Karut-Marut Ibadah Haji dalam Asuhan Kapitalisme

"Polemik terkait penyelengaraan ibadah haji selalu saja ada. Semestinya hal itu kian membelalakan kesadaran kita, bahwa kapitalisme telah gagal menjamin hak ibadah umat Islam."

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(RedPel NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setiap umat Islam pasti rindu menjejakkan kaki di tanah Haram, yakni Makkah dan Madinah. Tak hanya karena keduanya menyimpan sejarah kehidupan Baginda Rasulullah saw dan jejak perjuangan Islam, namun juga ada jaminan kebaikan dari Allah bagi siapa saja yang mengunjungi Baitullah, yakni Ka'bah yang terletak di Kota Makkah. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Imran ayat 96 , “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Kemudian Rasulullah saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Thabrani:

“Setiap sehari semalam Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat atas Baitullah. Enam puluh rahmat untuk yang melakukan tawaf, empat puluh untuk yang melakukan salat, dan yang dua puluh untuk yang memandang Ka’bah.”

Oleh karena itu, umat Islam sangat berlomba-lomba untuk dapat beribadah ke Baitullah. Hal tersebut juga merupakan salah satu dari rukun Islam. Namun, faktanya untuk berkunjung ke tanah Haram itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, di antaranya fisik dan finansial.

Di tengah karut-marutnya pengelolaan haji oleh pemerintah, mulai dari masa tunggu yang sangat lama, hingga dana haji yang dikabarkan 'menghilang', muncul alternatif lain bagi yang ingin berhaji tanpa menunggu antrean belasan bahkan puluhan tahun, yakni haji furoda. Namun, alternatif ini hanyalah diperuntukkan bagi kaum berduit, sebab biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit.

Apa Itu Haji Furoda?

Sebagaimana disampaikan di laman resmi Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, yang dimaksud haji furoda atau disebut juga haji mujamalah adalah haji yang visanya diperoleh dari undangan pemerintah Arab Saudi. Jadi, haji furoda adalah haji di luar kuota visa haji yang dijatahkan Kemenag RI. Meski begitu, pelaksanaan haji furoda ini legal di negeri ini, sesuai dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam pasal 18 Ayat (1) UU tersebut menerangkan bahwa visa haji Indonesia ada 2 jenis, yakni visa haji kuota negara dan visa haji mujamalah (furoda). Adapun pelaksanaan haji furoda ini haruslah oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Tentu saja, keberadaan haji furoda ini menjadi angin segar bagi masyarakat kalangan atas. Sebab, memiliki kesempatan berhaji tanpa harus mengantre. Adapun biaya yang mesti dikeluarkan tak tanggung-tanggung, yakni sekitar Rp250-300 juta per orang.

Polemik Pelaksanaan Haji

Ironisnya, meski sudah mengeluarkan biaya selangit, peserta haji furoda tak luput juga dari masalah. Sebagaimana yang viral beberapa waktu lalu, sebanyak 46 orang peserta haji furoda asal Indonesia dipulangkan oleh pemerintah Arab Saudi sebab visanya tidak resmi. Adapun yang memberangkatkan mereka adalah PT Alfatih Indonesia Travel masih di luar jangkauan aparat kepolisian.

Usut punya usut, perusahaan yang beralamat di Bandung, Jawa Barat ini tidak terdaftar di Kemenag. Diakui oleh salah seorang pimpinan perjalanan PT Alfatih Indonesia Travel, mereka sudah sejak tahun 2014 memanfaatkan visa furoda dari negara lain karena visa untuk Indonesia tak kunjung terbit. Kali ini, menggunakan visa dari Malaysia dan Singapura, akibatnya saat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, 46 jemaah tidak bisa lolos dalam pemeriksaan imigrasi, karena identitas jemaah tidak terdeteksi dan tidak cocok. (Detik.com/03-07-2022)

Haji dalam Pusaran Kapitalisasi

Polemik terkait penyelengaraan ibadah haji selalu saja ada. Semestinya hal itu kian membelalakan kesadaran kita, bahwa kapitalisme telah gagal menjamin hak ibadah umat Islam.

Betapa tidak, derasnya arus kapitalisme di berbagai bidang kehidupan, bahkan dalam bisnis ibadah haji, menjadikan seseorang silau untuk mengambil keuntungan darinya meski lewat jalan haram, misalnya dengan melakukan penipuan, rekayasa, bahkan korupsi.

Inilah potret buram penyelenggaraan ibadah haji dalam asuhan kapitalisme, penuh polemik. Adapun dalam sistem Islam, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah akan diatur sedemikian rupa oleh negara.

Negara Khilafah tidak akan menyusahkan rakyatnya dengan sederet persyaratan administratif yang bisa jadi akan menghambat keberangkatan. Justru negara akan melakukan penjaminan agar umat Islam yang telah mampu dapat segera melakukan ibadah haji dan umrah tersebut.

Adapun beberapa hal yang akan dilakukan oleh Khilafah adalah:
Pertama, membentuk departemen yang akan menangani ibadah haji dan umrah secara terpusat. Departemen ini terhubung dengan departemen kesehatan dan perhubungan.

Kedua, menarik dana haji sesuai kebutuhan jemaah, tidak ada kepentingan bisnis di dalamnya. Khilafah juga tidak akan menggunakan dana haji jemaah untuk membiayai infrastruktur atau kebutuhan lainnya, sebab dana yang dikumpulkan terakadkan sebagai ongkos naik haji (ONH).

Ketiga, Khilafah akan menghapuskan visa perjalanan terhadap rakyatnya, meski berbeda wilayah. Sebab, Khilafah adalah satu kesatuan kepemimpinan meski berbeda wilayah atau negara. Sebaliknya, Khilafah akan memberlakukan visa hanya bagi rakyat yang bukan warga negaranya, misalnya kafir harbi hukman.

Keempat, Khilafah akan mengatur sedemikian rupa kuota pemberangkatan jemaah, sehingga tidak akan terjadi penumpukan bahkan gagal berangkat karena terbentur usia seperti sistem saat ini. Maka, Khilafah akan memprioritaskan orang yang sudah memenuhi syarat dan dinyatakan mampu untuk berangkat. Dan bisa jadi Khilafah juga akan membatasi keberangkatan haji hanya satu kali bagi setiap orang dalam seumur hidupnya.

Demikianlah Khilafah mempraktikkan kebijakan terkait penyelenggaraan haji dan umrah. Tampak betapa Khilafah sebagai negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna tidak menjadikan ibadah haji sebagai ajang bisnis. Oleh karena itu, karut-marut haji akan terus terjadi selama menyerahkan penyelenggaraannya dalam asuhan kapitalisme, hanya tegaknya Khilafah yang mampu mengurai dan menyelesaikan karut-marut tersebut. Wallahu'alam bis shawab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hana Annisa Afriliani, S.S Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tahu Gejrot Nikmat
Next
Legalisasi Transgender, Kaum Pelangi Makin Meluber
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Juharini
Yuli Juharini
2 years ago

Masya Allah, barakallah mba Nisa.
Tulisannya selalu mantul

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram