"Pemberian subsidi BBM sangat membantu masyarakat khususnya bagi masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Namun, yang sangat disayangkan hampir setiap tahun harga BBM bersubsidi naik, alasannya karena begitu banyak anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi BBM dalam arti lain subsidi BBM dianggap sebagai beban APBN."
Oleh: Nur Hajrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com, Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com- Isu naiknya harga BBM bersubsidi menjadi perbincangan hangat di kalangan publik saat ini. Pada pertengahan Agustus, pemerintah batal mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite. Namun, ini bukan menjadi kabar gembira karena kenyataannya pemerintah hanyalah mengundur waktu untuk mengumumkan kenaikkan harga BBM bersubsidi.
Dilansir oleh CNBC Indonesia (29/08/2022), pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar akan diumumkan pemerintah pada 31 Agustus 2022 dan harga BBM yang baru mulai berlaku pada 1 September 2022.
Arifin Tasrif selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa pemerintah masih menghitung secara detail penyesuaian harga solar dan pertalite subsidi, di mana sebelumnya Presiden Joko Widodo berpesan agar penyesuaian harga solar dan pertalite harus dihitung dengan hati-hati. Untuk itulah kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar mengalami penundaan.
Sementara itu, untuk kenaikan harga pertalite di SPBU Pertamina diisukan akan tetap berada di bawah harga Rp10.000 per liter. Range kenaikannya untuk solar dan pertalite berkisar diangka Rp1.000 sampai Rp2.500. (cnbcindonesia.com, 29/08/2022)
BBM Bersubsidi Batal Naik?
Kamis, 1 September 2022, pemerintah telah mengumumkan bahwa harga BBM bersubsidi batal naik, dan untuk BBM nonsubsidi sendiri mengalami penurunan mulai dari Rp700 sampai Rp2.000. Namun, sama seperti sebelumnya ini belum tentu jadi kabar bahagia. Pasalnya, sebagaimana dilansir oleh Pikiranrakyat.com (1/9/2022), Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah masih mengkalkulasi secara rinci dan hati-hati terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Pernyataan ini ia sampaikan setelah meresmikan Teknologi 5G Mining di Freeport Papua. Ini artinya akan ada kemungkinan dalam waktu dekat harga BBM bersubsidi akan naik. Apalagi melihat harga minyak mentah dunia saat ini masih dalam status level tinggi.
Dan terbukti pada Sabtu, 3 September 2022, pemerintah secara resmi telah mengumumkan bahwa harga BBM bersubsidi resmi mengalami kenaikan harga. Harga pertalite menjadi Rp10.000 per liter yang sebelumnya Rp7.650 per liter. Harga solar menjadi Rp6.800 per liter yang sebelumnya Rp5.150 per liter. Dan pertamax menjadi Rp14.500 per liter yang sebelumnya Rp12.500 per liter. (Kompas.com,3/9/2022)
Latar Belakang Naiknya Harga BBM
Dilansir oleh Tempo.co (21/08/2022), ada tiga penyebab yang melatarbelakangi naiknya harga BBM bersubsidi :
- Harga rata-rata minyak mentah Indonesia masih cenderung tinggi. Patra Niaga selaku Corporate Secretary Pertamina membenarkan hal tersebut. Indonesia Crude Price (ICP) di Indonesia terbilang masih tinggi. Berdasarkan catatan Pertamina ICP mencapai $106,73 per barel, lebih tinggi 24 persen dibandingkan ICP pada Januari 2022.
- Tekanan global dan negara produsen. Seperti yang diketahui lebih dari 50 persen pasokan minyak dunia berada di negara-negara Timur Tengah yang berpusat di lima negara, yaitu Qatar, Kuwait, Arab Saudi, Irak dan Uni Emirat Arab. Negara-negara ini memiliki tekanan geopolitik yang tinggi. Sehingga negara-negara lainnya khawatir jika suplai bahan bakar dari negara tersebut berkurang.
- Pengurangan anggaran BBM bersubsidi. Albertus Prabu seorang analis dari Climate Policy Initiative menyampaikan bahwa dengan pengurangan anggaran BBM bersubsidi akan mendorong masyarakat untuk hemat energi. Di mana anggaran subsidi energi 2022 telah mencapai Rp502 triliun. Untuk itulah pemerintah berusaha menekan anggaran BBM bersubsidi.
Lantas, benarkah dengan menekan anggaran BBM bersubsidi akan mendorong masyarakat untuk menghemat energi? Ataukah ini justru akan menjadi problematika yang baru?
BBM adalah Salah Satu Kebutuhan Pokok Masyarakat
Bahan Bakar Minyak (BBM) berperan sangat penting bagi kehidupan masyarakat, dapat dikatakan BBM adalah salah satu kebutuhan pokok setiap masyarakat baik yang tinggal di kota maupun di desa. Apa pun jenisnya, BBM sangat penting bagi masyarakat, baik untuk sektor rumah tangga, pertanian, perkebunan, dan juga industri. Sehingga dengan naiknya harga BBM tentu saja akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Seluruh sektor akan mengeluarkan biaya tambahan, dalam arti lain laju inflasi bisa saja terjadi, baik itu naiknya harga sejumlah barang maupun jasa. Selain itu, jumlah pengangguran dan warga miskin pun terancam akan meningkat.
Salah satu bukti dampak buruk yang terjadi akibat harga BBM naik pernah terjadi di era kepemimpinan Presiden SBY pada 2005. Di mana laju inflasi sampai menyentuh angka 17 persen. Pemerintah ketika itu menaikkan harga premium mencapai 32,6 persen dan solar 27,3 persen. Akibatnya angka kemiskinan pun meningkat drastis di tahun 2006, yaitu mencapai 39,3 juta jiwa padahal di tahun sebelumnya angka kemiskinan masih di angka 35 juta jiwa. Di tahun 2013 dan 2014 ancaman inflasi kembali terjadi akibat dari harga BBM bersubsidi dinaikkan. Laju Inflasi di kala itu mencapai 8,36 persen, terbilang rendah dibandingkan inflasi yang terjadi di tahun 2005. Ini dikarenakan upaya kebijakan pemerintah terkait bansos di era kepemimpinan SBY, yang katanya telah berjalan dengan baik. (Detikfinance.com, 31/08/2022)
Namun, jika diperhatikan dengan seksama baru-baru ini pemerintah juga telah meresmikan program BLT BBM. Apakah pemerintah saat ini sedang memutar lagu yang sama dengan cara yang sama? Akankah peristiwa yang sama di era pemerintahan SBY akan terjadi kembali? Ya, itu bisa saja terjadi karena secara otomatis jika harga BBM naik maka sejumlah harga pokok dan jasa pasti akan naik. Mirisnya, disaat harga BBM dan sejumlah barang maupun jasa naik justru pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan, yang ada malah tunjangan profesi guru yang akan dihapuskan.
Janji yang Terlupakan dan Subsidi BBM di Rampok
Beginilah penampakan dari sistem ekonomi kapitalis, di mana perekonomian secara global diatur oleh mereka atau negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang tinggi. Sehingga negara-negara berkembang pun hanya bisa mengikuti dan menyesuaikan serta tunduk dalam aturan pasar global, salah satunya dalam hal jual beli minyak mentah.
Sayangnya, negeri ini pun telah terkontaminasi paham kapitalisme. Negeri ini memiliki kekayaan alam dan energi yang melimpah. Namun, sebagian besar kekayaan itu dikelola oleh pihak asing dan swasta. Sehingga tidak heran jika mereka akan lebih mementingkan benefit pribadi dari pada kepentingan rakyat.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat sudah tentu menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah termasuk dalam pemenuhan kebutuhan BBM di dalam negeri. Tingginya harga minyak mentah dunia tentu saja memengaruhi harga BBM di dalam negeri. Dan tidak semua lapisan masyarakat mampu untuk membeli BBM dengan harga normal atau nonsubsidi. Untuk itulah, pemberian subsidi BBM sangat membantu masyarakat khususnya bagi masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Namun, yang sangat disayangkan hampir setiap tahun harga BBM bersubsidi naik, alasannya karena begitu banyak anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi BBM dalam arti lain subsidi BBM dianggap sebagai beban APBN. Padahal sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya tanpa perhitungan apalagi sampai menganggap hak rakyat dalam hal ini subsidi sebagai beban negara. Itulah mengapa pemerintah berupaya menekan anggaran subsidi dengan menaikkan harganya, dengan dalih agar mendorong masyarakat untuk hemat energi? Bukankah ini sama saja merampas hak rakyat secara paksa?
Apakah pemerintah lupa bahwa BBM adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat? Yang jika harganya dinaikkan maka harga sejumlah barang maupun jasa juga akan ikut naik. Tidakkah pemerintah ingat pada janji-janjinya saat berkampanye, di mana salah satu janjinya ialah menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di dalam negeri? Namun, pada kenyataannya semua hanya tinggal janji manis yang tidak ditepati dan terlupakan. Harapan BBM bersubsidi murah atau gratis hanyalah bayang-bayang yang tidak akan mungkin menjadi nyata.
Tidak hanya itu, fakta lain yang terjadi di lapangan ternyata BBM bersubsidi tidak tersalurkan sepenuhnya ke masyarakat yang lebih membutuhkan. Sekitar 80 persen subsidi BBM dirampok oleh para konglomerat. Hal ini disampaikan sendiri oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Ia menyampaikan ada sekitar 89 persen solar dinikmati oleh para pengusaha dan hanya 11 persen dinikmati oleh rumah tangga. Sedangkan untuk Pertalite 14 persen dinikmati para pengusaha dan 86 persen dinikmati oleh rumah tangga. Dan untuk sektor rumah tangga itu sendiri sekitar 80 persen pertalite dinikmati rumah tangga kaya dan 20 persen dinikmati rumah tangga miskin. Jadi, sekitar 80 persen BBM bersubsidi tidak tepat sasaran alias dirampok oleh para konglomerat. (cnbcindonesia.com, 29/08/2022)
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa subsidi BBM sudah sepantasnya diberikan bagi masyarakat khususnya bagi keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah. Ya benar, pemerintah memang memberikan subsidi BBM tapi tetap saja harganya masih terbilang tinggi. Padahal negeri ini kaya akan sumber daya alamnya yang apabila dikelola dengan baik dan cara yang benar pasti akan sanggup memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Buktinya Indonesia mampu melakukan ekspor minyak mentah, secara logika jika kegiatan ekspor bisa dilakukan itu artinya kebutuhan dalam negeri pasti tercukupi. Namun, pada kenyataannya itu hanya sebatas teori, fakta yang terjadi justru sebaliknya. Negeri yang sanggup melakukan ekspor minyak mentah justru melakukan impor BBM, miris bukan? Bukannya berinisiatif untuk mengelola sendiri barang mentah menjadi barang jadi, yang ada malah menjualnya dan membelinya kembali. Ya, beginilah penampakan buruknya perekonomian ala kapitalis dengan mindsetnya yang terkenal, yaitu mengeluarkan modal yang sedikit tetapi mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Adakah Solusi atas Permasalahan ini?
Tentu saja ada, yaitu solusinya hanya ada dalam Islam. Seperti yang telah diketahui bahwa Islam bukan sekadar sebagai status agama individu. Namun, Islam adalah agama yang sempurna lagi paripurna yang bukan hanya mengatur urusan individu tetapi juga mengatur urusan umat atau bernegara. Khusus dalam persoalan BBM yang perlu diketahui bahwa dalam Islam minyak mentah ataupun BBM dianggap sebagai salah satu sumber daya alam yang jumlahnya melimpah dan dibutuhkan banyak orang, sehingga kekayaan alam ini masuk dalam kategori harta kepemilikan umum. Di mana harta ini tidak boleh dikelola oleh pribadi, pihak swasta apalagi pihak asing. Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api" (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Sehingga sangat jelas bahwa segala yang terkait dengan padang rumput, air dan api yang jumlahnya melimpah tidak boleh dimiliki individu, pihak swasta dan asing. Negaralah yang berhak mengelolanya, di mana hasilnya harus di kembalikan kepada masyarakat demi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan seluruh mahluk hidup. Dan jika kebutuhan dalam negeri tercukupi barulah negara boleh melakukan ekspor dan hasil keuntungannya pun dikembalikan kepada masyarakat. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem pemerintahan saat ini di mana paham kapitalisme berperan di dalamnya. Paham ini mengizinkan pihak swasta dan asing mengelola kekayaan alam dalam negeri karena adanya asas manfaat yang diberikan dan katanya bisa mensejahterakan rakyat. Tetapi yang ada justru malah sebaliknya yakni membebani masyarakat. Buktinya ada berbagai macam jenis pajak di negeri ini, selain itu utang negara pun semakin bertambah dan masyarakatlah yang harus membayarnya lewat pungutan-pungutan pajak-pajak tersebut.
Lain halnya dengan pemerintahan dalam Islam. Ia tidak mengizinkan sama sekali harta kepemilikan umum dikelola oleh pihak swasta maupun asing. Selain karena menyangkut hajat hidup orang banyak tetapi juga sebagai wujud ketakwaan kepada Allah Swt. Mereka juga memimpin bukan semata-mata mencari keuntungan harta dan tahta, melainkan hanya berharap mendapatkan rida Allah dan surga Allah. Sehingga tidaklah heran jika pemimpin atau khalifah tidak mengharapkan imbalan dalam menjalankan tugas, karena yang mereka harapkan hanyalah rida Allah Swt. Orang yang berpikir materialistis tentu akan merasa rugi jika menerapkan hal ini. Namun jika pemikirannya untuk mendapatkan surgawi tentunya tidak akan merasakan rugi sama sekali.
Selain itu, dalam penentuan harga BBM, Khilafah tidak berpatokan pada pasar global atau berkiblat pada negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang tinggi. Dalam pemerintahan Islam negaralah yang berhak menentukan harga jual BBM. Dengan sistem pemerintahan yang fokus utamanya adalah untuk kemaslahatan umat tentu saja akan berusaha mengelola sendiri kekayaan alamnya, sehingga harapan masyarakat mendapatkan BBM murah ataupun gratis akan diberikan tanpa dipersulit dan tanpa drama-drama, apalagi berakhir sad ending. Dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah masyarakat aman, sejahtera lagi sentosa.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]