"Bagi pemuja sistem demokrasi, pemilu merupakan sebuah ajang yang dinanti-nanti. Sebagai contoh adalah partai politik. Mereka akan semakin mendekati rakyat dengan membawa visi dan misi partai. Mereka pun giat melakukan kampanye di mana-mana sehingga menjadi partai yang unggul. Lebih dari itu, keterlibatan partai politik dalam pemilu dianggap mampu menyelesaikan masalah bangsa. Benarkah demikian?"
Oleh. Sri Retno Ningrum
(Penulis Ideologis dan Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Berdasarkan pasal 10 ayat 2 Tahun 2011 telah disebutkan bahwa salah satu tujuan khusus partai politik adalah meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan. Artinya, partai politik berperan menyiapkan calon anggota legislatif dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik demokrasi. Sehingga tidak ada masyarakat yang memilih golput (tidak memberikan suara dalam pemilu).
Menuju pemilu (pemilihan umum) 2014 partai politik pun berbondong-bondong mendaftarkan partainya setelah dibuka pendaftarannya oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada 1 Agustus 2022 kemarin.
Di sisi yang lain, Titi Anggraini selaku Anggota Dewan Pembina Porludem mengatakan bahwa mekanisme pendaftaran dan verifikasi partai politik pada 2022 berbeda dengan verifikasi pada 2017. Partai politik yang ingin menjadi peserta pemilu harus memasukkan data-data persyaratan sebagai partai politik peserta pemilu ke Siplo, baru bisa datang ke KPU untuk mendaftar. (MetroTV 1/8/2022)
Bagi pemuja sistem demokrasi, pemilu merupakan sebuah ajang yang dinanti-nanti. Sebagai contoh adalah partai politik. Mereka akan semakin mendekati rakyat dengan membawa visi dan misi partai. Mereka pun giat melakukan kampanye di mana-mana sehingga menjadi partai yang unggul. Lebih dari itu, keterlibatan partai politik dalam pemilu dianggap mampu menyelesaikan masalah bangsa. Benarkah demikian?
Seperti yang kita ketahui bahwa keadaan negara ini tidak baik-baik saja. Artinya, berbagai masalah muncul sejak sistem demokrasi diterapkan. Misalnya, kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, pengangguran, kemiskinan, dekadensi moral, penghinaan terhadap Islam, pelecehan sosial, kekerasan pada anak, penyimpangan seksual, korupsi, dan masih banyak lagi. Selain itu, diakui atau tidak bahwa penyelenggara pemilu selama ini, baik pemilihan presiden dan wakil presiden, legislatif, gubernur, bupati bahkan level paling rendah yakni kepala desa mustahil melahirkan pemimpin dambaan umat. Hal itu terjadi karena pemilihan umum dalam sistem demokrasi dibangun dengan paradigma kapitalisme.
Calon pemimpin yang mencalonkan diri untuk menjabat suatu jabatan didukung oleh para pemilik modal dan partai pendukungnya ketika mengadakan kampanye. Sehingga ketika dirinya terpilih harus membalas budi kepada pendukungnya. Janji manis yang pernah diucapkannya pun dilupakan. Visi misi yang pernah mereka ucapka, seperti menyejahterakan rakyat, berantas para koruptor pun tidak lagi menjadi cita-citanya. Sebaliknya, yang mereka utamakan adalah kepentingan para pemilik modal atau para kapitalis dan partai yang mendukungnya. Walhasil, slogan cantik dari sistem demokrasi, yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, hanyalah ilusi.
Hal itu berbeda dengan pemilihan dalam sistem Islam. Pemilihan dalam Islam dilakukan dengan cepat tanpa membutuhkan waktu lama dan dana yang banyak. Seorang pemimpin (khalifah) dipilih berdasarkan pilihan umat melalui ahlu ahli wal aqdi. Merekalah yang menjadi wakil dari umat untuk memilih pemimpin yang layak bagi umat dengan syarat memenuhi syarat in‘iqad, yakni Islam, laki-laki, baligh, adil, berakal, mampu dan merdeka.
Kemudian kekhalifahan yang terpilih dibai'at dengan bai’at in‘iqad dan bai’at taat. Begitu pula dengan pemilihan kepala daerah, mereka dipilih oleh khalifah dengan memiliki syarat in‘iqad dan mempunyai kemampuan dalam memimpin.
Sungguh, pemilihan dalam Islam sangat cepat dan sederhana. Sosok pemimpin terpilih juga menjadi pemimpin dambaan umat karena senantiasa merujuk pada hukum Allah Swt. sehingga mampu membawa umat pada keberkahan dan kesejahteraan hidup. Sebaliknya pemilihan umum dalam sistem demokrasi tidak akan mampu memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di negara ini. Karena para pemimpin dalam demokrasi tidak mengambil aturan Allah Swt. dan pemilu yang ada rentan terjadi manipulasi suara. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem Islam untuk menyelesaikan permasalahan negara ini, bukan tetap bertahan dalam bobroknya sistem demokrasi.
Pada masa kejayaan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah mampu memberikan kesejahterraan kepada seluruh rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Negara menyejahterakan rakyat lewat hasil SDA yang dikelola negara, seperti : hasil hutan, hasil laut, batu bara, nikel, minyak bumi, emas, dan sebagainya. Negara pun memiliki harta yang dikelola oleh Baitulmal, seperti : Usyur, khumus, rikaz dan lain-lain. Maka, tidak ada pilihan lain bagi umat selain menerapkan sistem Islam atau Khilafah dan bersegera meninggalkan sistem demokrasi yang membawa keburukan bagi umat. Wallahu ‘alam bisshowab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]