebijakan tengah menjadi incaran asing, dan investasi asing merupakan kedok penjajahan di bidang ekonomi. Dahulu kita menyebut ini sebagai ‘penjajahan’, sekarang mereka menyebut ini ‘bisnis’, dan rezim menyebutnya sebagai ‘investasi asing’.
Tampaknya rezim saat ini tidak menyadari bahaya dan malapetaka yang akan mengancam, akibat ketergantungan pada investasi asing. Hadirnya investor asing dalam mengelola SDA dan kekayaan negeri ini akan mengubah sistem pengelolaan negara ke arah swastanisasi. Inilah wajah asli dari sistem kapitalisme dalam mengelola ekonomi negara, di mana kebijakannya tidak lepas dari perhitungan untung rugi. Sejatinya mereka hanya mementingkan korporasi daripada melayani rakyat. Alih-alih demi kemakmuran rakyat, justru kekayaan alam kita dijual atas nama investasi.
Salah satu bentuk jebakan kapitalis liberalisme adalah dengan membuka seluas-luasnya pintu bagi investor asing. Sistem batil inilah yang membuat negeri ini tak pernah merasakan kemakmuran secara merata, justru membuat rakyatnya seperti anak ayam yang mati di lumbung padi.
Investasi dalam Islam
Bagi Islam, kedaulatan dan kemandirian negara adalah hal utama. Tidak boleh sembarangan memberi izin kepada asing dalam mengelola SDA yang ada. Islam memberikan aturan serta solusi yang jelas terkait investasi. Adapun aturan Islam dalam investasi sebagai berikut:
Pertama, investasi asing tidak diperbolehkan pada kepemilikan umum (harta rakyat). Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal; air, hutan, dan api.” (HR. Abu Dawud). Arti berserikat adalah kaum muslim berhak memiliki air, hutan, dan api secara gratis. Misalnya, api dalam hal ini adalah sumber energi yang tidak boleh dikuasai asing maupun swasta. Hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalis yang tidak mengenal batasan kepemilikan, sehingga siapa yang bermodal besar dapat memiliki apa pun.
Kedua, investasi asing tidak boleh dalam hal yang membahayakan akidah dan akhlak orang Islam. Ketiga, investasi tidak boleh di sektor nonriil. Contohnya, investasi di bidang pasar modal yang jual belinya tidak jelas, termasuk segala bentuk muamalah yang mengandung unsur riba. Semua ini diharamkan karena dapat menyebabkan kehancuran ekonomi sebuah peradaban.
Keempat, investor yang akan berinvestasi bukan dari muharriban fi’lan (negara yang secara nyata memerangi Islam dan kaum muslim). Hal ini ditakutkan akan menjadi wasilah (sarana) bagi orang kafir untuk menguasai kaum muslim, Allah Swt. berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa ayat 141)
Kelima, investasi asing tidak boleh dalam bidang yang membahayakan dan terkategori haram. Misalnya, investasi dalam pembalakan hutan, eksploitasi SDA secara brutal dan besar-besaran, budidaya ganja, dan lain-lain.
Keenam, investasi asing hanya diperbolehkan dalam bidang yang halal. Ketujuh, tidak diperbolehkan investasi dalam bidang yang strategis atau sangat vital bagi negara. Hal ini akan menyebabkan para investor asing bisa seenaknya melakukan praktik bisnis yang merugikan rakyat.
Allah Swt. telah memberkahi negeri-negeri muslim dengan kekayaan alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang hebat. Dalam sistem Islam, seorang khalifah akan memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada rakyatnya yang ahli untuk mengelola SDA. Negara berupaya semaksimal mungkin untuk mandiri secara ekonomi, tanpa harus bergantung dengan investor asing.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]