Degradasi Pesantren Buah Sistem Sekuler

"Kerusakan moral tidak terlepas dari peranan sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan semata. Demi mengejar materi, konten-konten tidak bermoral, unfaedah hingga pornografi bebas berseliweran di media informasi. Tak ayal dari media-media tersebut menimbulkan fantasi liar yang menjadi cikal bakal terjadinya perzinaan dan kejahatan seksual."

Oleh. Trisna A.B
(Aktivis Muslimah, Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Lagi-lagi publik dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual di lingkungan pesantren. Mirisnya, perbuatan bejat tersebut dilakukan oleh salah seorang anak kiai pengasuh pondok pesantren di Jombang berinisial MSAT. Awalnya publik dibuat geram dengan beredarnya video Kapolres Jombang, AKBP Nurhidayat, dengan seorang kiai ternama. Dalam video ini tampak sang kiai sedang memberi pengarahan agar polisi menyetop kasus dugaan pelecehan yang melibatkan anaknya.

Dilansir dari Republika.co.id (7/7/2022), kasus yang melibatkan MSAT sudah bergulir dari tahun 2017 silam. Ia diduga melakukan perbuatan asusila terhadap lima orang santri putri di kawasan pesantrennya. Pada tahun 2020 MSAT ditetapkan sebagai tersangka, namun dirinya selalu mangkir dari panggilan Polda Jawa Timur (Jatim). Ditambah lagi ada upaya menghalang-halangi dari pihak keluarga maupun dari sukarelawan pendukung MSAT, sehingga kasusnya jalan di tempat dan sekarang kembali viral.

Biang Kerok Kerusakan Moral

Belum hilang dari ingatan, sederet kasus dugaan pelecehan terhadap santri yang dilakukan oleh oknum pengasuh hingga pemilik pondok pesantren di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini tentu menjadi pukulan tersendiri bagi umat Islam. Bagaimana bisa lembaga pendidikan berbasis agama justru menjadi rawan dengan kejahatan seksual, apa yang salah? Pesantren yang seharusnya menjadi tempat yang aman dari predator seks justru menjadi mimpi buruk bagi para santri.

Jika ditelisik lebih dalam, akar persoalannya bukan dari lembaga pendidikannya. Bagaimanapun peran pondok pesantren dalam dunia pendidikan Indonesia bisa dibilang sangat penting. Menengok perkembangan pondok pesantren dari masa ke masa, pesantren tidak hanya sebuah lembaga keagamaan. Lebih jauh pondok pesantren berperan sebagai lembaga pendidikan, keilmuan, pelatihan, pengembangan masyarakat, dan conter culture bagi sistem pendidikan modern yang diperkenalkan oleh Belanda pada masa penjajahan. Dan yang tidak kalah krusial adalah pesantren menjadi basis perlawanan terhadap penjajah.

Namun, pada masa sekarang ini, pondok pesantren seakan tercoreng arang di muka akibat dari rusaknya moral orang-orang yang berpemikiran liberal dalam lembaga-lembaga tersebut. Hal ini tentu bukan tanpa sebab, sistem sekuler-liberal yang bercokol di negeri ini berhasil meracuni pemikiran kaum muslimin, khususnya para intelektual muslim. Sehingga konsep pergaulan Islam misalnya, yang sudah dirancang sempurna oleh Sang Pencipta diabaikan, tidak digunakan untuk mengatur kehidupan sehari-hari.

Miris! Islam yang seharusnya menjadi kaidah pemikiran serta asas dibangunnya seluruh pemikiran justru menjadi asing di mata umat. Bahkan celakanya kaum muslim saat ini banyak yang alergi terhadap apa yang dibawa oleh Islam, yaitu syariat Islam. Khasanah-khasanah Islam hanya sebatas konsep yang tersusun rapi dalam kitab-kitab pesantren, atau sebatas kajian-kajian tanpa berpengaruh terhadap pola pikir dan pola sikap kaum muslimin pada masa sekarang.

Lagi-lagi biang kerok dari degradasi pemahaman terhadap Islam adalah sekularisme yang menjadikan pemisahan agama dari kehidupan. Alhasil, manusia merasa bebas untuk menentukan perbuatannya, tolak ukur halal haram, baik buruk, salah benar, terpuji dan tercela semua dikembalikan kepada akal manusia yang terbatas.
Dalam kacamata sekuler-liberal, agama tidak berhak mengatur urusan kehidupan termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Orang yang terpapar paham liberal tidak lagi mengikuti rambu-rambu agama sekalipun ia adalah seorang muslim. Mereka merasa bebas untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, moralnya telah rusak bahkan tanpa merasa berat melakukan tindak kejahatan seksual.

Di sisi lain, kerusakan moral tidak terlepas dari peranan sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan semata. Demi mengejar materi, konten-konten tidak bermoral, unfaedah hingga pornografi bebas berseliweran di media informasi. Tak ayal dari media-media tersebut menimbulkan fantasi liar yang menjadi cikal bakal terjadinya perzinaan dan kejahatan seksual. Selain itu, adanya jeratan hukum bagi para pelaku kejahatan khususnya kekerasan seksual nyatanya tidak membuat jera. Lihat saja, banyak bermunculan kasus yang sama dan pelakunya adalah orang di sekitar lingkungan korban. Bukan hanya di lembaga-lembaga pendidikan, di kehidupan umum pun kasus semacam ini semakin marak dan memprihatinkan.

Islam Solusi Universal

Allah Swt berfirman:
“Dan Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra:32)

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur:2)

Ayat-ayat di atas menunjukan betapa Islam telah detail menjelaskan, melarang, memberi peringatan bahkan memberi sanksi yang tegas bagi para pelaku kejahatan kesusilaan. Dalam Islam hubungan di luar pernikahan seperti pacaran, pencabulan, pemerkosaan yang sudah sampai pada perzinaan, maka had yang diberikan pada pelaku adalah had zina, yaitu dirajam sampai mati bagi pemerkosa yang sudah menikah, atau dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah.

Adapun pelaku pemerkosaan menurut pendapat ulama mazhab Maliki dan Syafi'i, maka akan dijatuhi hukuman membayar kompensasi berupa shadaaqu mitslihaa, yaitu mahar untuk wanita yang menjadi korban. Jika pelaku pencabulan, pemerkosaan disertai pemaksaan terhadap korban, maka dia akan mendapat sanksi tazir oleh Qadhi.

Sistem sanksi Islam bersifat jawazir (pencegah) dimana sanksi tersebut akan dilaksanakan di tempat terbuka agar timbul “kengerian” dan menjadi pelajaran bagi yang masyarakat yang menyaksikan. Namun, sanksi ini hanya dapat diterapkan oleh institusi negara, bukan individu, masyarakat maupun organisasi. Tentu saja, sistem seperti ini hanya bisa terlaksana jika ideologi Islam diterapkan secara paripurna oleh sebuah negara. Adapun upaya pencegahan lain yang diberlakukan di dalam sistem Islam untuk menekan angka kemaksiatan, tidak lain adalah dengan memberlakukan sistem pendidikan Islam. Islam memiliki sistem pendidikan yang unik, di antaranya adalah kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Karena itu seluruh bahan pengajar dan metode pengajaran ditetapkan atas asas tersebut. Tidak boleh adanya penyimpangan sedikit pun dari ketentuan tersebut, termasuk aliran-aliran dana yang masuk ke dalam lembaga pendidikan akan di filter. Tujuannya adalah agar kurikulum pendidikan tidak dimasuki intervensi asing yang dapat merusak jernihnya pemikiran Islam.
Dengan terjaganya pemikiran Islam sudah tentu menutup pintu-pintu pemikiran liberal, hasilnya pun akan mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami, generasi yang bertakwa, takut akan Rabb-nya. Sehingga tolak ukur perbuatannya adalah halal haram dan dengan penuh kesadaran segala bentuk kemaksiatan akan ditinggalkan.

Selain itu untuk membentengi kerusakan moral masyarakat, negara Islam akan menutup konten-konten media yang merusak pemikiran masyarakat. Alhasil, kejahatan asusila dapat dicegah dari akarnya, yaitu pemantik fantasi liar dan pergaulan bebas yang disebabkan oleh media.
Dari sini jelas bahwa Islam adalah seperangkat sistem yang diturunkan oleh Pemilik Kehidupan. Dengan mengikuti aturan serta panduan dari Al-Qur'an dan As-Sunnah sudah tentu segala hal yang berkaitan dengan kesusilaan akan sangat mudah dihilangkan. Wallahua’lam bishowab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Trisna Abdillah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Si Nenek yang Kesepian
Next
Kuldesak Sri Lanka
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram