”Korupsi sejatinya adalah masalah sistemis yang hanya bisa selesai dengan solusi sistemis. Berharap pada sistem demokrasi hanya akan semakin menyuburkan korupsi. Hanya Islam satu-satunya harapan bangsa ini keluar dari jerat korupsi yang menggurita selama ini.”
Oleh. Isti Rahmawati, S.Hum
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi Islam)
NarasiPost.Com-Korupsi tiada akhir telah menjadi slogan di negeri ini. Ibarat penyakit, korupsi menjangkiti berbagai lembaga di Indonesia. Setelah sebelumnya korupsi bansos di tengah pandemi, kini giliran lembaga pendidikan yang dijangkiti pejabat korup.
Pejabat bertitel Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Lampung, pada Jumat (19/8/2022). Selain rektor, wakil Rektor Bidang Akademik, Heryandi dan Ketua Senat M Basri juga ikut terseret dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal tersebut sangat miris, terlebih diketahui bahwa Kemendikbud Ristek sedang mendorong perguruan tinggi menjadi zona berintegritas dan bebas dari korupsi. Tentu, hal ini akan mencoreng lembaga pendidikan tinggi yang notabene diisi oleh para intelektual dan akademisi.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan aplikasi JAGA Kampus untuk mencegah potensi korupsi di lingkungan perguruan tinggi. Namun nyatanya, korupsi sangat sulit untuk diberantas.
Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo menyebut lembaga pendidikan merupakan sektor yang rentan terhadap korupsi. Menurutnya, hal itu terjadi karena terdapat dana yang besar dan adanya kewenangan dalam mengelola dana tersebut. Ia juga menyoroti hasil riset Indonesian Corruption Watch yang menyebut kerugian negara di sektor pendidikan mencapai Rp1,6 triliun pada periode 2007-2021.
Perlu diketahui juga, kasus korupsi yang muncul ke publik ibarat gunung es. Di balik itu, masih banyak kasus korupsi yang tidak ter-blow up. Modusnya pun beragam, mulai dari proyek fiktif, mark up, gratifikasi, pungutan liar, hingga suap yang saat ini terjadi di Unila.
Korupsi Sistemis
Tampaknya, pemberantasan korupsi adalah salah satu PR besar negeri ini. Memberantas korupsi hingga ke akarnya. Meskipun pada faktanya, memberantas korupsi di negeri demokrasi memang tidaklah mudah. Pasalnya, sistem demokrasi telah menjadi habitat para koruptor.
Sistem demokrasi yang diterapkan saat ini berkorelasi dengan sistem pendidikan. Kini sistem pendidikan mengikuti arus industrialisasi. Asasnya kini bergeser menjadi materialistis. Karakter yang terbangun pun menjadi individual sekuler, hedonis, materialis, dan pragmatis. Generasi bermental kapitalistik menjadi tak berdaya menghadapi sistem kerja kapitalistik hingga tega melakukan berbagai cara untuk bisa memanfaatkan jabatannya.
Kasus korupsi di perguruan tinggi juga menjadi catatan bahwa gelar dan pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang bisa bertahan di tengah tekanan korupsi sistemis. Tidak aneh pula jika saat ini ada banyak oknum yang berpendidikan tinggi, tetapi rendah akhlaknya. Tak lagi berpikir halal-haram ketika melakukan penyelewengan jabatan seperti korupsi. Yang terpikir bukan lagi memberi pelayanan dan pendidikan terbaik untuk generasi, tetapi malah berpikir bagaimana cara untuk menarik keuntungan pribadi.
Selain itu, motif korupsi pun bukan lagi sekadar motif kebutuhan ekonomi, melainkan sifat rakus yang ingin menguasai hak orang lain. Di tambah lagi dengan proses penanganan kasus korupsi di Indonesia yang masih tebang pilih membuat koruptor tidak jera.
Dikutip dari voaindonesia.com (9/6) , menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia, mayoritas publik menilai pemberantasan korupsi di Indonesia masih buruk. Kasus korupsi yang marak pun membuat persepsi masyarakat pada lembaga dan pemerintahan negara mengalami penurunan.
Berbagai upaya yang dilakukan KPK melalui program-programnya perlu dievaluasi kembali. Program pelatihan penguatan antikorupsi yang sudah berjalan selama ini jangan hanya menjadi sebuah formalitas semata. Begitu juga Aplikasi JAGA untuk mencegah korupsi yang diluncurkan KPK bekerja sama dengan Kemendikbudristek, jangan sampai sia-sia hanya menghamburkan uang negara.
Sistem Paripurna Cegah Korupsi
Pada akhirnya, hanya sistem Islam yang mampu melahirkan pemimpin takwa. Pemimpin yang takwa inilah yang nantinya akan menerapkan sistem pendidikan yang paripurna. Sosok yang akan menyandarkan segala aktivitasnya pada Sang Khalik. Inilah yang Islam ajarkan.
Dalam sistem saat ini yang menafikan Allah, mudah bagi pejabat mengambil hak orang lain. Ini terjadi karena tidak adanya pemahaman utuh mengenai aktivitas manusia dan pengawasan Allah. Berbagai pelatihan ataupun aplikasi antikorupsi tidak akan bisa mencegah tindak korupsi tanpa adanya takwa dari individu itu sendiri.
Sangat jelas Allah melarang melakukan suap dan menggunakan harta dari jalan yang batil. Sebagaimana firman Allah Swt: "Janganlah ada sebagian kalian makan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil, dan janganlah menggunakannya sebagai umpan (untuk menyuap) para hakim dengan maksud agar kalian dapat akan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui (hal itu)." (QS Al-Baqarah: 188)
Di sisi lain, sistem Islam memiliki cara tersendiri dalam memilih penguasa atau pejabat negara. Islam memiliki perangkat hukum untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan pejabat. Terdapat larangan keras menerima harta ghulul (harta yang diperolah dengan cara tidak syar’i).
Syaikh Abdul Qodim Zallum dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan bahwa sistem Islam membentuk Badan Pemeriksa Keuangan sendiri untuk mengetahui apakah pejabat dalam menjalankan tugasnya melakukan kecurangan atau tidak.
Tidak kalah penting, penerapan sanksi oleh negara. Islam akan memberikan sanksi tegas yang memunculkan efek jera bagi pelaku korupsi. Karena itu, hukuman keras bisa dalam bentuk stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Tidak seperti di negeri ini yang hingga kini masih sibuk membuka diskusi di ruang publik untuk menentukan hukuman yang pantas bagi koruptor.
Korupsi sejatinya adalah masalah sistemis yang hanya bisa selesai dengan solusi sistemis. Berharap pada sistem demokrasi hanya akan semakin menyuburkan korupsi. Hanya Islam satu-satunya harapan bangsa ini keluar dari jerat korupsi yang menggurita selama ini.
Wallahu a'lam bish-shawwab.[]