"Palestina adalah tanah kaum muslimin. Itu jugalah yang harus dipahami umat saat ini, bahwa konflik di Palestina bukanlah masalah warga Palestina saja. Pemikiran semacam ini merupakan racun nasionalisme yang hanya akan melemahkan umat Islam. Yakni mencukupkan diri berjuang di negeri masing-masing dan mengabaikan negeri muslim lainnya."
Oleh: Nuraisah Hasibuan S.S
( Owner Aisah Sampul Quran, Pemerhati Sosial, Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost. Com- Gencatan senjata yang dimediasi Mesir pada Minggu (7/8/2022) telah mengakhiri konflik terbaru antara Palestina dan Israel. Serangan saling balas tembakan roket antara keduanya yang dimulai sejak Jumat (5/8/2022) telah menewaskan 44 warga Palestina, termasuk di antaranya 15 anak-anak dan 4 wanita, serta 311 orang luka-luka.
Sebelum terjadinya serangan roket, pada hari jumat (5/8/2022) ratusan warga Israel tampak melakukan demonstrasi di Jalur Gaza, menuntut dikembalikannya seorang tawanan dan dua mayat tentara Israel. Namun, dari pihak Palestina, melalui pejabat Organisasi Jihad Islam, mengajukan tiga tuntutan melalui mediator Mesir. Isi tuntutannya adalah dibebaskannya tahanan militan Palestina beserta ratusan tahanan lain, penghentian serangan Tepi Barat, dan pencabutan blokade Gaza. Namun, Israel mengatakan tidak akan ada langkah besar pencabutan blokade hingga mayat dan tawanan dibebaskan. Terlebih lagi, blokade ketat itu memang mereka pertahankan untuk mencegah Hamas membangun kemampuan militernya.
Israel dan Hamas adalah musuh bebuyutan dan sudah berperang sebanyak empat kali semenjak Hamas berkuasa di Palestina selama 15 tahun. Itu belum termasuk puluhan pertempuran kecil yang juga memakan korban serta menyebabkan hancurnya fasilitas publik. Dan pada konflik terbaru ini, selain Hamas, ada PIJ (Gerakan Jihad Palestine) yang juga terlibat aktif. Lebih dari 100 roket telah diluncurkan PIJ ke Israel dalam aksi serangan udara selama kurang lebih tiga hari berturut-turut tempo hari.
PIJ adalah gerakan jihad yang didirikan oleh para mahasiswa Palestina di Mesir. Tujuan mereka ingin membentuk negara Islam Palestina. Bagi Palestina, PIJ adalah kelompok jihad namun bagi negara-negara Eropa mereka merupakan gerakan teroris. Terlebih karena PIJ menolak keras keberadaan Israel. Pun sangat militan, PIJ dan Hamas tak bisa menolak saat diminta untuk melakukan gencatan senjata. Dengan kata lain, para pejuang jihad tersebut tidak memiliki backing yang kuat untuk memupuk semangat jihadnya. Mereka memilih tunduk pada perintah gencatan senjata. Padahal konflik panjang Palestina-Israel yang sudah berlangsung selama 70 tahun tidak cukup diselesaikan sekadar dengan cara gencatan senjata.
Selama masalah fundamental penyebab konflik tidak dituntaskan, maka pertikaian kedua negara akan terus berlarut-larut.
Pertama harus dilihat sejarah awal terjadinya konflik, yaitu saat Israel mencari perlindungan ke wilayah Palestina namun malah mencaplok tanah Paslestina sedikit demi sedikit. Hingga saat ini tersisa Jalur Gaza saja untuk warga Palestina. Ini adalah masalah utamanya.
Karena dari sinilah telah muncul masalah turunan lainnya. Termasuk kesewenang-wenangan Israel pada negeri yang sudah dirampasnya, sikap tidak toleran Israel pada nilai-nilai Islami yang kental pada warga Palestina, pemandulan fungsi negara sehingga tidak ada benar-benar melindungi warga Palestina.
Ironisnya, negara-negara lain pun seolah tutup mata. Tidak mau ikut campur urusan yang bukan urusan negaranya dengan alasan nation state. Negeri-negeri Islam paling hanya mengecam atau memboikot Israel. Sedangkan negara -negara Eropa termasuk Amerika yang notabene memiliki kepentingan besar dengan Israel terkait penjualan senjata, hanya menawarkan solusi dua negara; yakni memberikan kemerdekaan pada Palestina dan bersedia hidup damai berdampingan dengan Israel.
PBB juga tak bisa diharapkan dalam hal ini. Bahkan PBB adalah salah satu aktor utama penyebab konflik panjang Israel-Palestina pada awalnya, dimana melalui resolusinya pada tahun 1967, wilayah Tepi Barat ditetapkan PBB sebagai teritori Israel. Berbagai poin dalam resolusinya juga banyak merugikan pihak Palestina sehingga tidak dapat diterima Palestina. Akibatnya tak pernah tercapainya perjanjian damai yang memuaskan terutama pada Palestina. Bagaimana tidak, AS adalah salah satu pemegang hak veto di PBB. Tentulah segala keputusan dan resolusi PBB harus sejalan dengan kepentingannya, termasuk tidak menyenggol Israel sebagai sekutunya.
Dari semua fakta ini seharusnya kita bisa melihat bahwa yang dibutuhkan Palestina bukan sekadar kemerdekaan. Karena itu berarti kita merelakan tanah Palestina diambil Zionis Yahudi dan mencukupkan mereka dengan dengan kemerdekaan saja meski hidup di wilayah yang kecil di jalur Gaza.
Tanah Palestina adalah tanah kaum muslimin. Semenjak pasukan Islam di bawah komando Salahuddin al Ayubi membebaskan Jerusalem (kini Palestina) dalam perang Khittin, Islam telah menjaga tanah ini supaya jagan jatuh lagi ke tangan musuh-musuh Islam.
Dahulu, seorang Yahudi bernama Theodore Hertz pernah ingin membeli tanah Palestina pada khalifah Abdul Hamid II, namun ditolak mentah-mentah dengan alasan bahwa itu adalah tanah kaum muslimin. Jangankan untuk Yahudi, bahkan seorang khalifah secara pribadi pun tak berhak atas tanah tersebut.
Palestina adalah tanah kaum muslimin. Itu jugalah yang harus dipahami umat saat ini, bahwa konflik di Palestina bukanlah masalah warga Palestina saja. Pemikiran semacam ini merupakan racun nasionalisme yang hanya akan melemahkan umat Islam. Yakni mencukupkan diri berjuang di negeri masing-masing dan mengabaikan negeri muslim lainnya.
Sudah saatnya umat Islam peduli dan terlibat dalam perjuangan pengembalian tanah Palestina. Dahulu, seluruh umat Islam bersatu di bawah komando seorang pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Allah. Maka, saat ini umat Islam harus kembali bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam. Pemimpin yang menjadi perisai yang melindungi jiwa, harta, dan kehormatan umat Islam di seluruh dunia.
Wallahu a’lam bishowab[[]