(Jangan) Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga

“Hidup manusia, termasuk di dalamnya para istri dan ibu –khususnya ibu rumah tangga- kerap melupakan keindahan serta kebaikan yang besar, hanya karena kekeliruan yang tidak dominan.”

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-“Anakku hobinya buat barang-barang di rumah jadi berantakan!”

“Suamiku kalau pakai handuk, sering meninggalkannya di kasur”

“Anakku kalau diminta melakukan sesuatu secara baik, malah jadi sering berontak”

Kalimat-kalimat tersebut dan kalimat lain yang serupa tidak jarang keluar dari lisan seorang istri atau seorang ibu. Kalimat yang menggambarkan kekesalan, geram, dan gemas sebagai akibat dari ekspektasi yang mungkin belum bisa terpenuhi. Harapan ketika suaminya melakukan apa yang ada di dalam hatinya, harapan jika anaknya bisa menjaga kerapian rumah sebagaimana ia menjaganya, bahkan harapan-harapan yang jika ditelaah sebetulnya merupakan keinginan yang sederhana.

Menjadi istri dan ibu, berdiam di rumah dan melakukan rutinitas domestik yang polanya berulang, memang tak jarang menguras tenaga, pikiran dan perasaan. Setiap hari harus menemui najis anak, tangisan yang terkadang tak dapat dipahami, cucian piring yang menumpuk, mainan yang berantakan, lemari yang amburadul, dan sebagainya, sangat normal menghadirkan hawa-hawa yang negatif pada diri.

Tapi begitulah karakter manusia pada umumnya. Suatu kesalahan, keburukan, ketidaksesuaian dengan apa yang ideal, sering kali jauh lebih mudah untuk terindra daripada kebaikan-kebaikan kecil yang boleh jadi jumlahnya lebih banyak. Sebagaimana sebuah titik hitam kecil dalam lingkaran berwarna putih, mata manusia biasanya akan otomatis terfokus pada titik hitam daripada lingkaran putih yang ukurannya lebih besar.

Sebagaimana peribahasa “karena nila setitik rusak susu sebelanga”, hidup manusia, termasuk di dalamnya para istri dan ibu –khususnya ibu rumah tangga- kerap melupakan keindahan serta kebaikan yang besar, hanya karena kekeliruan yang tidak dominan. Anak yang sehat, pertumbuhan dan perkembangannya baik, langsung bisa tertutup oleh tingkahnya yang sedang gemar melempar mainannya. Suami yang sudah menjaga pandangan, ikhlas berlelah-lelah bekerja menjemput nafkah yang halal, bisa langsung tak terbaca hanya karena handuk basah yang tergeletak di kasur. Rumah yang aman melindungi dari derasnya hujan, dekat dari masjid, dilingkupi oleh tetangga yang baik, seakan tak ada artinya karena ukurannya yang mungkin tak seluas yang diharapkan.

Wanita…
Sadarkah kita? Fokus yang kita atur dalam memandang segala sesuatu amatlah penting! Kita yang memang diciptakan Allah swt. lebih dominan dari aspek perasaan, memang letak ujiannya ada pada aspek itu juga. Rasa lelah, perasaan berjuang sendiri, emosi yang rasanya cepat sekali meletup, semuanya adalah ujian yang nyata hadir dalam keseharian kita. Jika kita mengatur pikiran untuk fokus pada hal-hal yang salah, keliru, tidak ideal, maka dalam sehari itu dapat bisa dipastikan kita akan kurang bersyukur akan kelebihan dan kebaikan-kebaikan kecil yang ada. Tapi jika kita berikhtiar untuk memokuskan pandangan pada hal-hal yang baik, sesederhana apa pun itu, efek positif yang akan hadir atas kita dalam sehari pun pasti akan sangat terasa.

Bukankah rumus hidup yang tenang, bahagia, dan baik itu sudah “diresepkan” oleh baginda Nabi saw.? Rasulullah saw. pernah bersabda dalam sebuah hadis mulia yang diriwayatkan oleh Muslim, yang artinya “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan untuk dirinya, dan ini hanya ada pada orang mukmin. Jika dia mendapat kesenangan, dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika ditimpa kesusahan, dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”. Bahkan, sahabat Abdullah bin Mas’ud ra. turut menjelaskan bahwa iman itu sejatinya terbagi menjadi dua, satunya adalah sabar dan satunya lagi adalah syukur.

Masyaallah…
Betapa luar biasanya hidup seorang mukmin yang sudah memiliki tuntunan terbaik dari manusia terbaik. Konsep yang sempurna itu seyogianya disambut dengan praktik sehari-hari yang nyata dan tentu saja ikhlas lillahi ta’ala semata. Praktik bersabar jika anak-anak, suami atau apa pun yang kita miliki belum sesuai dengan harapan dan keinginan kita, tapi tak pernah lupa untuk senantiasa mensyukuri segala kebaikan, baik besar maupun kecil, yang kita rasakan.

Wanita mukmin yang salihah adalah bukan ia yang selalu bisa menjaga kerapian rumahnya setiap saat. Pun ia bukanlah yang selalu mengarahkan dan membersamai buah hatinya tercinta. Dan ia juga bukanlah yang senantiasa melukiskan senyum di wajah suaminya. Tapi wanita mukmin yang berstatus istri dan ibu, adalah ia yang juga selalu menghadirkan sabar, rida, dan ikhlas atas qada ketika Allah menampakkan kekurangan pada anak dan suaminya. Semoga setiap pengorbanan yang tercurah dalam mengurus keluargamu, berbalas pahala terbaik dari Dia Yang Maha Memberikan pahala. Wallahu a’lam bisshawwab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Konten Vulgar Kian Viral, Negara Darurat Moral
Next
Scabies Pada Anak, Berbahayakah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram