"Bila sistem yang sarat riba semacam ini terus dipertahankan, maka strategi peluncuran koin emas hanya akan berakhir sia-sia. Sistem ekonomi kapitalisme inilah yang menjadi biang keladi terjadinya inflasi global. Maka, untuk mengatasinya tak cukup dengan mengganti mata uang dengan emas, namun perlu juga mengganti sistemnya secara menyeluruh."
Oleh. Dwi Indah Lestari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dunia kini tengah menghadapi “pandemi” inflasi global usai dilanda wabah Covid-19. Krisis pangan dan energi yang kabarnya dipicu oleh perang Rusia dan Ukraina, disebut-sebut menjadi biang petaka inflasi yang kini mengintai banyak negara. Berdasarkan data dari Trading Economic yang dilansir dari bisnis.com (18/7/2022), Zimbabwe menempati urutan pertama negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia, yaitu sebesar 192 persen.
Luncurkan Koin Emas
Sebagai upaya menekan lonjakan inflasi, pemerintah Zimbabwe pun mengeluarkan kebijakan akan mencetak koin emas. Dengan berat satu ons troy (31,1 gram), koin emas berkadar 22 karat itu mulai tersedia sejak 25 Juli 2022 dan diperjualbelikan di bank sesuai dengan harga emas internasional. Pemerintah menyebut hal ini diharapkan dapat menopang perekonomian saat terjadi inflasi dan depresiasi mata uang Zimbabwe. (cnbcindonesia, 24/7/2022).
Seperti diketahui, Zimbabwe pernah mengumumkan kebangkrutan negaranya pada tahun 2009 akibat mengalami hiperinflasi yang mencapai 231 persen dan lilitan utang yang sangat tinggi. Dampak hiperinflasi tersebut membuat masyarakatnya tidak mampu menjangkau harga barang-barang kebutuhan yang terus meroket. Pengangguran mencapai 80 persen. Bahkan mereka memilih melakukan barter daripada menggunakan uang.
Kebijakan yang Sia-sia
Meski pemerintah Zimbabwe berharap penerbitan koin emas ini akan membantu menyokong kondisi ekonominya menghadapi inflasi, namun tak sedikit para ekonom dan oposisi yang merasa kebijakan ini tak ada gunanya. Ekonom, Prosper Chitambra, mengatakan bahwa koin emas tersebut tidak akan memberi dampak signifikan dalam menstabilkan ekonomi makro. Ia pun menambahkan bahwa sebagian besar masyarakat Zimbabwe tidak akan sanggup membelinya karena miskin.
Seorang ilmuwan politik Universitas Negeri Masvingo, Takavafira Zhou, pun menyebut ide ini sekadar untuk menyibukkan banyak orang dan memunculkan kesan tengah melakukan sesuatu untuk menyelesaikan keadaan. Hal ini tidaklah berlebihan, sebab pada kenyataannya kebijakan koin emas ini memang tidak menyentuh akar persoalan yang menyebabkan munculnya persoalan inflasi yang terjadi bukan hanya di Zimbabwe, namun juga di berbagai negara.
Wajarlah kiranya bila jurus koin emas ini diprediksi tak cukup sakti untuk membebaskan Zimbabwe dari pusaran inflasi yang terus mengepungnya. Meski emas selama ini diyakini mampu menjaga nilai mata uang menjadi lebih stabil, namun tidak secara otomatis dapat mengusir inflasi begitu saja. Persoalannya adalah bagaimana membuat harga komoditas menjadi stabil lagi sekaligus meningkatkan daya beli masyarakatnya. Sehingga kebijakan mata uang emas harusnya didukung sistem ekonomi yang tepat.
Penyebab Inflasi
Pengertian inflasi dikutip dari laman bi.go.id, adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi dapat terjadi disebabkan oleh berbagai hal, seperti permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa, ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, kenaikan biaya produksi, banyaknya jumlah uang yang beredar, perilaku masyarakat dan kekacauan ekonomi politik, depresiasi nilai tukar, dampak inflasi di negara mitra, dan lain-lain.
Gelombang inflasi global yang saat ini terjadi diprediksi disebabkan oleh keadaan geopolitik yang memengaruhi perekonomiaan dunia. Perang Rusia-Ukraina disebut sebagai penyebab utama terjadinya inflasi secara global. Konflik kedua negara tersebut telah menyebabkan terguncangnya suplai energi dan pangan serta mengganggu distribusi pasokan secara global.
Akibatnya terjadi kenaikan harga energi dan pangan global, seperti minyak dan gandum. Hal ini rupanya akan memengaruhi harga-harga komoditas di berbagai negara, sehingga menyebabkan terjadinya gelombang inflasi global. Bahkan seadidaya negara Amerika Serikat pun tak mampu menangkal hantaman inflasi ini. Pada Mei 2022, inflasi di negeri Paman Sam itu mencapai 8,6 persen.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Biang Kerok Terjadinya Inflasi
Terjadinya inflasi global tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini diterapkan. Salah satunya adalah dengan pemberlakuan liberalisasi perdagangan melalui free trade. Strategi ekonomi kapitalisme ini telah membuat banyak negara kecil bergantung pada impor. Akibatnya mereka tidak memiliki kemandirian dalam pasokan barang-barang kebutuhannya sendiri.
Dampaknya sangat terasa saat mata rantai pasokan global terguncang, suplai dalam negeri pun ikut mengalami guncangan. Saat pasokan barang menipis, sementara permintaan tinggi, otomatis membuat harganya melonjak naik. Hal ini akan membuat daya beli rakyat melemah, sebab inflasi yang terjadi tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan mereka.
Di sisi lain, kondisi ini juga akan sangat memengaruhi kesehatan APBN. Sebab kebanyakan APBN yang dibangun dari sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pemasukannya. Padahal saat inflasi, jangankan membayar pajak, untuk membeli kebutuhan pokok saja, rakyat jelas sudah kewalahan. Ditambah lagi dengan lilitan utang negara dengan bunga yang tinggi, semakin menambah berat beban keuangan negara.
Seringkali APBN banyak terkuras hanya untuk membayar bunga utangnya saja. Bila sistem yang sarat riba semacam ini terus dipertahankan, maka strategi peluncuran koin emas hanya akan berakhir sia-sia. Sistem ekonomi kapitalisme inilah yang menjadi biang keladi terjadinya inflasi global. Maka, untuk mengatasinya tak cukup dengan mengganti mata uang dengan emas, namun perlu juga mengganti sistemnya secara menyeluruh.
Sistem Ekonomi Islam, Solusi Sahih Atasi Inflasi
Berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam. Sistem yang diterapkan oleh sebuah institusi pemerintahan Islam, yaitu Khilafah ini, mampu menciptakan perekonomian yang tangguh. Dalam khilafah, pemenuhan kebutuhan hidup rakyat menjadi tanggung jawab negara, melalui sejumlah mekanisme sesuai syariat. Negara harus memastikan individu per individu memperoleh haknya tersebut sebagai bentuk amanah kepemimpinan yang diembannya.
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Sandang, pangan dan papan, dipenuhi melalui nafkah yang ditanggung oleh kaum laki-laki. Sementara kebutuhan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan dipenuhi oleh negara secara langsung, dengan pembiayaan yang sepenuhnya diambil dari Baitulmal. Dengan begitu, biaya hidup yang harus ditanggung rakyat tidaklah tinggi, sehingga kemampuan daya beli mereka pun terjaga.
Khilafah juga akan membangun ketahanan negara, melalui sektor pertanian dan industrinya. Tanah-tanah mati akan dihidupkan. Bahkan khilafah akan memberikan tanah dan modal bagi siapa saja yang mampu mengelolanya. Dengan begitu, kebutuhan barang-barang domestik dapat dipenuhi secara mandiri dan tidak tergantung impor. Perekonomian negara pun tidak akan banyak terpengaruh, meskipun inflasi global terjadi.
Sumber pemasukan Khilafah tidak berpijak pada pajak, melainkan dari berbagai sumber, seperti kharaj, fa’i, dan hasil pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki Khilafah. Semua itu akan mengalirkan pendapatan yang besar yang cukup untuk membiayai kebutuhan Khilafah. Mata uang emas dan perak, berupa dinar dirham diberlakukan. Jenis mata uang menggunakan logam mulia ini telah terbukti mampu terjaga kestabilannya, sehingga semakin mendukung ketangguhan sistem ekonomi Khilafah.
Bila pun terjadi kelangkaan barang, sehingga menimbulkan inflasi di suatu wilayah, maka Khilafah akan memerintahkan wilayah yang over stock untuk mendistribusikannya ke wilayah yang kekurangan. Dengan begitu, harga komoditas akan kembali stabil. Seluruh mekanisme inilah yang akan mampu menangkis perekonomian Khilafah dari inflasi. Rakyat pun hidup dalam keberkahan dan kesejahteraan yang sesungguhnya.
Maka jelas sudah, sistem Islam dalam naungan khilafah sajalah yang mampu mewujudkan kesejahteraan sejati. Allah Swt pun telah menjanjikan keberkahan yang turun dari langit dan bumi, andai saja umat mau tunduk untuk diatur dengan aturan-Nya saja.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 96)
Wallahu’alam bisshowab.[]