"Banyaknya kasus bunuh diri pada pelajar adalah bukti nyata bahwa pendidikan sekuler gagal membangun kepribadian kuat pada pelajar. Sistem kehidupan sekuler membangun masyarakat yang penuh tekanan hidup, serta sulit memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan."
Oleh. Hesti Andyra
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini seorang siswi SMA di Semarang ditemukan tewas bunuh diri usai dinyatakan tidak lolos ujian masuk UGM. Sementara itu, di waktu yang hampir berdekatan, seorang mahasiswa di Kalimantan Timur juga ditemukan tewas bunuh diri lantaran putus asa belum juga lulus setelah berkuliah selama 7 tahun. Ini hanya sekelumit contoh dari puluhan atau bahkan ratusan kasus bunuh diri per tahun akibat beratnya beban tuntutan yang dirasakan pelajar kita dalam dunia pendidikan nasional dewasa ini.
Dilansir dari antaranews.com, Kepolisian republik Indonesia pada 2020 melaporkan terdapat 671 kasus kematian akibat bunuh diri. Sementara data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 menyebut terdapat 5.787 korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri.
Banyak hal yang menjadi motif seorang pelajar untuk mengakhiri hidupnya. Ketidakberdayaan menjalani kondisi hidup dengan situasi ekonomi yang serba sulit atau terbatasnya kesempatan bersekolah akibat kapitalisasi pendidikan, adalah sekian hal yang menjadi penyebab utama. Banyaknya kasus bunuh diri pada pelajar adalah bukti nyata bahwa pendidikan sekuler gagal membangun kepribadian kuat pada pelajar. Sistem kehidupan sekuler membangun masyarakat yang penuh tekanan hidup, serta sulit memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Ditambah dengan penetrasi pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat remaja yang notabene membutuhkan agama sebagai pegangan hidup, menjadi gamang dan tersesat. Sistem hidup saat ini membuat remaja bingung menjalani kehidupan. Mereka tidak memahami hakikat tujuan hidup seorang manusia. Remaja pun mudah silau dengan tampilan fisik atau pencapaian karier dan finansial sesuai standar kapitalis.
Kondisi ini bersifat sistemis dan tidak terjadi dengan sendirinya. Mahalnya biaya pendidikan tidak lepas dari paradigma sistem kapitalis yang meminimalisasi peran negara dan menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Dengan biaya kuliah di perguruan tinggi swasta yang selangit, para pelajar kita tidak punya pilihan selain mengejar kuota masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Itu pun hanya terbatas di jalur penerimaan khusus undangan atau tes tulis, karena jalur penerimaan mandiri di PTN pun biayanya mulai tidak realistis.
Padahal, sejatinya pendidikan adalah hak rakyat. Sudah menjadi kewajiban negara memberikan subsidi agar biaya pendidikan murah dan terjangkau, bahkan gratis jika memungkinkan. Jika pendidkan dikomersialisasikan akan semakin banyak anak putus sekolah, dan menjadi generasi yang tidak berpendidikan dan membebek pada tren kapitalis semata.
Jika kita menengok ke belakang, ketika sistem Islam berkuasa di dua pertiga wilayah dunia, Kota Cordova dan Baghdad menjadi pusat pendidikan tak hanya bagi pelajar Islam, namun juga pelajar nonmuslim. Bahkan para raja Eropa tidak segan-segan mengirim putra-putri mereka untuk belajar di universitas-universitas terbaik seperti Al-Mustansiriyah, Al-Azhar, Nizamiyah, dan masih banyak lagi. Selain sistem pendidikan yang berkualitas dan fasilitas yang sangat memadai, biaya pendidikan dalam Islam juga ditanggung oleh negara.
Sistem Islam menjadikan tujuan pembangunan kepribadian Islam sebagai intisari dari sistem pendidikannya. Sistem Islam menjamin akses pendidikan bagi semua warga negara tanpa kecuali. Walhasil, sistem Islam mampu menghadirkan masyarakat yang kokoh dan sejahtera.
Pendidikan dalam sistem Islam dijamin murah dan berkualitas, karena negara memiliki anggaran yang mencukupi yang berasal dari tata kelola perekonomian dan sumber-sumber pemasukan negara yang diatur sesuai syariah Islam dan dikelola oleh Baitulmal. Negara tidak hanya mengambil peran pasif dan menyerahkan pada swasta, namun negara berperan aktif dan senantiasa meningkatkan mutu pendidikan agar tercipta generasi yang lebih baik. Wallahu’alam bisshawab[]