Memaknai Kemerdekaan, Refleksi Menuju Usia Satu Abad

"Sebagai negara kaya dengan sumber daya alam, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara mandiri. Namun, pada realitasnya negara ini masih terbelit oleh berbagai persoalan dan rakyatnya masih jauh dari keadaan sejahtera. Banyak yang belum tersentuh oleh pembangunan yang dilakukan selama ini."

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Di 2022 Indonesia memasuki usia 77 tahun. Dua puluh tiga tahun lagi akan genap berusia satu abad. Waktu yang tidak pendek bagi perjalanan sebuah bangsa. Tema ulang tahun kemerdekaan tahun ini "Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat". Tema yang dipilih untuk membangkitkan semangat dan harapan bagi bangsa Indonesia agar segera pulih pasca hantaman pandemi selama 2 tahun. Ada logo yang menampilkan angka 77 menyerupai dua panah ke atas, melambangkan gerakan percepatan menuju Indonesia menjadi negara lebih kuat.

Untuk itu, Mendagri Tito Karnavian menyerukan Gerakan Pembagian 10 juta Bendera Merah Putih yang dikibarkan selama satu bulan penuh dari Sabang sampai Merauke. Gerakan yang diharapkan dapat membangkitkan semangat nasionalisme karena pemulihan negara harus didukung seluruh rakyat yang cinta pada tanah airnya. (sindonews.com, 05/08/2022)

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Dr Bactiar, mengatakan latar belakang gerakan ini adalah karena beberapa tahun terakhir ada masyarakat yang enggan mengibarkan bendera Merah Putih. Padahal, bendera benda sakral yang harus disucikan yang menunjukkan Indonesia sebagai negara berdaulat, ungkapnya.

Benarkah Sudah Merdeka?

Indonesia menyatakan kemerdekaannya setelah berhasil mengusir penjajah seperti Portugis, Jepang, Inggris, dan Belanda. Namun, benarkah berakhirnya penjajahan secara fisik berarti Indonesia sudah berdaulat sepenuhnya?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka adalah bebas dari penghambaan, sudah lepas dari penjajahan. Di usianya ke 77 tahun, seharusnya kita merenungkan apakah negara ini sudah benar-benar meraih kemerdekaan hakiki, berdaulat dalam mengatur urusan negaranya.

Sebagai negara kaya dengan sumber daya alam, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara mandiri. Namun, pada realitasnya negara ini masih terbelit oleh berbagai persoalan dan rakyatnya masih jauh dari keadaan sejahtera. Banyak yang belum tersentuh oleh pembangunan yang dilakukan selama ini.

Secara fisik, wajah negara memang banyak berubah. Berbagai daerah sudah terhubungkan oleh jalan-jalan termasuk jalan tol sehingga akses lebih cepat. Apalagi di era Jokowi, pembangunan infrastruktur begitu gencar dengan alasan pemerataan. Bangunan fisik seperti gedung-gedung pencakar langit berdiri di mana-mana. Namun, kemajuan pembangunan fisik tidak serta-merta kehidupan rakyatnya lebih baik dan terlayani.

Makin ke sini aroma perselingkuhan penguasa dengan kelompok oligarki kian kental.Kebijakan-kebijakan tidak berpihak pada rakyat melainkan lebih menguntungkan para pemilik modal. Sederet fakta membuktikan penguasa telah kalah menghadapi kaum oligarki yang semakin menancapkannya kukunya.

Hingga hari ini, negara tidak mampu mengembalikan harga minyak goreng yang dikendalikan para mafia. Lutfi yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan pernah mengungkapkan kecurigaannya tentang keberadaan mafia di balik kelangkaan dan mahalnya komoditas pangan tersebut.

Hukum sudah lumpuh layuh tidak berdaya. Kasus-kasus korupsi terus merajalela hingga dana yang dikorupsi mencapai triliunan. KPK kian dilemahkan, hukum mudah diberlakukan pada masyarakat kelas bawah tetapi sulit menyentuh kelas atas.

Jumlah utang terus menggunung, mencapai angka 7 ribu trilliun. Penyebab kenaikan utang akibat pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Meski Menkeu mengatakan rasio utang Indonesia masih relatif aman dibandingkan negara lain, namun setiap tahun Indonesia harus membayar utang ribawi dengan nominal cukup besar. Alokasi anggaran untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan jadi terabaikan.

Dampak utang tentunya menjadi beban bagi rakyat dan generasi mendatang. Negara yang sudah terjerat utang dihadapkan pada pilihan mengurangi pengeluaran atau menambah pendapatan. Pemerintah memilih menekan pengeluaran dengan mengurangi subsidi dan meningkatkan pendapatan dengan cara menaikkan pajak. Anehnya proyek-proyek yang menelan dana besar tetap dilanjutkan, seperti IKN padahal tidak berpengaruh pada kehidupan masyarakat banyak.

Baru-baru ini publik juga dibuat geram dengan terkuaknya keberadaan Satgassus Merah Putih di tubuh Polri seiring dengan berkembangnya kasus yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo. Kasus penuh drama ini banyak menyedot perhatian karena hingga mencopot 31 polisi. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa, mengatakan kasus ini tak berbeda dengan mafia. Bekerja secara terstruktur, sistematis untuk menutup berbagai kasus pelanggaran hukum dengan praktek kotor seperti menyuap hingga membunuh. (pikiran-rakyat.com, 14/08/2022)

Melihat begitu banyak persoalan dalam berbagai aspek yang membelit negara ini, wajarlah rakyat makin bersikap skeptis. Negara telah jauh dari cita-cita awal ingin mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Persoalan tidak diselesaikan secara serius karena penguasa lebih sibuk dengan kepentingan masing-masing.

Negara masih dijajah secara ekonomi, hukum, politik, sosial ,dan budaya yang berakibat masalah bertumpuk-tumpuk, datang silih berganti tanpa ada solusi. Untuk menyelamatkan Indonesia diperlukan tindakan nyata, bukan sebatas seremonial seperti Gerakan Pembagian 10 juta Bendera Merah Putih. Hanya menjadi sia-sia dan memalingkan kita dari kondisi darurat, yaitu bahwa negara masih tetap terjajah.

Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki

Setiap negara mendambakan kemerdekaan. Dalam Islam kemerdekaan hakiki adalah ketika rakyatnya terbebas dari penghambaan terhadap sesama mahluk dan tuhan selain Allah. Negara meraih kemerdekaan hakiki ketika menerapkan hukum yang bersumber dari Allah Swt. Dan saat ini, tidak ada satu pun negara dengan kriteria tersebut, termasuk Indonesia, meski berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Sayang sekali, kaum muslimin banyak yang tidak menyadari, keberadaan mereka yang sudah terkotak-kotak menjadi negara-negara kecil telah melemahkan kekuatan kaum muslimin sehingga mudah tercengkeram ideologi transnasional, yaitu kapitalisme global. Para kapital menguasai sumber daya alam di seluruh negeri muslim, mengeruk dan mengeksploitasi sehingga menimbulkan kerusakan dan penderitaan panjang.

Kejahatan ideologi ini pula yang telah mengobok-obok Indonesia. Meski berlimpah minyak, gas, emas, batu bara dan barang tambang lainnya, dikaruniai tanah subur, namun banyak penduduknya tetap dalam kemiskinan dan kebodohan. Mereka tidak bisa menikmati pembangunan yang digaung-gaungkan. Semua kekayaan yang seharusnya milik rakyat, habis diisap oleh para kapital global yang bekerja sama dengan kaki tangannya, yaitu para penguasa dan pengusaha lokal.

Rasulullah telah meninggalkan jejak bagaimana cara mewujudkan negara merdeka yaitu dengan mengemban ideologi Islam. Hanya dalam waktu 10 tahun, berawal dari sebuah negara kecil hingga berhasil menjadi kekuasaan yang meliputi seluruh jazirah Arab dan menggetarkan kekuasan kafir ketika itu seperti Persia dan Romawi. Bahkan, pada akhirnya dua kekuatan ini bertekuk lutut di bawah kekuasaan Islam.

Hari ini, kaum muslimin seharusnya mengikuti perjuangan Rasulullah yaitu memperjuangkan ideologi Islam. Konsep Islam paripurna akan membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia lain, perbudakan negara oleh negara lain. Islam satu-satunya ideologi yang dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh manusia dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Kesadaran inilah yang harus dibangun yaitu mengembalikan hak pengaturan negara kepada pemilik bumi merupakan satu-satunya solusi. Manusia akan terbebas dari kesempitan dunia akibat penerapan hukum buatan manusia dan terlindungi dalam negara yang Allah berkahi.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Qishash: Menenteramkan Jiwa
Next
Cinta Tanah Air, Kontribusi Wujudkan Kemerdekaan Hakiki
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram