Jebakan Politik Kursi Mengintai Partai Islam

Partai Islam sibuk berebut suara dan melupakan perjuangan membangun kesadaran politik Islam di tengah-tengah umat. Mereka lupa umat seharusnya diberikan edukasi politik agar mereka semakin merindukan Islam mengatur segala aspek kehidupan mereka.


Oleh : Ade Aisyah A,Md

NarasiPost.Com — Laksana mendorong mobil yang mogok. Setelah mobil melaju, ditinggalkan dan hanya mendapatkan asap knalpot yang hitam dan bau. Pengibaratan yang tepat untuk umat Islam pendukung partai dan calon-calon yang diusung partai ketika Pemilu atau Pilkada.

Betapa tidak, setelah menang atau terpilih, langsung lupa dengan janji manis ketika kampanye. Rakyat yang dibuai mimpi indah kampanye dengan sejuta janji kembali terbangun dan menjalani realita kehidupan kapitalistik yang menyesakkan dada. Kesejahteraan yang didamba hanya angan-angan belaka.


Saat ini, umat Islam tak lagi melulu mempersoalkan masalah perut saja. Meski persoalan ini pun tak pernah tuntas dan terasa semakin sulit saja di era kapitalis ini. Apatah lagi di masa pandemi seperti saat ini. Memperjuangkan ekonomi sama artinya dengan menggadaikan nyawa di tengah ancaman virus corona. Bagi masyarakat menengah ke bawah harus ekstra berjuang demi mendapatkan lembaran-lembaran rupiah. Kembali memulung, mengais rejeki di tengah pusaran pandemi.


Di saat situasi sulit seperti ini, umat Islam bersemangat dan gembira dengan kembali lahirnya ( reborn ) partai Islam seperti partai Masyumi yang dideklarasikan pada Sabtu, 7 Nopember 2020. (liputan6.com, 8/11/20)


Semangat perjuangan umat Islam dan politik Islam kentara dalam pendirian partai Masyumi Baru ini. Penegakan syariat Islam menjadi perjuangan partai ini. Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII), A Cholil Ridwan dalam ikrar deklarasi partai Masyumi Baru menyampaikan bahwa Masyumi akan membawa ajaran dan hukum Islam agar bisa seiring dengan Indonesia. (liputan6.com, 8/11/2020).


Mungkinkah demokrasi membiarkan syariat Islam tegak dan mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Sudah dipastikan hal itu ibarat mimpi di siang bolong alias mustahil. Era politik demokrasi yang hipokrit jelas akan menutup pintu serapat-rapatnya untuk politik Islam. Hingga suara umat Islam yang menyuarakan tegaknya syariat Islam ini sudah diraih secara mayoritas, bisa saja dengan berbagai cara diaborsi atas nama demokrasi.


Ingat dengan perjuangan partai Islam FIS (Front Islamic du Salut atau dalam bahasa Indonesia Front Keselamatan Islam ; sebuah partai politik di Aljazair yang berideologi Islam)? Pada pemilu 1991, artinya hanya dua tahun sejak berdirinya FIS, partai ini meraih 54% suara dan mendapat 188 kursi di parlemen atau menguasai 81% kursi. Pada pemilu putaran kedua, FIS dinyatakan menang telak.


Umat Islam Aljazair menyambut gembira kemenangan FIS ini, namun tidak dengan Benjedid. Presiden yang kemudian mengundurkan diri ini setelah kekalahan partainya, segera berkonsolidasi dengan pihak-pihak yang tak ingin Islam tampil dan FIS berkuasa. Maka Benjedid pun menggalang kekuatan militer. Militer, dengan kekuasaannya yang semena-mena, membubarkan parlemen Aljazair serta membatalkan hasil pemilu. Partai Islam di Indonesia sebaiknya belajar banyak dari kegagalan partai FIS ini.


Perjuangan penegakan syariat Islam melalui jalan demokrasi dipastikan tidak akan pernah sampai kepada tujuannya. Hal ini disebabkan secara asas pun sudah berseberangan antara demokrasi dengan Islam. Demokrasi berdiri diatas landasan sekulerisme yakni memisahkan agama dari kehidupan. Agama jangan sampai hadir mengatur urusan publik. Akibatnya untuk urusan kehidupan maka manusia diberi kebebasan membuat aturannya sendiri dengan kata lain demokrasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat.


Sementara Islam jelas asasnya adalah akidah Islam dan kedaulatan di tangan asy Syari' yakni Zat Yang Membuat Hukum tidak lain adalah Allah Swt. Manusia sama sekali tidak berhak membuat hukum dan wajib menjalankan dan menerapkan hukum Allah saja di dalam kehidupan.


Semangat umat Islam mendirikan partai Islam bisa dikatakan bahwa pada hari ini umat merasa tidak puas dengan keberadaan partai yang sudah berdiri sebelumnya. Mereka merasa partai yang ada tidak bisa mewujudkan cita-cita umat Islam untuk hidup diatur oleh syariat Islam yang kaffah .
Banyaknya partai Islam berdampak makin beragamnya fragmentasi umat. Suara Umat terpecah-pecah sementara aktivitas politik yang dilakukan hanya berorientasi meraih kursi saja dengan harapan bisa mengubah tatanan yang ada saat ini.


Padahal sejatinya hal ini adalah jebakan demokrasi. Masing-masing partai Islam sibuk berebut suara dan melupakan perjuangan membangun kesadaran politik Islam di tengah-tengah umat. Mereka lupa umat seharusnya diberikan edukasi politik agar mereka semakin merindukan Islam mengatur segala aspek kehidupan mereka. Inilah jebakan politik kursi yang atas nama demokrasi bisa saja diaborsi. Sebagaimana FIS di al Jazair yang sudah masuk kedalam jebakan ini.


Partai Islam Fokus Berpolitik Islam


Sebenarnya tak masalah banyak berdiri partai Islam di tengah-tengah umat. Bahkan keberadaan partai/ jamaah itu diperintahkan Allah Swt sesuai dengan firman-Nya :
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS Ali Imran: 104)


Para mufassir sepakat bahwa lafaz “min ” dalam ayat tersebut bermakna li-[at] tab’id bermakna sebagian. Ayat 104 surat Ali Imran memberikan kewajiban adanya sekelompok umat Islam untuk membentuk partai dakwah ideologis (menyeru kepada Islam, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar). Begitu pun adanya kebolehan (mubah) mendirikan banyak partai Islam ideologis.


Hanya saja, perjuangan partai Islam ideologis ini jangan sampai terjerembab dalam jebakan demokrasi. Jalan perjuangan sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yang mulia. Beliau Saw. tidak pernah berkompromi dan masuk ke dalam pusaran sistem jahiliyah.


Beliau Saw. berjuang membina umat dengan menanamkan mabda '/ideologi Islam melalui dakwah hingga umat meyakini dan mau menerapkan ideologi ini dalam kehidupan. Selanjutnya Rasulullah Saw. melakukan perjuangan politik dengan mencari dukungan politik kepada para tokoh umat. Siapa diantara mereka yang siap memberikan nushroh /pertolongan demi tegaknya Islam.


Hingga, datanglah suku Aus dan Khajraz dari Madinah yang siap untuk diterapkan Islam dalam kehidupan mereka. Jadilah Madinah negara Islam pertama yang didirikan Rasulullah Saw. Disanalah tegak syariat Islam dan bertahan selama berabad-abad menorehkan kejayaan Islam dengan tinta emas.


Partai Islam hendaknya menjadikan sistem sekulerisme-liberalisme yang melahirkan demokrasi sebagai common enemy. Mereka teguh mengidentifikasi diri sebagai partai Islam, menyatukan arah langkah perjuangannya untuk meninggikan ideologi Islam, menerapkan syariah kaffah dalam bingkai Khilafah.


Memperjuangkan ideologi Islam merupakan amanah Al-qur’an. Dengan kata lain mengusung ideologi Islam diluar arena pertarungan yang telah disiapkan ideologi kapitalis-sekuler bukan kehinaan, bukan dosa, bukan pula kemaksiatan. Justru itu adalah jalan perjuangan Rasulullah Saw. yang merupakan sunnah dan jalan kemulian.


Allah sendiri yang menjanjikan kemenangan dalam perjuangannya.
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (TQS al-Maidah: 55-56)


Jaminan kemenangan Islam atas semua ideologi kufur, dan kemenangan umat atas kaum kuffar dan munafik menjadi kepastian bagi partai ideologis Islam (hizbullah).


Oleh karena itu, semua partai Islam sudah waktunya memfokuskan aktivitas pada penyadaran umat akan kewajiban berpolitik berasaskan ideologi Islam saja. Mulailah menjauh dan mencampakkan cara-cara kotor politik praktis demokrasi yang berorientasi kursi semata.


Keinginan umat yang kuat untuk keluar dari rezim anti-Islam butuh segera disambut dengan kejelasan ideologi dan arah perjuangan partai-partai Islam yakni bersama mewujudkan Khilafah untuk tegaknya syariah kaffah.

---

*Penulis adalah pemerhati generasi. Member AMK, kepala sekolah Paud az-Zaidan dan STP Insanmulia Garut. Tinggal di Samarang Garut.

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Keadilan dalam Khilafah bagi Perempuan
Next
Islam Tegas Melarang Miras!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram