Aborsi: Kebebasan yang Kebablasan

“Sungguh, melarang aborsi bukanlah solusi tuntas terhadap maraknya kasus perkosaan yang berakhir pada kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Namun, harus dibarengi pula dengan mengubah pola kehidupan di masyarakat dengan sistem Islam.”

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kenyataan pahit menggelayuti alam percintaan, banyak hal negatif di dunia sekuler yang menimpa anak, remaja, maupun dewasa. Tak heran jika Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) mengambil langkah kontroversial untuk mencabut aturan Roe vs Wade terkait dengan aborsi. Aturan tersebut telah berlaku 50 tahun, mengatur hak konstitusional yang melegalkan seseorang wanita untuk melakukan aborsi.

Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus turut kecewa sekaligus tidak setuju dengan keputusan ini dalam akun Twitternya. Ia mengatakan bahwa pembatalan ini akan mengurangi banyak hak perempuan di Amerika Serikat (AS). Hal ini tergolong sangat ekstrem. Terlebih bila seseorang wanita dapat dihukum karena melindungi kesehatan mereka. Apalagi pada saat perempuan dan anak perempuan yang dipaksa untuk melahirkan seseorang anak pemerkosa mereka (news.detik.com, 25/06/2022).

Dengan putusan ini, maka pelarangan dan dilegalkannya hak aborsi diserahkan kepada masing-masing negara bagian. Sebelumnya, aborsi dibolehkan di Amerika Serikat melalui keputusan hukum pada 1973, yang dikenal dengan sebutan kasus Roe vs Wade.

Menuai Pro dan Kontra

Pada tahun 1969, seorang perempuan lajang, Norma McCorvey, dengan nama samaran “Jane Roe” berusia 25 tahun menentang peraturan larangan aborsi di Texas. Negara bagian itu mengelompokkan aborsi sebagai kasus inkonstitusional, kecuali dalam tindakan di mana merenggut nyawa sang ibu atau dalam bahaya.

Orang yang mempertahankan kebijakan antiaborsi itu adalah Henry Wade selaku jaksa daerah Dallas County. Oleh karena itu disebut sebagai kasus Roe vs Wade. McCorvey sedang mengandung anaknya yang ketiga tatkala ia mengajukan kasus tersebut, dan mengeklaim bahwa dirinya diperkosa. Namun kasusnya ditolak, sampai dia terpaksa melahirkan.

Pada tahun 1973, upaya bandingnya sampai pada pihak Mahkamah Agung AS. Pada saat itu, kasus Roe disidangkan beriringan dengan seorang perempuan berusia 20 tahun, bernama Sandra Bensing. Demonstrasi kelompok antiaborsi di Washington DC, AS, tepatnya 3 Mei 2022 (Getty Images).

Para hakim berpendapat bahwa larangan aborsi di Texas dan Georgia telah menyalahi Konstitusi AS karena melanggar hak-hak privasi perempuan. Perbandingan suara dengan tujuh banding dua, para hakim MA kala itu memutuskan bahwa pemerintah tidak memiliki power untuk melarang tindakan aborsi. Mereka menganggap bahwa hak perempuan untuk mengakhiri kehamilannya dilindungi di bawah konstitusi AS. Mahkamah Agung menerbitkan keputusannya dengan berbagai pertimbangan sebuah kasus yang menantang keras larangan aborsi di Mississippi setelah 15 pekan.

Melalui putusan tersebut, MA secara efektif menyelesaikan hak konstitusional warga untuk melakukan tindakan aborsi. Pun membuat keputusan sah tidaknya hak aborsi akan dikembalikan kepada pihak pemerintah negara bagiannya masing-masing.

Aborsi dan Rusaknya Interaksi Sosial

Sesungguhnya, anak yang berada di kandungan tidak memiliki salah apa pun. Setiap anak yang terlahir di dunia ini dalam keadaan bersih, suci, dan tidak bernoda. Bahkan akhir-akhir ini banyak sekali kejahatan seksual menimpa kaum perempuan dan anak-anak di AS, dan hampir di setiap negara di dunia. Entah itu dilakukan oleh orang lain atau kerabat keluarga terdekat sekitar mereka. Terlebih dilakukan oleh keluarga dengan ikatan sedarah (incest). Sungguh keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Bagaimana juga bila korban perkosaan sampai hamil? Selain itu, kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) akibat dari pergaulan bebas juga sangat fantastis. Hal ini jelas telah memperlihatkan bahwa kondisi negara, keluarga, dan masyarakat dalam kondisi “kronis”.

Apakah aborsi adalah biang persoalan yang berdiri sendiri? Tentu tidak. Sungguh ini mengaburkan kondisi masyarakat saat ini. Dalam sistem sekularisme yang sarat akan kebebasan, kerusakan pergaulan dan moral remaja, juga rusaknya interaksi antaranggota keluarga kian sulit untuk dihindari. Maraknya konten pornoaksi dan pornografi yang bisa diakses dengan mudah, juga semakin ”longgar” pengawasan, baik dari pihak orang tua atau aparat penegak hukum telah ikut menambah persoalan ini semakin rumit. Sistem hukum yang cacat, bahkan membedakan antara perilaku perzinaan karena didasari suka sama suka, dengan pemerkosaan turut berkontribusi persoalan di negeri ini.

Jadi kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), baik itu yang disebabkan perkosaan atau incest hanya dampak dari perilaku manusia yang menganggap ringan hubungan seksual tanpa adanya ikatan yang sah, atau yang tidak sesuai hukum syarak. Tapi terkadang rasa malu, tidak siap bertanggung jawab, atau berbagai alasan lainnya telah membawa pada tindakan aborsi. Bahkan, kadang merenggut nyawa pada pihak perempuan, karena proses persalinan yang tidak “aman”.

Maka, apakah dengan adanya aturan pelarangan tindak aborsi akan menyelesaikan masalah? Jika ternyata perilaku yang turut menyumbang tingginya kasus KTD tidak segera dituntaskan? Belum lagi, tingkat aborsi cukup tinggi ketika belum disahkan, lalu bagaimana ketika negara justru melarang aborsi yang sudah berlaku selama 50 tahun di AS? Apakah angkanya akan naik fantastis, atau sebaliknya?

Islam Atasi Kasus Aborsi

Maraknya kasus aborsi, bukan hanya persoalan yang dilakukan oleh individu atau sebuah klinik legal atau ilegal. Lebih dari itu, kasus aborsi yang merajalela harus ada solusi yang tuntas dari akar permasalahannya. Terlebih bagi AS sebagai negara adidaya yang dijadikan kiblat oleh banyak negara di dunia harus mengobati kerusakan kehidupan ini yang telah komplikatif dengan mengembalikan tata kelola kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Sekaligus dengan melempar jauh tata kehidupan sekularisme yang konkret melahirkan berbagai kerusakan.

Islam bukan hanya agama yang mengatur aspek ibadah, tetapi juga ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan dengan seperangkat aturan yang dimilikinya. Islam juga senantiasa menuntaskan berbagai persoalan kehidupan, termasuk dalam mengatasi kasus aborsi. Solusi tuntas tersebut mencakup beberapa hal.

Pertama, tiap-tiap individu akan ditanamkan akidah Islam. Tahapan penanaman akidah di lingkungan rumah dan didukung dengan pendidikan Islam oleh sistem pemerintahan. Dengan demikian, akan tertancap kuat keimanan di dalam diri per individu. Mereka akan senantiasa merasa takut kepada Sang Pencipta, bahkan tidak akan berani bermaksiat pada Allah Swt.

Kedua, Islam akan menegakkan sistem pergaulan Islam baik di sekolah maupun sosial masyarakat. Masyarakat harus memahami bahwa hukum asal dari kehidupan antara laki-laki dan wanita adalah terpisah kecuali jika ada dalil yang membolehkannya. Ada larangan berhias secara berlebihan (tabarruj), harus menundukkan pandangan (ghadul bashar) juga menutup aurat. Dari sini akan menciptakan pergaulan yang “sehat” sehingga tidak akan terjerumus pada aktivitas berdua-duaan (khalwat) dan campur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat), terlebih terperosok pada zina. Demikianlah, Islam mengatur interaksi antaranggota di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat juga saling peduli sehingga tercipta adanya kontrol sosial.

Ketiga, negara akan menerapkan secara paripurna pengobatan preventif dan kuratif. Preventif antara lain berupa larangan tegas terhadap pornografi pornoaksi, mengawasi media, dan menerapkan sistem pergaulan Islam di seluruh wilayah bagiannya. Negara juga akan menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui lembaga Baitulmal, sehingga tidak ada yang melakukan kemungkaran atau kemaksiatan atas dasar kemiskinan.

Sedang upaya kuratif yang dilakukan negara dengan memberlakukan sanksi hukum tegas terhadap pelaku kejahatan atau maksiat. Negara tidak akan melegalkan tindakan aborsi akibat KTD dan perkosaan, yang justru akan melegalkan seks bebas. Terlebih Allah Swt. menegaskan bahwa haram hukumnya membunuh meskipun masih berada dalam kandungan. Firman-Nya dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 151 yang artinya: “Dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) melainkan sesuatu (penyebab) yang benar”. Maka sanksi bagi pelaku tindak aborsi bagi janin setelah ditiupkan ruh sama dengan membunuh. Negara akan memberikan sanksi sama seperti hukum orang yang membunuh. Apalagi di dalam Islam, membunuh termasuk dosa besar setelah syirik. Maka negara harus berupaya mencegah perbuat keji ini.

Sungguh, melarang aborsi bukanlah solusi tuntas terhadap maraknya kasus perkosaan yang berakhir pada kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Namun, harus dibarengi pula dengan mengubah pola kehidupan di masyarakat dengan sistem Islam. Dengan begitu, maka persoalan perkosaan; KTD; incest; free seks, dan sebagainya bisa diberantas. Sehingga, persoalan aborsi mampu ditekan.

Wallahu a’lam bish-shawwab.[]


Photo : medical source

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Menjadi Pemuda keren
Next
Demi Cuan, Semua Dihalalkan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram