"Memang tidak mudah menembus keviralan, namun bukan berarti sesuatu yang digemari banyak orang merupakan wujud sebuah kebaikan. Jika dicermati, lagu yang dinyanyikan Farel adalah jenis lagu dewasa. Walau hanya sebatas hiburan, sesuatu yang sudah masuk pikiran bisa menjadi pemahaman. Banyak kita menyaksikan potret anak-anak yang dewasa sebelum waktunya. Hal ini terpengaruh dari lingkungan yang sering menyuguhkan sajian yang mendewasakan sejak usia dini."
Oleh . Nita Savitri
(Kontributor NarasiPost.Com, Pemerhati Kebijakan Publik, Ibu Peduli Generasi)
NarasiPost.Com- Sosok Farel mengguncang dunia maya, ketika suaranya membius para netizen dengan lagu covernya. Aksi dan suara merdunya sontak merajai media sosial, yang akhirnya membuatnya diundang ke istana dan diangkat menjadi duta.
Imbas dari aksi ambyarnya di depan peserta upacara peringatan Kemerdekaan RI ke-77 ini membuat Menkumham, Yasonna H Laoly, menobatkan Farel Prayoga sebagai duta Kekayaan Intelektual. Penobatan dilakukan pada peringatan HUT ke-77 Kemenkumham pada 18/8/2022.(tribunnews.com, 18/8/22)
Menurut Menkumham, sosok Farel dianggap sebagai penyanyi cilik yang berprestasi di bidang seni dan budaya. Meski usianya baru 12 tahun, Farel tidak malu menyanyikan lagu berlirik campursari Jawa. Sehingga piagam penghargaan tersebut sebagai langkah cepat dan tepat untuk melindungi hasil karya seni yang sering disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.https://narasipost.com/2022/08/29/jadi-duta-karena-viral-pantaskah-jadi-inspirasi/
Tidak hanya Farel sebagai penyanyi lagu Ojo Dibandingke, namun pencipta lagu tersebut, Agus Purwanto atau Abah Lala juga mendapat penghargaan. Sang pencipta lagu tidak mengira lagu ciptaaanya viral dinyanyikan oleh Farel, sehingga menggugah simpati presiden untuk mengundang sang bocah, agar menggoyang istana. Berkat keberhasilannya menggoyang istana, Farel kini banjir job dan mampu membeli mobil dan merenovasi rumah orang tuanya. (suara.com, 27/8/22)
Sebelumnya aksi tarik suara Farel bermula dari video yang diunggah di TikTok, yang akhirnya membawanya sukses, dengan ditontonnya video tersebut oleh puluhan juta viewer. Bocah kelahiran Banyuwangi ini memang dari balita sudah senang menyanyi. Bakatnya pun tersalurkan dengan sering mengamen bersama sang ayah sebelum berangkat sekolah.
Aksi Viral, Standar Minimal Menghasilkan Kapital
Memang tidak mudah menembus keviralan, namun bukan berarti sesuatu yang digemari banyak orang merupakan wujud sebuah kebaikan. Jika dicermati, lagu yang dinyanyikan Farel adalah jenis lagu dewasa. Walau hanya sebatas hiburan, sesuatu yang sudah masuk pikiran bisa menjadi pemahaman. Banyak kita menyaksikan potret anak-anak yang dewasa sebelum waktunya. Hal ini terpengaruh dari lingkungan yang sering menyuguhkan sajian yang mendewasakan sejak usia dini.
Salah satunya tontonan dari musik/lagu, film/sinetron yang berbau percintaan di usia remaja/dewasa. Akhirnya menjadi hal yang tidak aneh, usia sekolah dasar sudah mengenal pacaran, tindakan yang mendekati zina dan diharamkan dalam Islam. Apalagi jika berlanjut sampai masa remaja, yang jika hubungannya terlalu bebas bisa berujung perzinaan secara nyata.
Padahal masa anak-anak adalah masa yang tidak akan terulang. Ketika anak terbiasa dieksploitasi dengan menyanyi lagu dewasa, maka akan menjerumuskan pikiran dan perasaannya sesuai apa yang dinyanyikan. Terlebih jika bertujuan mendapat cuan, pundi-pundi yang senantiasa menggiurkan di era serba materi, semua hal dihitung/diukur dengan uang. Seperti halnya keviralan dalam media sosial, akan menghasilkan uang, bermodal banyaknya like dan penonton. Tidak perlu pandai menuntut ilmu, cukup aksi menarik di medsos sudah mampu meraup banyak cuan.
Maka, langkah bocah Farel diangkat menjadi duta kekayaan intelektual senada dengan jejak pemuda Bonge, dkk yang juga sempat viral dengan aksi CFW-nya. Sungguh miris, ketika dari usia dini sudah tercekoki pemahaman serba kapitalisasi (demi uang dan kekayaan).
Hal di atas, menjadi kewajaran dalam sistem Kapitalisme, sebuah sistem yang berasaskan materi belaka, memisahkan aturan agama dari urusan kehidupan. Sesuatu yang bermanfaat, menghasilkan banyak uang akan terus dikejar tanpa peduli apakah hal tersebut baik atau buruk di mata syariat. Semua aturan kehidupan diukur dari kaca mata manusia yang haus materi duniawi. Sementara untuk aturan Sang Pencipta hanya dipandang ketika beribadah sebagai momen yang terpisah dengan kehidupan nyata.
Pembentukan Generasi Berkualitas Butuh Perjuangan Keras
Pembentukan generasi yang berkualitas menjadi tanggung jawab semua pihak, baik dari keluarga, masyarakat maupun negara. Keluarga sebagai fondasi awal pendidikan anak, sangat menentukan pola pikir dan sikapnya. Anak yang terlahir dari keluarga islami akan mendidik anak-anaknya berdasar Islam. Kita tengok sahabat Uwais Al-Qarni yang bagaimana dunia tidak mengenalnya, namun seluruh penghuni langit takjub dengan perbuatannya. Sosok Uwais merupakan sosok sahabat Rasulullah yang sangat sayang dengan ibunya. Beliau rela melatih kekuatan fisik dengan menggendong anak lembu selama 3 bulan agar terbentuk kekuatan otot dalam diri beliau, untuk bisa menggendong tubuh ibunya dari Yaman ke Mekkah, menunaikan ibadah haji. Kesalehannya membuat Umar bin Khattab, diminta oleh Rasulullah agar minta didoakan oleh sahabat Uwais.
Islam sebagai agama sempurna dan paripurna tidak melarang buah karya seni. Namun, terdapat aturan yang indah dan tidak bermasalah. Seperti halnya musik/lagu, baik penyanyi dewasa maupun anak tidak akan menyanyikan lagu yang bernuansa melenakan dari keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Swt. Adanya lirik dan nadanya, tidak mendorong individu yang mendengar atau yang menyanyikan menjadi pelaku kemaksiatan. Adanya peran negara sangat besar untuk menjaga akidah masyarakat. Negara akan melarang konten lagu yang mengundang syahwat, kesyirikan, maupun maksiat lainnya. Adanya kaidah syarak, sesuatu yang mengakibatkan keharaman, maka sesuatu itu menjadi haram, menjadi salah satu landasannya.
Pendidikan generasi dalam sistem Islam akan mengutamakan penanaman pondasi iman yang kokoh. Sejak usia dini dikuatkan ketauhidan dan pengenalan syariat Islam. Pemenuhan kebutuhan primer, seperti pangan, sandang, rumah, pendidikan, dan kesehatan akan diperhatikan oleh negara secara baik. Sehingga ayah sebagai pemimpin keluarga tidak kesulitan dalam memenuhi nafkah keluarganya. Tidak akan ada kejadian seorang ayah yang mengeksploitasi anak untuk ikut mencari nafkah, seperti yang dialami bocah Farel.
Maka, adanya generasi berkualitas tidak diambil melalui keviralan belaka, yang mampu meraup pundi-pundi uang. Namun, yang lebih penting, adanya proses pembentukan keimanan dan keterikatan kepada syarak dalam setiap aspek kehidupan. Jika hal tersebut dilakukan bersama oleh keluarga, masyarakat, dan negara, maka akan terwujud generasi unggulan, dan tangguh di masa depan.
Wallahu'alaam bishawwab[]