Faktanya, politisasi agama memang selalu ada di setiap kontestasi politik, baik diluar maupun dalam negeri. Contohnya, pilpres Amerika Serikat yang akhirnya dimenangkan oleh Joe Biden.
Oleh: Dini Azra
NarasiPost.Com — Dalam sistem demokrasi, upaya meraih kekuasaan dan kemenangan lewat pemilu/kada akan selalu diwarnai beragam taktik serta intrik politik. Misalnya saja, menggunakan money politic ataupun politisasi agama. Hal ini sulit dihindari, karena masing-masing kandidat harus berusaha mengumpulkan suara sebanyak mungkin untuk menang. Dan demi meraih simpati pamilih suara, berbagai macam cara akan dikerahkan, termasuk memoles diri dengan identitas keagamaan.
Baru-baru ini digelar sebuah webinar oleh Moya Institute dengan tema "Gaduh Politisasi Agama", yang juga mengundang beberapa tokoh agama. Salah satunya, Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia, TGB Muhammad Zainul Majdi. Dimana, dia mengingatkan akan bahaya politisasi agama. Karena menurutnya, politisasi agama bermakna menjadikan agama sebagai instrumen untuk mendapatkan hasil politik, semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik.
Politik akan menjadi baik jika di dalamnya mengandung nilai-nilai agama yang mulia sebagai prinsipnya. Sebagaimana dilakukan para pendiri bangsa. Namun, ia melihat kejadian akhir-akhir ini, ada kelompok tertentu mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan. "Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah," demikian beliau menambahkan.
Sementara itu, di acara yang sama Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaragutni mencontohkan apa yang dilakukan Habib Rizieq Shihab sebagai politisasi agama. Sedangkan, Direktur Moya Institute, Hery Sucipto menegaskan negara harus hadir untuk melindungi segenap warga negaranya. Dan menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan provokasi, karena itu dia mengatakan negara tidak boleh kalah. (Republika.co.id, 19/11/2020.
Faktanya, politisasi agama memang selalu ada di setiap kontestasi politik, baik diluar maupun dalam negeri. Contohnya, pilpres Amerika Serikat yang akhirnya dimenangkan oleh Joe Biden. Banyak kalangan yang sudah muak dengan kepemimpinan Donald Trump terutama umat Islam, karena sepak terjangnya yang tidak memihak pada umat Islam. Hadirnya Biden seolah menjadi harapan akan adanya pemimpin AS yang humanis terhadap kaum muslim. Apalagi dia juga mengutip salah satu hadis untuk menarik simpati masyarakat Islam. Hal itu dilakukan agar masyarakat menilai bahwa dia akan bersikap baik kepada umat Islam.
Politisasi agama adalah buah dari sistem demokrasi liberal. Saat ini politik yang ada menerapkan ideologi kapitalis-liberal. Dimana politik hanya ditujukan untuk mendapatkan keuntungan materi, termasuk untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Inilah yang akhirnya melahirkan sikap pragmatis. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan termasuk politisasi agama. Lihat saja, setiap menjelang pemilu atau pilkada, para politisi mendadak berpenampilan Islami. Mulai mengenakan peci, kerudung, gamis dan surban yang biasanya mereka sebut kearab-araban. Tapi demi meraih citra baik di mata umat Islam, semua itu dilakukan.
Demikian juga dengan mendekati Kyai/ulama beserta ormasnya. Itupun demi meraup dukungan suara umat. Meski setelahnya atribut dan ajaran Islam akan ditanggalkan, umatnya pun ditinggalkan.
Anehnya, sekarang ini politisasi agama justru dituduhkan kepada ulama juga umat Islam yang tidak terlibat dalam politik praktis. Padahal mereka hanyalah masyarakat sipil yang ingin menyampaikan kebenaran. Mengapa Ulama dan umat Islam yang bersikap kritis karena peduli dengan kondisi negeri justru selalu dicurigai?
Apabila seorang ulama, atau sekelompok umat Islam berbicara tentang politik dan dikaitkan dengan agama, itu bukanlah politisasi agama. Memang sudah seharusnya. Sebab, agama Islam memang tidak bisa dipisahkan dari urusan politik. Politik di dalam pandangan Islam bukan hal yang kotor apalagi hina. Tetapi menjadi sesuatu yang sangat mulia.
Berbeda dengan politik saat ini yang identik dengan perebutan kekuasaan, saling tikung kiri-kanan demi kepentingan pribadi atau golongan. Sehingga, kepentingan rakyat terabaikan, sementara kepentingan korporat diutamakan.
Politik Islam justru ditujukan untuk mengurusi urusan umat, memperbaiki kehidupan manusia, menunjuki pada kebenaran, juga membimbing mereka menuju ketaatan kepada Rabb-nya. Sebab, kepengurusannya harus disesuaikan dengan syariat Islam. Memang sekarang ini politik tidak diatur dengan aturan syariah. Karena itulah penting bagi umat Islam terutama para ulamanya untuk mengetahui politik Islam yang sebenarnya. Agar bisa menyampaikan muhasabah atau kontrol kepada penguasa, sekaligus sebagai bentuk dakwah perjuangan menuju tegaknya dinnul Islam.
Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, memiliki aturan yang menyeluruh di segala aspek kehidupan. Menjalankan ajaran Islam, bukan hanya dalam masalah akidah, ibadah dan akhlak saja. Melainkan harus secara kaffah/menyeluruh termasuk dalam hal muamalah, seperti urusan ekonomi, sosial dan politik. Setiap muslim yang akidahnya benar, pasti menghendaki seluruh hidupnya diatur dengan syari'at. Namun, ada syariat yang tidak dapat dilakukan oleh individu atau kelompok, dan hanya bisa dilaksanakan oleh pemilik otoritas kekuasaan. Sebab itulah, wajib bagi seluruh muslimin untuk memperjuangkan sistem politik berlandaskan Islam. Dengan cara berdakwah kepada umat dan pemerintah.
Begitu pentingnya kekuasaan bagi umat Islam, sampai-sampai Ulama besar Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad, beliau menyatakan, "agama dan kekuasaan merupakan saudara kembar.... Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah pancangnya. Segala sesuatu yang tidak mempunyai pondasi niscaya akan roboh, dan segala sesuatu yang tidak memiliki pancang akan musnah".
Begitupun Ibnu Taimiyah, beliau juga menegaskan, "Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak". (Ibnu Taimiyah, Majmu' al Fatawa, XVIII/394)
Sesungguhnya, kekuasaan yang dikehendaki umat Islam adalah kekuasaan untuk melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan. Agar sempurna agama Allah ini ditegakkan di atas muka bumi.
Kekuasaan yang bertujuan meraih Ridha Ilahi dan kesejahteraan umat di dunia hingga akhirat. Bukan kekuasaan yang hanya bertujuan untuk meraih kesenangan dunia yang bersifat sementara. Ataupun ambisi duniawi yang tidak akan pernah tercukupi. Maka, sudah saarnyabkita mengganti sistem demokrasi yang memisahkan agama dan kekuasaan (politik), lalu berpalinglah kepada sistem Islam yang membawa keberkahan. Wallahu a'lam bishawab.
Pictures by google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]