"Sayap-sayap itu adalah rasa takut (khauf) dan berbaik sangka/berharap (roja’) kepada Sang Khalik. Kedua sayap inilah yang menjadikan mutakin mencapai posisi mulia. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa roja’ dan khauf adalah dua sayap yang mampu membawa hamba menuju kedudukan tertinggi. Di manakah tempat itu? Tentulah di sisi-Nya di surga."
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Hamba bertakwa memasangkan dua sayap untuknya terbang ke tempat tertinggi. Dua sayap itu saling menyempurnakan. Hilang satu tak sempurnalah ia. Sebuah sayap saja yang dimiliki jelas tak cukup kuat untuk bisa menerbangkannya jauh tinggi. Tanpa keduanya sudah pasti ia tak akan bisa terbang sama sekali meraih impiannya.
Sayap-sayap itu adalah rasa takut (khauf) dan berbaik sangka/berharap (roja’) kepada Sang Khalik. Kedua sayap inilah yang menjadikan mutakin mencapai posisi mulia. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa roja’ dan khauf adalah dua sayap yang mampu membawa hamba menuju kedudukan tertinggi. Di manakah tempat itu? Tentulah di sisi-Nya di surga.
Khauf berlawanan kata dengan al-amnu atau rasa aman. Secara bahasa, khauf bermakna perasaan takut akan siksa dan keadaan yang tidak mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa. Sedangkan roja’ adalah perasaan penuh harap akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Khauf menjadi proteksi diri dari perbuatan maksiat. Khauf akan melindungi diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Sementara roja’ menjadi penyemangat untuk selalu taat. Dengan roja’ seseorang akan secara bersungguh-sungguh beramal untuk meraih pahala dan rida-Nya. Keduanya sebagai bentuk ketundukan kepada Allah Sang Mahakuasa.https://narasipost.com/2021/06/21/perlunya-keseimbangan-antara-raja-dan-khauf/
Takut dan berharap. Dua keadaan yang seolah berlawanan, namun ternyata saling melengkapi. Kita takut akan sesuatu hal, tetapi di saat yang bersamaan kita juga mengembangkan harapan agar semua ketakutan bisa dikalahkan dan selalu berada dalam keselamatan. Dengan rasa takut kita menjaga betul setiap gerak-gerik supaya tak melewati batasan. Dengan segenap harapan pula kita berusaha sebaik mungkin supaya setiap langkah kita berada di jalur yang benar. Tujuan adalah untuk mencapai satu titik aman yang sesungguhnya. Yakni dalam naungan Allah Swt. sebagaimana hadis Rasulullah:
“Tidaklah takut dan roja’ berkumpul di hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini, kecuali Allah memberikan kepadanya apa-apa yang diharapkannya; dan akan memberikan keamanan kepadanya dari perkara yang ditakutinya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Khauf wajib dimiliki oleh setiap hamba bertakwa karena mampu mencegah dari melakukan pelanggaran terhadap hukum syarak. Ia takut terjerumus pada kejahatan yang dimurkai Allah. Ia takut berbuat dosa dan membuat Allah marah padanya. Ia takut Allah menimpakan azab dan balasan yang tak mungkin bisa dielakkan. Ia khawatir bila amalan-amalannya tak diterima oleh Allah karena banyak duri-duri durjana yang mengganjalnya. Ia takut bila jauh dari Allah dan tersesat entah ke mana. Ia takut menghadapi kematian sementara amalnya masih sangat kurang. Ia takut menghadap-Nya dalam keadaan tak memiliki bekal yang cukup. Ia takut membayangkan siksa neraka yang teramat pedih.
Meskipun khauf sangat penting, namun takarannya harus tepat. Tidak kebanyakan atau kekurangan, namun yang sedang-sedang saja. Jangan sampai khauf berlebihan hingga membuat hamba putus asa dari rahmat-Nya. Jangan pula khauf itu kurang sehingga membuat seseorang menjadi longgar dan bermudah-mudahan dalam menaati aturan-Nya. Yang tepat adalah khauf yang pertengahan. Khauf yang pas tidak menjadikan hamba menyerah dan putus harapan. Di saat yang sama, khauf itu mampu menjadikannya berusaha sekuat tenaga menghindari segala yang dilarang oleh Allah Swt..
Semua ketakutan itu memupuk semangatnya untuk selalu mendekat pada Sang Mahakuasa. Ia berusaha memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Ia perbagus kualitas ibadahnya. Ia jauhkan dirinya sejauh mungkin dari sumber-sumber keburukan.https://narasipost.com/2022/04/08/said-bin-amir-al-jumahi-gubernur-yang-takut-kepada-fitnah-dunia/
Khauf ini juga yang mendorong manusia untuk selalu berupaya menyampaikan kebenaran. Ia takut bila kemaksiatan yang merajalela akan menimpakan azab pedih yang meluas. Tersebab kemaksiatan sejatinya tak hanya mengenai pelakunya saja, tetapi juga manusia lain yang ada di sekitarnya. Karena itulah, hamba yang memiliki khauf akan senantiasa mengajak pada kebaikan dan ketaatan pada Allah. Ia ingin menghindarkan umat manusia dari segala keburukan akibat dari perilaku maksiat. Ia ingin kehidupan yang dijalani bisa menghadirkan berkah untuk semuanya. Ia tak takut menyuarakan kebenaran walau apa pun yang mengadang. Ia hanya takut kepada Allah ta'ala, sebagaimana yang difirmankan dalam surah Al-Ahzab ayat 39:
“Orang-orang yang menyampaikan risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada siapa pun selain Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.”
Seperti halnya khauf, roja’ menjadi ciri hamba bertakwa yang harus selalu melekat. Berbaik sangka kepada Allah dan selalu mengharap rahmat-Nya merupakan suatu kewajiban bagi setiap hamba. Tak boleh sekali pun kita meninggalkannya. Allah melarang kita untuk berburuk sangka kepada-Nya dan berputus asa dari rahmat-Nya. Ini adalah perintah yang harus ditunaikan sepanjang hayat, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah.” (HR. Muslim)
Roja’ membuat hamba tak patah semangat dalam menggapai keridaan Allah ta'ala. Dengan roja’ itu, diri akan senantiasa membayangkan indahnya kehidupan surga kelak dan beramal untuk bisa meraihnya. Ia tak pernah berhenti untuk mengharap rahmat dari Allah dan bekerja untuknya. Bukan sekadar berangan-angan semata, melainkan ia wujudkan dengan tindakan nyata.
Harapan untuk mendapat kebaikan dari Allah akan menjadikan hamba tetap istikamah dalam keadaan apa pun. Ia selalu berbaik sangka kepada Allah, bahwa Dia akan memberikan pertolongan dan perlindungan kepada hamba yang menjaga takwanya. Ia berdoa dan yakin bahwa Allah akan menerima segala amal dan mengampuni segenap dosa-dosanya selama ia benar-benar bertobat. Setiap hal ia terima dengan selalu menaruh persangkaan yang baik pada Allah, seperti yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa Allah berfirman:
“Aku tergantung pada persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku.” (HR. Bukhari Muslim)
Berharap hanya kepada Allah saja. Takut kita hanya kepada-Nya saja. Keduanya bermanifestasi dalam perbuatan hamba bertakwa. Laksana sepasang sayap yang menerbangkannya tinggi ke tempat yang mulia di sisi-Nya. Mengumpulkan kepingan-kepingan amal yang akan diserahkan ketika Hari Perhitungan tiba. Saat itu, segala ketakutan akan sirna dan harapan akan menjadi nyata kala Allah menerima semua amal kebaikan yang telah dilakukan semasa di dunia. Cita-citanya berjumpa dengan Allah dalam keadaan terbaik sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an surah Al-Ankabut ayat 5:
“Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya pasti datang waktu yang dijanjikan Allah itu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]