"Andai kita di Gaza.
Langit kemerahan sewarna tembaga.
Bukanlah tentang sukacita.
Melainkan kepasrahan sepenuhnya.
Bisa jadi ini saatnya melepas raga"
Oleh. Nisrina Nitisastro
(Kontributor NarasiPost.Com & Konsultan Hukum)
NarasiPost.Com-Andai kita di Gaza
Mereka akan menyapa dengan lemparan granat sedepa
Sambil bertanya
Benarkah Gaza takkan bisa dipinta?
Andai kita di Gaza
Reruntuhan itu, yang di tepi jalan itu
Dari dalamnya masih menyisakan sebuah pekikan ngilu
"Lawan!"
Andai kita di Gaza
Orang-orang akan kembali dari masjid yang disucikan
Sambil menghitung dinding yang runtuh berkeping
Menduga siapa yang takkan hadir di salat nanti malam
Andai kita di Gaza
Langit kemerahan sewarna tembaga
Bukanlah tentang sukacita
Melainkan kepasrahan sepenuhnya
Bisa jadi ini saatnya melepas raga
Apakah yang mereka perjuangkan sebenarnya?
Sebuah keyakinan yang dipasak di atas mihrab, sejengkal kebun zaitun, atau sejarah panjang penaklukan demi penaklukan?
Apakah yang mereka rasakan di sana?
Ketika seorang lelaki muda berpamitan kepada istri dan ibunya
Menatap mata legam anak-anaknya
Sambil meraba bekal di sakunya
Bukan, bukan roti … tapi selarik firman
Oh, apakah yang tengah mereka rasakan di sana?
Ketika seorang tahanan tua memohon Tuhan tersenyum
Walau senyum-Nya terasa sedingin aluminium piring ransum
Ah, andai kita di Gaza
Bulan akan terlihat seperti replika
Dan malam laksana kerut-merut wajah wanita tua
Dan di hari yang fitri, orang-orang akan keluar rumah
Tersenyum gugup namun tetap ramah
Hanya di tempat ini orang tak bernapas menghirup udara
Mereka hanya menghirup keberanian
Dan mengembuskan keberanian
Membuat rasa takut tak lebih dari hipokalemia yang ranggaskan jiwa
Mengapa mereka harus mempertahankan kota ini?
Bagi mereka, Gaza tak boleh dipinta
Walau bebatuan di sana takkan berubah menjadi roti
Dan mentari pagi belum hendak menjelmakan sebaris firman suci
Andai kita di Gaza
Ah, andai kita di Gaza ….[]