”Sebenarnya kenaikan harga batu bara adalah kesalahan paradigma berpikir penganut sistem kapitalis. Batu bara yang sejatinya milik rakyat malah dijadikan komoditas yang bebas diperjualbelikan sesukanya demi meraup keuntungan.”
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Siapa yang tidak tahu batu bara? Salah satu sumber daya alam yang memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Dari batu bara yang sering disebut sebagai emas hitam inilah manusia bisa menikmati aliran listrik di rumah, jalanan, kantor, dan seluruh pelosok negeri. Namun, rakyat perlu waspada dengan keberadaan dan kenaikan harga batu bara di Indonesia yang semakin melejit.
Ya, bukan hanya harga BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax yang mengalami kenaikan. Harga batu bara telah mencetak rekor tertinggi tahun ini. Pada perdagangan, Senin 5 September 2022 kontrak Oktober di pasar ICN Newcastle harga batu bara ditutup di angka 463,75 per ton US Dolar. Harganya meningkat 5,18% dari perdagangan pekan sebelumnya sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam sejarah. Kondisi ini jelas menjadi berkah bagi produsen batu bara di Indonesia khususnya para eksportir batu bara. Namun, hal ini justru dapat berdampak buruk bagi rakyat. Pasalnya, kenaikan harga batu bara dapat berefek pada meningkatnya tarif dasar listrik dalam negeri.
Penyebab Kenaikan Harga Batu Bara
Melambungnya harga batu bara disebabkan adanya peningkatan permintaan, terutama dari negara-negara Eropa yang sedang mengalami krisis energi. Terjadinya krisis energi di Eropa dimulai sejak kenaikan harga gas pada awal 2022. Padahal, gas menjadi sumber energi utama mayoritas negara Eropa karena komitmennya untuk beralih ke energi terbarukan dan meninggalkan energi fosil lain. Gas juga dianggap lebih rendah emisi daripada batu bara dan minyak. Namun, seiring pembukaan global dari pandemi Covid-19 saat itu, harga gas makin meningkat.
Kenaikan harga gas makin menjadi tatkala Rusia mengumumkan perang terhadap Ukraina. Sementara, Rusia merupakan pemasok utama gas sebagian besar negara-negara Eropa. Kondisi inilah yang membuat negara-negara Eropa memutuskan untuk menggunakan kembali batu bara sebagai sumber pembangkit listrik mereka. Walhasil, permintaan melonjak pesat. Sementara pasokan batu bara secara keseluruhan semakin menipis.
Sebagaimana hukum pasar, harga akan merangkak naik seiring bertambahnya permintaan dan berkurangnya pasokan. Itulah yang terjadi pada kenaikan harga batu bara saat ini.
Kesalahan Paradigma
Sebenarnya kenaikan harga batu bara adalah kesalahan paradigma berpikir penganut sistem kapitalis. Batu bara yang sejatinya milik rakyat malah dijadikan komoditas yang bebas diperjualbelikan sesukanya demi meraup keuntungan. Belum lagi liberalisasi ekonomi yang diemban sistem kapitalisme sehingga menjadikan batu bara legal dikuasai oleh korporasi atau pemilik cuan.
Menurut sistem ekonomi kapitalis, siapa saja dianggap berhak memenangkan tender. Walaupun barang tersebut termasuk kekayaan alam yang terkategori harta milik umum, mereka dianggap berhak untuk mengelola dan menguasainya. Sementara negara hanya difungsikan sebagai regulator yang memuluskan kontrak kerja dengan para pemodal untuk mengelola sumber daya alam tersebut.
Kebijakan seperti ini pasti berdampak pada kehidupan rakyat yang bertambah berat. Terlebih tanpa pelindung dan penjamin kebutuhan hidupnya. Rakyat harus mengeluarkan kocek untuk memenuhi kebutuhan vital hidup mereka seperti listrik yang menjadikan batu bara sebagai bahan utama pembangkitnya.
Padahal, berdasarkan data terakhir dari Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan batu bara hingga 26,2 miliar ton. Itu artinya Indonesia dapat mengelola secara mandiri sumber daya alamnya tanpa harus memberikan kepada negara lain atau perusahaan batu bara. Selanjutnya, negara dapat mendistribusikannya kepada rakyat dalam bentuk listrik murah bahkan gratis.
Sistem Islam Solusi Krisis Energi
Pemanfaatan energi untuk listrik secara murah bahkan gratis mustahil terjadi dalam kehidupan yang diatur dengan sistem kapitalisme. Negara harus beralih pada kehidupan yang diatur dengan sistem Islam yang memiliki pengaturan sempurna dan paripurna. Begitu pun sistem ekonomi yang menjamin terwujudnya kesejahteraan di tengah-tengah rakyat. Sistem ekonomi Islam melarang pemanfaatan milik umum.
Mengutip pendapat Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdissi dalam kitabnya Al-Mughni pada bab pembahasan Ihya’ Al-Mawat bahwasanya bahan-bahan galian tambang hasil usaha pertambangan dimanfaatkan oleh manusia tanpa biaya besar. Seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dimiliki secara individual. Bahan-bahan tersebut adalah milik seluruh kaum muslimin. Jika dimiliki secara individu, akan merugikan kemaslahatan masyarakat. Bahan-bahan tambang harus dikelola oleh negara atau pemerintah dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.
Bahan tambang merupakan sumber bumi yang harus diperhatikan khusus oleh negara. Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasil pengolahannya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk barang jadi yang murah bahkan gratis. Bisa juga berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan penting masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya.
Demikianlah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang oleh sistem kapitalisme saat ini.
Allahu a’lam bish showab.[]