Ancaman Badai Hiperinflasi, Akankah Berujung Resesi?

"Sayangnya, ketika ekonomi dunia sedang bergejolak, Indonesia tidak memiliki ketahanan. Krisis pangan dan energi di dunia internasional memberikan tekanan terhadap inflasi dalam negeri. Pemerintah tidak mampu menghadapi tekanan global, akibatnya, setiap hari rakyat dikagetkan dengan kenaikan harga pangan."

Oleh. Ragil Rahayu, SE
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Waspada! Ancaman badai hiperinflasi ada di depan mata. Jelas ini bukan kabar baik bagi kita semua, tetapi demikianlah adanya. Pada Sidang Tahunan MPR RI, Selasa (16/8), Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan bahwa Indonesia terancam menghadapi hiperinflasi pada September 2022. "Kita diprediksi akan menghadapi ancaman hiperinflasi dengan angka inflasi pada kisaran 10 hingga 12 persen," ucapnya. Menurut Bamsoet, lonjakan harga pangan dan energi akan membuat inflasi semakin tinggi. (CNN Indonesia, 16/8/2022)

Penyebab Hiperinflasi

Hiperinflasi merupakan kondisi ekonomi yang ditandai oleh naiknya harga barang dengan cepat dan menurunnya daya beli. Bisa dikatakan, hiperinflasi adalah inflasi yang terjadi secara cepat. Lantas, bagaimana kondisi Indonesia saat ini? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan hampir menembus 5% year on year (yoy), yakni mencapai 4,94% yoy. Angka ini melebihi perkiraan pemerintah dan merupakan angka tertinggi sejak Oktober 2015.

Kondisi ini merupakan lampu kuning bagi pemerintah. Apalagi, diprediksi Agustus ini inflasi naik menjadi 5-6% dan September terjadi hiperinflasi 10-12%. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa lonjakan inflasi perlu diwaspadai. Apalagi, inflasi harga pangan mencapai 11,5% dan inflasi harga yang diatur pemerintah mencapai 6,51% per Juli 2022.(Kompas.co.id, 11/8/2022)

Penyebab tingginya inflasi saat ini adalah kenaikan harga pangan dan energi secara global. Harga pangan dunia telah melonjak hampir 13% pada Maret 2022, dan kemungkinan akan naik hingga 20 persen menjelang akhir 2022, sedangkan harga minyak mentah dunia melonjak hingga 350% sejak April 2020 sampai April 2022.https://narasipost.com/2022/07/27/inflasi-lonjakan-harga-meroket-kapitalis-diambang-kolaps/

Kenaikan harga pangan dan energi dunia terjadi karena disrupsi rantai pasok pascapandemi. Selain itu, juga karena adanya kegiatan spekulasi komoditas pangan dan energi di pasar berjangka oleh para spekulan. Mereka memperoleh untung besar dari selisih harga komoditas, tetapi akibatnya merusak ekonomi. Namun, sistem kapitalisme tidak mampu menghentikan para spekulan karena kegiatan spekulasi ini legal dalam sistem kapitalisme. Perekonomian pasar bebas membolehkan trik-trik keji seperti spekulasi, meski merugikan orang banyak hingga terjadi bencana kelaparan.

Gagal Mengelola Ekonomi

Sayangnya, ketika ekonomi dunia sedang bergejolak, Indonesia tidak memiliki ketahanan. Krisis pangan dan energi di dunia internasional memberikan tekanan terhadap inflasi dalam negeri. Pemerintah tidak mampu menghadapi tekanan global, akibatnya, setiap hari rakyat dikagetkan dengan kenaikan harga pangan.

Kado pahit berupa kenaikan harga BBM juga dirasakan rakyat. Harga BBM nonsubsidi sudah naik, sedangkan BBM subsidi (pertalite) tinggal menunggu waktu saja untuk naik. Sebagaimana pernyataan Presiden Jokowi, "Kalau memang APBN tidak mampu memang harus kita putuskan (kenaikan harga BBM).".(CNBC Indonesia, 21/8/2022)

Indonesia demikian tertekan dengan kondisi global karena tingginya ketergantungan terhadap impor. Indonesia tercatat mengimpor 26 komoditas pangan seperti beras, daging ayam, daging sapi, telur, gula, susu, cabai, bawang, dan lain-lain. Pada semester I tahun 2021 saja, impor pangan Indonesia mencapai Rp88,21 triliun. Sementara itu, nilai impor BBM sepanjang 2021 mencapai US$14,39 miliar atau sekitar Rp205,7 triliun, melonjak 74% dari tahun sebelumnya.https://narasipost.com/2022/07/08/inflasi-melanda-kapitalisme-gagal-secara-nyata/

Tampak bahwa Indonesia tidak memiliki kemandirian di bidang pangan dan energi sehingga mudah dipengaruhi gejolak global. Kebijakan serba impor menjadi biang kerok tingginya inflasi domestik. Padahal, inflasi yang tinggi akan menyebabkan daya beli masyarakat melemah. Rakyat yang semula hampir miskin menjadi miskin, sedangkan yang miskin makin memburuk.
Walhasil, tingginya inflasi saat ini mengonfirmasi kegagalan pemerintah dalam mengelola perekonomian negara. Negara gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.

Akibat Kapitalisme

Jika lonjakan inflasi terus terjadi, konsumsi dan investasi akan terkoreksi. Padahal keduanya merupakan komponen pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, inflasi saat ini bisa saja berujung resesi. Hasil survei Bloomberg menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam 15 negara yang berisiko mengalami resesi. (bbc.com, 14/7/2022)

Inilah konsekuensi ketika Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, inflasi, resesi, dan krisis selalu membayangi. Tahun ini ekonomi sudah berat, tahun depan bahkan diprediksi akan gelap. Selain itu, sistem kapitalisme juga menjadikan negara-negara besar bersikap individualis. Mereka, negara produsen pangan, telah melakukan pembatasan dan bahkan penghentian ekspor pangan ke Indonesia karena kekhawatiran krisis pangan di dalam negeri mereka.

Kebijakan negara-negara tersebut berpengaruh besar ke Indonesia karena ketergantungan yang tinggi terhadap impor. Hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan pokok berupa bahan pangan secara mandiri. Sebagai negara agraris, Indonesia mestinya mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi nyatanya malah impor bahan pangan.

Solusi Islam

Inflasi sudah menjadi watak ekonomi di bawah kapitalisme. Oleh karena itu, selama masih menerapkan kapitalisme, kita tidak bisa berharap terbebas dari ancaman inflasi. Bahkan yang terjadi adalah stagflasi, yaitu inflasi terus-menerus.
Satu-satunya solusi adalah dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Di dalam Islam, tindakan spekulasi merupakan tindakan haram sehingga negara khilafah akan melarangnya dan menindak tegas pelakunya. Khilafah akan mewujudkan kemandirian ekonomi. Sektor strategis seperti pangan dan energi harus dipasok secara mandiri sehingga negara lain tidak akan mampu memengaruhi kondisi ekonomi domestik.

Sektor energi akan dikelola negara, tidak diserahkan pada swasta. Sedangkan hasilnya akan dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, yaitu penyediaan BBM murah. Jika masih ada keuntungan akan digunakan untuk kemaslahatan rakyat, misalnya penggratisan pendidikan dan kesehatan. Hal ini menjadikan beban ekonomi rakyat tidak berat, karena rakyat tidak perlu mengeluarkan uang untuk pendidikan dan kesehatan.
Khilafah akan mewujudkan politik ekonomi Islam yaitu jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, dan papan sehingga terwujud kesejahteraan rakyat, individu per individu. Negara tidak akan membiarkan pemenuhan kebutuhan pokok tersebut berdasarkan mekanisme pasar sebagaimana yang terjadi dalam kapitalisme saat ini.

Di bidang moneter, Khilafah menerapkan sistem mata uang emas dan perak (dinar dan dirham) yang telah teruji memiliki nilai yang stabil. Hal ini berbeda dengan kapitalisme yang menerapkan mata uang kertas yang sangat fluktuatif sehingga harga barang-barang juga mudah terguncang.

Ketika harga pangan naik, khilafah akan segera menganalisis penyebabnya dan segera menyelesaikan masalah. Jika penyebabnya adalah rendahnya produksi maka Khilafah akan menggenjot produksi. Jika masalah ada di rantai distribusi, maka Khilafah akan menyelesaikan, misalnya dengan menindak penimbunan dan monopoli.
Jika perlu, khilafah akan melakukan operasi pasar sehingga tidak terjadi kelangkaan. Hal ini bisa ditempuh dengan mendatangkan barang dari wilayah yang surplus ke wilayah yang minus. Dengan penerapan solusi Islam tersebut, kita akan terbebas dari ancaman inflasi, apalagi hiperinflasi.

Wallahualam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Nongkrong Boleh, Asal?
Next
Bunda
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram