"Efek dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait harga BBM yang naik ini tentu sangat menyengsarakan rakyat, di mana akan berakibat pada angka kemiskinan yang bertambah, harga kebutuhan akan naik, angka kriminalitas bertambah, dan kesejahteraan makin jauh untuk dijangkau. Inilah efek domino dari naiknya harga BBM, termasuk subsidi yang tidak tepat sasaran."
Oleh. Asih Lestiani
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa negara telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp502,4 triliun dan berpotensi ditambah Rp195 triliun masih belum tepat sasaran, di mana sebagian besarnya dinikmati oleh orang kaya. Sri Mulyani menyampaikan dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Kebijakan Subsidi BBM, di gedung Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022) bahwa dengan ratusan triliun subsidi yang diberikan, yang mengonsumsi BBM, entah pertalite, solar, atau bahkan pertamax merupakan kelompok yang justru paling mampu.
Sri Mulyani merincikan, untuk solar konsumsinya yakni sebagian untuk rumah tangga dan sebagiannya untuk dunia usaha. 89% dari 15 hingga 17 juta kilo liter dinikmati oleh dunia usaha, dan 11% dinikmati oleh rumah tangga. Sedangkan, dari konsumsi rumah tangganya, 95% dinikmati oleh rumah tangga yang mampu, dan hanya 5% dinikmati oleh rumah tangga yang tidak mampu.
Hal ini tidak jauh berbeda untuk jenis pertalite, di mana total subsidi pertalite Rp93,5 triliun, 86% dinikmati rumah tangga, dan sisanya 14% dinikmati oleh dunia usaha. Dari yang dinikmati rumah tangga, ternyata 80% dinikmati oleh rumah tangga mampu, dan hanya 20% dinikmati rumah tangga miskin. (wartaekonomi.co.id, 26/09/2022)
Efek Domino
Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata pada Senin (29/08/2022) menyampaikan bahwa besarnya konsumsi BBM bersubsidi oleh kalangan mampu dikarenakan mekanisme subsidi saat ini bersifat terbuka dan diserahkan pada produk energi, artinya siapa saja dapat mengakses BBM bersubsidi tanpa adanya pembatasan. Hal ini mengakibatkan kuota BBM bersubsidi terus tersedot serta berimplikasi pada bertambahnya anggaran subsidi dari pemerintah. Josua juga menyampaikan bahwa kondisi tersebut bertambah parah di tengah kenaikan harga minyak dunia yang masih bertahan di atas US$90 per barel, dan hal ini jauh di atas asumsi makro pada APBN 2022 sebesar US$63 per barel. (CNBC Indonesia, 29/08/2022)
Efek dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait harga BBM yang naik ini tentu sangat menyengsarakan rakyat, di mana akan berakibat pada angka kemiskinan yang bertambah, harga kebutuhan akan naik, angka kriminalitas bertambah, dan kesejahteraan makin jauh untuk dijangkau. Inilah efek domino dari naiknya harga BBM, termasuk subsidi yang tidak tepat sasaran. Hal ini menunjukkan efek dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis, di mana negara hanya berperan sebagai fasilitator saja. Sedangkan pengelolaan sumber daya, termasuk di dalamnya BBM diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan asing dan swasta. Oleh karena itu, efek domino kenaikan BBM ini tidak bisa diatasi dengan adanya bansos yang jumlahnya kecil dan cakupan penerimanya sangat terbatas.
Solusi dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, kekayaan milik umum seperti minyak sawit, bahan bakar minyak, listik, dan gas serta sumber energi lainnya merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencontohkan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadis. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud)
Anas radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu tersebut dengan menambahkan, “…dan harganya haram”. Artinya, dilarang untuk diperjualbelikan.
Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas, dan lain-lain semuanya telah ditetapkan oleh syariat sebagai milik umum. Pengelolaannya wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang berlindung di belakangnya” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud)
Selain itu, ketersediaan energi menjadi salah satu jaminan Khilafah dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam sistem ekonomi Islam, Khilafah akan menempuh dua kebijakan guna memenuhi kebutuhan domestik rakyatnya yaitu Khilafah akan mendistribusikan minyak, gas, serta energi lainnya dengan harga yang murah kepada rakyat dan negara mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat dalam hal lainnya, termasuk pendidikan, sandang, pangan, papan, kesehatan, dan lainnya.
Maka, dengan alasan apa pun pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta apalagi asing yang berorientasi pada untung-rugi. Sehingga dapat dipastikan harga BBM murah bahkan gratis dan mudah diakses oleh seluruh rakyat. Karena BBM berasal dari Sumber Daya Alam (SDA) migas yang merupakan harta milik umum, maka harta ini tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Harta ini membutuhkan upaya dan biaya untuk pengolahannya. Karena itu, negaralah yang mengambil alih tanggung jawab eksploitasinya hingga kilang minyak untuk mewakili kaum muslim. Kemudian hasilnya disimpan di Baitulmal kaum muslim. Negara juga akan mengatur distribusi BBM tersebut untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat hingga setiap individu rakyat memperolehnya. Karena itulah BBM murah bahkan gratis hanya dapat dirasakan ketika aturan Islam digunakan dalam mengelolanya. Hal ini hanya dapat terwujud dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah Islamiah. Waallahu a’lam bishshwab.[]