"Dengan mudah pemerintah mengamini pihak-pihak yang menuduh sekolah melakukan perundungan kepada siswinya. Jika sudah begini, apa yang mau diharapkan dari sistem sekuler hari ini? Bagaimana mungkin tercetak generasi berkepribadian Islam, jika berbagai upaya menuju ke sana saja ditutup rapat-rapat?"
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(RedPel NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Penggunaan hijab sebagai seragam sekolah kembali menuai polemik. Kali ini terjadi di Bantul usai SMAN 1 Banguntapan Bantul, Yogyakarta diduga memaksa siswinya berhijab ke sekolah. Kasus tersebut menjadi viral pasca adanya seorang siswi yang depresi karena pemaksaan itu. Akhirnya, buntut dari hal itu, Sri Sultan Hamengku Buwono X selalu Gubernur DI Yogyakarta menonaktifkan kepala sekolah dan tiga orang guru yang diduga terlibat dengan pemaksaan tersebut.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan nomor 45 tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah memang dinyatakan bahwa tujuan penetapan seragam sekolah adalah menumbuhkan rasa nasionalisme, kebersamaan, serta memperkuat persaudaraan sehingga menumbuhkan semangat kesatuan dan persatuan di kalangan peserta didik. (Dindik.madiun.go.id)
Sebelumnya, persoalan hijab di sekolah juga mencuat pada 2021 lalu di SMKN 2 Padang, saat itu seorang siswa nonmuslim bersama orang tuanya mengajukan keberatan kepada pihak sekolah yang mewajibkan berhijab di sekolah. Pasca kejadian itu, terbitlah Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB) terkait seragam sekolah negeri pada 3 Februari 2021. Salah satu poin yang tertuang di dalam SKB tersebut, bahwa Pemda dan pihak sekolah tidak boleh memaksa dan melarang penggunaan atribut agama di sekolah. Namun sayang, SKB tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung setelah muncul banyaknya gugatan dari masyarakat. Adapun setehan pembatalan SKB 3 Menteri itu, sekitar 800 orang dan Ormas mengajukan petisi kepada Presiden Joko Widodo agar membuat aturan yang lebih kuat terkait jaminan kebebasan berbusana di sekolah. Adapun petisi yang diajukan adalah "Seruan Indonesia Hentikan Perundungan dan Intimidasi Lewat Aturan Busana". (VoaIndonesia.com/06-06-2021)
Demikianlah kesemrawutan aturan di bawah sistem hari ini, tumpang tindih dan mudah diotak-atik sesuai kepentingan. Lantas, benarkah mewajibkan siswi muslimah untuk mengenakan hijab merupakan wujud perundungan?
Sekularisme Menyandera Syariat
Benarlah adanya bahwa sistem kehidupan sekuler hari ini sungguh mengeliminasi peran agama dalam mengatur kehidupan individu, khususnya di ranah publik. Pemakaian hijab bagi muslimah yang notabenenya diwajibkan Allah Swt, harus terganjal sistem yang ada. Sungguh ide kebebasan yang diagungkan menjadikan setiap orang bebas bersuara tatkala merasa 'dipaksa' melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya.
Beginilah potret syariat tersandera sekularisme. Sebuah konsekuensi logis dari adanya pemisahan agama dari kehidupan, peran agama dikerdilkan sebatas ajaran ritual di ranah privat individu. Sementara urusan yang berkaitan dengan orang banyak, tak boleh menyertakan agama sebagai fondasinya. Miris!
Terkait dugaan 'pemaksaan' pemakaian hijab di sekolah, sebetulnya amat tak layak disebut sebagai perundungan, sebab sejatinya berhijab bagi seorang muslimah yang sudah mencapai baligh adalah sebuah kewajiban yang ditetapkan syariat. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah saw kepada Asma r.a dalam hadis riwayat Abu Daud, "Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini' (beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya)."
Dalam hadis itu menunjukkan betapa seorang perempuan harus menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan, karena seluruh tubuh perempuan merupakan aurat. Maka, pemakaian hijab menjadi wajib adanya sebagai pakaian penutup aurat muslimah.https://narasipost.com/2022/07/27/perundungan-marak-potret-generasi-rusak/
Oleh karena itu, ketika negara atau sekolah membuat regulasi seragam sekolah yang menutup aurat, justru hal itu patut diapresiasi karena merupakan wujud penyelamatan generasi dari sistem yang kian menjauhkan generasi dari agamanya. Upaya yang dilakukan sekolah tersebut juga dalam rangka membentuk generasi masa depan yang memiliki kepribadian Islam. Apalagi sekolah yang notabenenya berdiri sebagai lembaga pendidikan, wajib menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Maka, konsekuensinya, anak didik akan diarahkan untuk menjadi sosok-sosok yang tunduk pada perintah Rabbnya, termasuk perintah menutup aurat bagi muslimah. Namun sayang, sekolah yang menerapkan hal demikian, dalam sistem hari ini justru dianggap sebagai pelaku kejahatan. Dengan alasan 'bukan sekolah Islam', maka sekolah tersebut tidak boleh 'memaksakan' aturan berseragam sekolah dengan kekhususan agama tertentu. Padahal dalam Islam, hijab itu wajib dikenakan oleh setiap muslimah ketika berada di kehidupan umum.
Selamatkan Generasi dengan Sistem Ilahi
Sesungguhnya, dari kasus ini kita semakin menyadari bahwa sistem hari ini tak memberi ruang bagi terwujudnya generasi berkepribadian Islam yang bertakwa kepada Rabbnya. Dalam soal hijab saja, labeling negatif langsung ditujukan kepada sekolah yang secara tidak langsung mewajibkan siswinya mengenakannya. Bahkan, Kepsek dan beberapa guru langsung dinonaktifkan. Hal tersebut memang tak bisa dilepaskan pula dari proyek moderasi beragama yang sedang digencarkan oleh pemerintah.
Perlakuan tegas terhadap sekolah yang membuat regulasi agar siswanya taat syariat menjadikan bukti bahwa negeri ini mengalami fobia akut akan kebangkitan Islam. Mereka tak ingin kehidupan Islam terlukis di tengah masyarakat. Bahkan dengan mudah pemerintah mengamini pihak-pihak yang menuduh sekolah melakukan perundungan kepada siswinya. Jika sudah begini, apa yang mau diharapkan dari sistem sekuler hari ini? Bagaimana mungkin tercetak generasi berkepribadian Islam, jika berbagai upaya menuju ke sana saja ditutup rapat-rapat?
Dengan demikian, menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi bagi kita untuk kembali ke pangkuan sistem Islam dalam naungan Khilafah. Karena hanya dengan Khilafah saja, individu muslim dapat menjalani agamanya secara sempurna, bahkan negara menjadi institusi yang menerapkan syariat Islam secara praktis.
Generasi Hebat, Taat Syariat
Pembentukan generasi berkepribadian Islam menjadi salah satu prioritas dalam sistem pendidikan Islam. Adapun generasi berkepribadian Islam adalah generasi yang takut kepada Allah Swt, sehingga enggan berpaling dari perintah-Nya. Karena sejatinya, kepribadian Islam merupakan implementasi dari pola pikir dan pola sikap Islam. Maka, dalam hal berpakaian, generasi berkepribadian Islam akan taat kepada apa yang diperintahkan Allah. Bagi muslimah, ia akan menutup auratnya secara sempurna dengan jilbab (gamis) dan khimar (kerudung). Bahkan negara akan mengawasi dan mengontrol pelaksanaan syariat Islam itu di tengah-tengah umat.
Betapa tidak, negara dalam pandangan Islam adalah institusi pelaksana syariat, sementara penguasa adalah tokoh-tokoh penjaganya. Kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah atas kekuasaan yang digenggamnya, apakah kian menjadikan umat bertakwa kepada Allah dan Rasul-Nya ataukah kian menjauhkannya?
Maka, Khilafah akan mengintegrasikan penerapan hukum-hukum syarak di tengah umat dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Apalagi, sekolah merupakan lembaga pencetak para intelektual dan generasi emas penerus masa depan, maka negara akan memastikan betul bahwa output yang dihasilkan tak hanya cerdas secara akademik tetapi juga spiritual.
Demikianlah generasi hebat akan terwujud, manakala ketaatan terhadap syariat telah tertancap di dalam diri. Maka, penting juga bagi negara melakukan pembinaan akidah kepada seluruh rakyatnya, agar tertanam keimanan yang kokoh di dalam diri mereka. Sehingga dalam melaksanakan syariat, mereka tak merasa berat atau terpaksa. Sebagaimana firman Allah Swt.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (TQS. An Nisa: 65)
Sungguh, hanya dengan sistem Ilahi, kaum muslimin dapat hidup dalam fitrahnya, yakni hamba Allah yang taat. Karena nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari wahyu, seluruhnya telah terintegrasi ke dalam sistem kehidupan yang ada. Wallahu'alam bis shawab.[]
Tulisan mba Hanna selalu keren, mantul, pokoknya top. Barakallah mba Hanna.