"Sungguh di tangan pemuda-pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki merekalah kehidupan umat." (Syaikh Mustafa al-Ghalayaini)
Oleh. Asri Mulya
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-"Tuhanmu mengagumi pemuda yang tidak memiliki Shabwah (tidak diperbudak hawa nafsu)." (HR. Ahmad)
Masihkah ditemukan pemuda yang tidak diperbudak hawa nafsu di zaman digital, khususnya di Indonesia? Pasti ada, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Dari 60 juta lebih jumlah usia produktifnya 67,6% (BPS 2019) dinilai kurang berkualitas. Indonesia pemuda pemudinya memang sedang tidak baik-baik saja, karena banyak yang diracuni oleh hal-hal negatif. Dicekoki demam Korean style, demam Paris show, dan lain sebagainya.
Apa penyebabnya? Mereka tidak beruntung karena orang tua terjerat kemiskinan, sehingga tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya, sehingga banyak yang putus sekolah. Dampaknya mereka yang harusnya berada di lingkungan pendidikan, malah berada di lingkungan yang tidak punya tujuan seperti di jalanan. Terjerat kriminalitas, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, hingga sudah tidak memiliki nilai-nilai kehidupan seperti hilangnya moral, tidak berakhlak baik, tidak mengerti nilai agama, dan hanya memiliki nilai sosial yang salah.
Apalagi di zaman digital saat ini memberikan keuntungan mengarah pada hal positif dan ada kerugian. Bila tidak dikendalikan, bisa mengarah ke arah negatif. Semua itu menjadi pilihan bagi setiap orang mau mengambil yang mana.
Namun tidak pada mereka usia produktif yang kebanyakan mengambil jalan salah, diperbudak oleh kecanggihan teknologi. Salah satunya seperti yang terjadi dengan muda-mudi Citayam Fashion Week memanfaatkan kecanggihan digital dijadikan ajang pamer fashion, berpose lenggak-lenggok, mengumbar aurat bagi perempuan, berkonten ria sebar di media sosial IG, TikTok, YouTube, Facebook, dan lainnya. Mereka menganggap hal itu adalah keuntungan mengarah pada hal positif, karena dapat menghasilkan materi. Apalagi didukung oleh oknum-oknum bermental kapitalis, yang memanfaatkan usia produktif tersebut sebagai bahan model dengan beralasan bisa meningkatkan kreativitas dan sektor industri.
Hingga hal tersebut dapat menarik minat, memengaruhi pemikiran bagi orang yang Ingin cepat tenar, mereka menilai punya penghasilan tinggi tetapi instan, akan mudah bila menjadi terkenal. Yang penting bahagia dan bisa sukses. Dengan klik salah satu aplikasi smartphone-nya seperti TikTok, YouTube, Facebook, dan lain sebagainya langsung dibagikan ke media sosial, bom langsung meledak layaknya sebuah bom atom yang meledak, berpuluh, beratus, bahkan berjuta mata melihatnya sampai akhirnya menjadi "VIRAL".
Memang sejatinya semua manusia punya sifat senang bila dipuji dan disanjung. Cinta dunia ingin kaya dengan cara mudah adalah hal yang fitrah. Namun hal yang fitrah ini akan berdampak negatif bila tidak bisa dikendalikan, malah terus menuruti hawa nafsunya. Maka tidak jarang, banyak orang mengekspos dirinya habis-habisan, rela melakukan hal yang tidak pantas, membagikan hal yang sebenarnya tidak berguna, bahkan melanggar nilai-nilai moral dan agama sekalipun. Sayangnya masyarakat pun terkadang suka hal-hal yang dirasa unik, lucu, dan punya daya hibur yang bagus akhirnya sang artis medsos dadakan viral bermunculan. Mereka merasa kehadirannya didukung dan bisa menginspirasi banyak orang untuk menjadi tenar. Miris!
Bukan tidak boleh menjemput rezeki melalui ketenaran media sosial, tetapi bijaklah dalam menampilkan sesuatu, bagi yang ingin tenar jangan sampai menjual diri sampai merendahkan martabat, hilangnya malu, hilangnya nilai agama, tidak memikirkan lagi etika dan moral diri. Khususnya bagi jiwa muda yang sedang asyik mencari identitasnya, pikirannya berorientasi pada fashion, senangnya melakukan hal-hal yang dirasa membawa bahagia di hidupnya. Ingin bebas tanpa aturan yang mengikat sehingga tidak memiliki tanggung jawab di pundaknya. Tidak merasa berbuat kesalahan bila melanggar.
Padahal mereka adalah generasi bangsa yang nanti akan menggantikan para pejuang terdahulu membela bangsa sampai jiwa taruhannya. Apakah mereka hanya ingin terus menikmati kemerdekaan tanpa berbuat baik, hanya punya pikiran happy-happy saja dalam hidupnya, hanya bermalas-malasan dengan nongkrong di pinggir jalan, dan tidak menampilkan hal positif untuk bangsa?
Menurut Syaikh Mustafa al-Ghalayaini seorang pujangga Mesir, "Sungguh di tangan pemuda-pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki merekalah kehidupan umat."
Lantas apa yang harus dilakukan oleh para pemuda berusia produktif untuk bisa menjadi pemuda yang tangguh dan tidak diperbudak oleh hawa nafsu?
Pertama, pemuda kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Menguatkan akidah Islam untuk memiliki tujuan hidup meraih rida Allah bersama orang-orang yang saleh dengan bergabung di lembaga yang menyediakan fasilitas gratis menuntut ilmu seperti pondok pesantren dari hasil sedekah para donatur.
Kedua, tampilkanlah jiwa muda yang patriot menampilkan prestasi. Bisa membanggakan bangsa dengan melakukan hal-hal positif, bergabunglah dalam organisasi yang memberikan pengaruh baik dalam hidup. Seperti majelis taklim, karang taruna, perkumpulan pemuda yang cerdas.
Ketiga, jauhilah lingkungan yang memberi pengaruh buruk dalam hidup, seperti teman yang mengajak bolos, tawuran, suka dugem, narkoba, nonton pornografi, gaul bebas dengan lawan jenis, terjerumus pergaulan sesama jenis karena ikut-ikutan tren, dan kekerasan atau mem- bully antarteman.
Keempat, tanamkan dan impikan dalam hati pikiran demi masa depan yang cemerlang. Viralkanlah kreativitas dan imajinasi positif yang menghasilkan karya bermanfaat untuk diri sendiri bermanfaat juga bagi orang banyak. Bukan berpose dan berkonten menunjukkan kebebasan berekspresi. Budaya ketimuran terus terkikis.
Maka, pemuda demikianlah yang dikagumi Allah dan Rasu-Nya. Bisa membawa kegemilangan peradaban umat yang tangguh dan menjadi pejuang sejati untuk bangsa dan agama. Wallahu a'lam bishawab.[]