”Agresi itu merupakan manifestasi serta arogansi kekuatan militer Israel, juga sebagai perpanjangan dari pola pikir kolonial rasis.”
Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-”Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586).
Sayangnya semenjak institusi Islam (Khilafah Islamiah) berhasil diruntuhkan oleh Mustafa Kamal laknatullah alaihi, maka sejak itu pula cara pandang kaum muslimin bergeser dari yang terbiasa berpikiran dan berwawasan global berubah menjadi pemikiran yang sempit, dan hanya berorientasi pada lokal kebangsaan saja. Itulah sebabnya mengapa hari ini, umat Islam terkesan abai bahkan acuh tak acuh terhadap penderitaan yang kini dialami oleh muslim di Palestina. Mereka menganggap bahwa itu bukan urusan dalam negeri, sehingga tidak perlu ada campur tangan. Lalu kepada siapa rakyat Palestina harus mengadu, bernaung serta memohon perlindungan? Sementara PBB dan OKI sendiri tak mampu berbuat banyak, alias hanya bisa mengecam tanpa aksi yang nyata.
Serangan Berulang Israel atas Palestina
Melansir dari Republika.co.id, 7/8/2022 dinyatakan bahwa para Zionis Israel kembali melakukan penyerangan brutal terhadap penduduk Gaza. Aqsa Working Group (AWG) ikut mengecam tindakan tersebut. Diketahui sebanyak 13 orang syahid termasuk seorang anak perempuan berusia lima tahun. Menurut AWG, serangan tersebut makin membuktikan bahwa Israel adalah rezim zalim yang patut dimusnahkan dari muka bumi. Lanjutnya, klaim Zionis Israel yang menyatakan tindakan bombardir kepada Gaza sebagai upaya pencegahan, merupakan alasan yang diada-adakan. Terlebih ketika pihak Israel merespons dengan melancarkan serangannya hingga menimbulkan korban jiwa dari warga sipil, maupun anak-anak, serta perusakan sejumlah properti.
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina pun ikut mengutuk keras serangan Israel. Menurut lembaga itu, Israel telah menjadikan Palestina seperti arena latihan tembak di mana warga sipil adalah targetnya. Dikatakannya, agresi itu merupakan manifestasi serta arogansi kekuatan militer Israel, juga sebagai perpanjangan dari pola pikir kolonial rasis (Republika.co.id, 07/08/22)
Sementara itu dari unggahan Instagram @abumuslim_gaza, diketahui telah terjadi serangan yang dilakukan oleh Zionis Israel atas penduduk Palestina, hingga menimbulkan korban sebanyak 44 orang, di antaranya anak-anak sebanyak 15 orang dan 4 di antaranya adalah wanita, sementara itu sebanyak 360 lainnya dalam kondisi terluka. Israel sendiri mengatakan menyerang Gaza dan mengumumkan ‘situasi khusus’ pada hari Jumat (5/8/2022).
Bukti Kebiadaban Israel
Dalam pada itu, Aqsa Working Group menyatakan kepada para pemimpin dunia serta seluruh komunitas internasional agar dapat merespons kezaliman yang ditimbulkan oleh Israel secara nyata. Tidak hanya sekadar gimmick diplomatik terlebih dengan standar ganda, seperti misal di satu sisi memberi kecaman atas kebiadaban Zionis namun di saat bersamaan masih tetap menjalin hubungan mesra bersamanya. Dengan kata lain mengutuk, memberi sanksi, dan memboikot Rusia atas invasi ke Ukraina akan tetapi membiarkan kezaliman Zionis atas rakyat Palestina.
Untuk itu AWG pun menyeru kepada pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia, agar terus menguatkan bantuan serta dukungan pada rakyat Palestina dan menjaga jarak (memutuskan hubungan) sejauh-jauhnya dengan Zionis Israel. Termasuk membatalkan Timnas U-19 Israel pada ajang Piala Dunia U-20 di Indonesia tahun depan. Sebab, hal itu selaras dengan amanat Pembukaan UUD 1945, alinea pertama, termasuk seruan Presiden Joko Widodo agar memboikot Israel dalam Konferensi OKI 2016 lalu.
Palestina dalam Ancaman
Hampir semua media telah memberitakan dengan cepat, peristiwa serangan Israel ke Palestina. Tapi sayang, tak ada satu pun pemimpin negeri-negeri muslimin yang mengerahkan tentaranya untuk membantu Gaza. Para pemimpin dunia hanya bisa beretorika dan mengecam, yang semua itu sama sekali tak membuat Israel ketakutan. Sungguh kondisi ini menunjukkan ketidakberdayaan yang nyata. Lebih miris lagi jika menengok pada Mesir, yang merupakan salah satu negeri muslim dan juga berbatasan langsung dengan Palestina akan tetapi justru melakukan blokade ketat sepanjang waktu pada negaranya hanya karena alasan nation state.https://narasipost.com/2021/05/24/palestina-butuh-solusi-hakiki-bukan-solusi-setengah-hati/
Sementara itu Israel mengklaim bahwa, tindakan tersebut perlu diambil dalam rangka mencegah Hamas membangun kemampuan militernya. Bersamaan dengannya, para kritikus mengatakan bahwa, kebijakan Mesir dan Israel itu sama artinya dengan menghukum secara kolektif pada 2 juta penduduk Palestina di Gaza.
Dalam kesempatan ini pun, solusi yang paling getol ditawarkan adalah two state solution (solusi dua negara). Yang diharapkan adalah Palestina dapat menjadi negara merdeka, dan hidup berdampingan bersama Israel dengan damai. Sehingga, perjuangan pembebasan yang dilakukan Palestina hanya dicukupkan pada gerakan-gerakan nasionalisme saja. Dengan sendirinya umat Islam di seluruh dunia, tidak lagi menganggap bahwa persoalan yang terjadi di Palestina adalah urusan mereka juga, akan tetapi permasalahan yang dihadapi Palestina merupakan persoalan internal, yang tidak membutuhkan campur tangan pihak luar. Padahal, semua solusi itu berarti kita membiarkan tanah Palestina dijajah oleh Israel dan menyisakan sedikit saja bagi Palestina. Maka sudah barang tentu, solusi itu adalah bentuk dari kebatilan dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab Palestina merupakan tanah milik kaum muslimin, maka selayaknya dikembalikan pada umat Islam seluruhnya.
Kehilangan Perisai
Semua bermula saat kaum muslimin kehilangan perisai, yang ditandai dengan runtuhnya Khilafah Islamiah pada tahun 1924. Maka sejak itu pula, persatuan di antara umat Islam akhirnya terpecah belah menjadi lebih dari 51 negara. Sedangkan Turkiye sendiri mengemban nasionalisme, dengan bentuk negara Republik yang berasaskan sekularisme, bersamaan dengan penjagaan ketat militernya yang sangat kuat.
Seterusnya dalam rangka mempertahankan hegemoni atas negeri-negeri kaum muslimin, hingga saat ini Barat dan Yahudi tetap menjaga sekularisme maupun ide-ide turunannya yaitu nasionalisme. Paham tersebut yang menjadikan perpecahan di tubuh umat Islam, pun mencegah kebangkitan kaum muslim atas tegaknya Khilafah Islamiah.
Sehingga umat Islam harus paham, bahwa upaya pembebasan Palestina mustahil dicapai jika hanya dilakukan dengan berbagai gerakan nasionalisme, yang mana hal itu pun termasuk menyalahi fakta sejarah. Karena semenjak Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu anhu berhasil menaklukkan Palestina dan menggabungkannya sebagai bagian dari Khilafah Islamiah, maka sejak itu pula Palestina menjadi milik kaum muslimin seluruhnya, di mana Khilafah bertindak sebagai perisai (penjaga).
Mengembalikan Perisai Umat yang Hilang
Dalam sejarah dipaparkan bahwa, kaum salibis berhasil menguasai Yerusalem pada 1099 M, kemudian mendirikan kerajaan Kristen di atasnya dengan Godfrey dari Boulogne sebagai pangeran. Maka kaum muslim pun terus berusaha mengambilnya kembali dengan berjihad. Kemudian pada 1187 M, wilayah tersebut akhirnya dapat direbut kembali oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi melalui perang Hittin.https://narasipost.com/2021/06/23/palestina-kita-tanggung-jawab-kita/
Para khalifah di sepanjang sejarah kejayaan Islam, menjaga Palestina dengan sekuat tenaga sehingga tiada musuh-musuh Islam yang dapat menguasai tiap jengkal tanahnya. Adalah Sultan Abdul Hamid II, salah satu khalifah umat Islam yang demikian tegas menolak tawaran dari Theodore Herzl yang berusaha membujuk dan menyuap khalifah dengan uang sebesar 150 juta poundsterling (setara 3 triliun). Sang Sultan dengan tegas kemudian berkata ”Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Ia adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi tanah ini, mereka telah membasahinya dengan darah-darah mereka.”
Maka jelaslah perjuangan pembebasan Palestina sejak mula hingga kini, bahkan seterusnya bukanlah perjuangan dari rakyat Palestina semata, terlebih itu dilakukan berdasarkan gerakan nasionalisme. Sebab sesungguhnya, perjuangan pembebasan Palestina merupakan perjuangan seluruh umat Islam di penjuru dunia atas spirit persatuan dan akidah Islam. Jika dahulu kaum muslimin bersatu hingga membentuk sebuah kekuatan global yang mendunia, kuat, tangguh, dan mampu menggetarkan musuh-musuhnya. Dulu, umat Islam di berbagai wilayah bergabung menjadi satu yang seluruhnya berada dalam penjagaan Khilafah Islamiah. Maka hal yang sama pun pernah dialami oleh Palestina, yaitu selama berada dalam penjagaan Khilafah, mereka juga berada dalam keadaan aman serta terjaga dari tangan para musuh Islam.
Khilafah telah berhasil menyatukan umat manusia dari berbagai suku, ras, bangsa, agama, dan negara dengan ikatan akidah. Mereka pun bersama-sama memegang erat tali agama Allah Subhanahu wa taala dengan sekuat tenaga. Akhirnya, persoalan Palestina hanya akan selesai jika Khilafah Islamiah dikembalikan dalam kehidupan manusia, sehingga dengannya Khilafah dapat menyatukan seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia dalam satu kepemimpinan, dan kemudian akan melaksanakan perintah jihad sebagai upaya pembebasan tanah Palestina dari kebiadaban penjajahan yang dilakukan Zionis Israel. Wallahu’alam bis showab.[]
[…] Baca juga: Palestina di Titik Nadir […]