Mimpi Sejahtera dengan UMK

"Karena ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimal, tentu saja upah ini tidak akan memberikan kesejahteraan kepada para buruh. Namun, tidak tercukupinya kebutuhan para buruh, bukan karena kesalahan para pengusaha semata. Sebab, ada tanggung jawab negara yang tidak dapat dibebankan kepada pengusaha. Misalnya, layanan kesehatan dan pendidikan."

Oleh. Mariyatul Qibtiyah, S.Pd.
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Akibat tingginya upah buruh, sejumlah perusahaan dikabarkan telah keluar dari Kabupaten Karawang. Tingginya upah itu menyebabkan banyak pengusaha yang memutuskan untuk merelokasi perusahaan ke wilayah lain yang upah buruhnya lebih rendah, seperti ke Jawa Tengah. Hal ini dilakukan untuk efisiensi perusahaan.

Upah minimum kota (UMK) di Jawa Tengah rata-rata memang jauh lebih murah dibandingkan UMK di Jawa Barat. UMK tertinggi di Jawa Tengah, yakni Kota Semarang, hanya Rp2,8 juta, jauh lebih murah dari UMK Karawang yang mencapai Rp4,79 juta. UMK Karawang lebih tinggi dari UMK DKI yang mencapai Rp4,64 juta per bulan. Bahkan, menurut Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum APINDO, UMK Karawang merupakan UMK tertinggi kedua di Indonesia, setelah Kota Bekasi. (bisnis.com, 21/6/2022)

Dari 1752 perusahaan pada tahun 2018, kini tinggal 900 perusahaan saja. Malangnya, sebagian besar perusahaan itu merupakan perusahaan padat karya, seperti industri sepatu dan garmen. Hal ini otomatis meningkatkan angka pengangguran di sana. (pelitakarawang.com, 20/6/2022)

Kebebasan Kepemilikan dan Bekerja

Sejak kemunculannya, sistem demokrasi telah memukau para pemimpin dunia. Tak terkecuali para pemimpin di negeri-negeri kaum muslimin, termasuk Indonesia. Mereka terapkan sistem ini dalam berbagai lini kehidupan di tengah-tengah umat Islam.

Sistem demokrasi sangat mengagungkan kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Hal itu merupakan refleksi dari sekularisme yang menjadi akidah sekaligus kaidah berpikir ideologi ini. Dari sini, lahirlah kebebasan kepemilikan (hurriyyah milikiyyah) dan kebebasan bekerja (hurriyatul a'mal).

Kebebasan kepemilikan membebaskan manusia untuk memiliki apa pun. Demikian pula, membebaskan cara memilikinya. Sedangkan kebebasan bekerja membebaskan manusia untuk memilih pekerjaan apa pun. Tidak ada pertimbangan halal dan haram di dalamnya.

Hal inilah yang mendasari kebijakan negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Negara yang menganut sistem ini akan membebaskan masyarakat dalam memiliki apa pun yang mereka inginkan. Tidak ada batasan sama sekali. Bahkan, untuk memiliki sesuatu yang sebenarnya tidak memungkinkan dimiliki oleh individu. Misalnya, memiliki danau, pulau, atau laut.

Pada saat yang sama, negara juga membiarkan siapa pun untuk mengembangkan harta miliknya itu dengan cara apa pun. Apakah melalui perjudian, riba, atau memproduksi khamar, atau yang lainnya. Negara juga membebaskan setiap orang untuk bekerja sesuai keinginannya. Apakah menjadi pegawai bank, pialang saham, pelacur, penari, dan sebagainya. Semua itu boleh dilakukan.

Negara hanya membuat regulasi terkait hal itu. Misalnya, menetapkan persentase kadar alkohol yang diizinkan dalam minuman beralkohol, bentuk sanksi bagi pelanggaran terhadap aturan itu, tempat pemasaran, dan sebagainya. Mereka yang melanggar aturan itulah yang mendapatkan sanksi.

Adanya berbagai kebebasan ini membuat penganut sistem ekonomi kapitalis tidak mampu mengendalikan keinginan. Mereka ingin mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Karena itulah, lahir prinsip mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melalui usaha sekecil-kecilnya.

Karena prinsip itulah, para pengusaha berusaha untuk menekan biaya produksi, termasuk upah buruh. Mereka hanya memberikan upah dengan standar biaya hidup minimum. Yakni, sebatas bisa memenuhi kebutuhan dengan standar paling rendah. Dengan upah itu, buruh tidak akan mendapatkan kesejahteraan, tetapi hanya sebatas mampu bertahan hidup. Padahal, para buruh harus bekerja 10-16 jam sehari. Karena itu, kapitalisme dianggap telah melakukan eksploitasi terhadap tenaga para buruh.

Inilah yang memicu lahirnya sosialisme dengan gagasannya berupa jam kerja, jaminan sosial, dan sebagainya. Maka, para kapitalis berusaha melakukan perbaikan pada sistem ekonomi mereka secara tambal sulam. Misalnya dengan penetapan upah minimum, hak berserikat, hak libur, upah tambahan, hak mogok kerja, dan sebagainya.

Meski demikian, kesejahteraan buruh masih jauh dari harapan. Eksploitasi terhadap mereka pun masih terus dilakukan. Bahkan oleh perusahaan besar dunia yang berasal dari negara pengemban kapitalisme seperti Amerika Serikat. Misalnya Amazon, perusahaan retail terbesar di sana. Para buruh di perusahaan milik Jeff Bezos ini harus menguras tenaganya demi produktivitas perusahaan.

Jumlah buruhnya yang mencapai 1,3 juta orang memang menerima upah dua kali lipat dari upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan total per tahunnya mencapai $31.000. Namun, upah itu masih di bawah upah median buruh Amerika yang sebesar $41.535 per tahun. Apalagi jika dibandingkan dengan pendapatan Bezos yang sebesar $2.357 per detik! (revolusioner.org, 31/5/2022)

Kebebasan kepemilikan, kebebasan bekerja, serta penetapan upah berdasarkan biaya hidup terendah inilah yang memicu problem perburuhan. Selama tiga hal ini yang dijadikan landasan dalam menentukan upah buruh, maka persoalan perburuhan tidak akan selesai. Karena itu, dibutuhkan solusi yang lain, yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah ini.

Upah Minimum dan Kesejahteraan Buruh

Pada awalnya, upah minimum di Indonesia ditetapkan berdasarkan UU No. 13 tahun 2003. Berdasarkan UU tersebut, penetapan upah minimum masih menyandarkan pada kebutuhan hidup secara layak. Di samping itu juga mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum ini ditetapkan setiap tahun. Sebelum upah minimum ditetapkan, akan diadakan survei oleh Dewan Pengupahan Daerah. Dewan ini terdiri dari birokrat, akademisi, buruh, serta pengusaha. Survei itu dilakukan untuk mengetahui harga berbagai kebutuhan buruh, karyawan, atau pegawai.

Dari survei itulah pemerintah menetapkan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berdasarkan KHL itu, nantinya pemerintah menetapkan upah minimum. Komponen hidup layak yang dijadikan sebagai dasar untuk menentukan upah minimum adalah kebutuhan hidup pekerja lajang. (wikipedia.org)

Namun, sejak ditetapkannya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penetapan upah minimum berdasarkan KHL ini telah diubah. Dalam UU Cipta Kerja, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Yaitu berdasarkan daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta median (nilai tengah antara nilai tertinggi dan terendah) upah. Di samping itu, juga ada penambahan jam kerja, pengurangan hari libur, penghapusan libur panjang, dan sebagainya. Tentu hal ini memungkinkan terjadinya eksploitasi terhadap para buruh.

Karena ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimal, tentu saja upah ini tidak akan memberikan kesejahteraan kepada para buruh. Upah yang mereka terima mungkin hanya cukup digunakan untuk makan saja. Padahal, mereka juga membutuhkan biaya transportasi, kesehatan, dan lainnya. Apalagi jika mereka telah berkeluarga. Tentu ada kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti pendidikan untuk anak-anak.

Namun, tidak tercukupinya kebutuhan para buruh, bukan karena kesalahan para pengusaha semata. Sebab, ada tanggung jawab negara yang tidak dapat dibebankan kepada pengusaha. Misalnya, layanan kesehatan dan pendidikan. Semestinya, negara memberikan layanan ini, sehingga masyarakat, termasuk para buruh, dapat mengalokasikan dana pendidikan dan kesehatan untuk kebutuhan lainnya.

Konsep Kepemilikan dan Bekerja dalam Islam

Islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan maupun kebebasan bekerja. Sebab, semua harus sesuai dengan aturan yang diturunkan oleh Allah Swt. Jadi, ada standar halal dan haram di sini. Sebaliknya, Islam hanya mengenal ibaahatul milkiyyah (kebolehan kepemilikan) dan ibaahatul a'mal (kebolehan bekerja).

Memiliki harta merupakan satu hal yang diperbolehkan dalam Islam. Demikian pula dengan mengembangkan harta agar semakin banyak. Namun, kebolehan itu tetap ada batasan-batasannya. Maka, seorang muslim boleh memiliki sesuatu, asalkan sesuatu itu halal untuk dimiliki oleh individu. Di samping itu, harus diperoleh dengan cara yang halal pula.
Misalnya, ia boleh memiliki tanah atau rumah dengan cara membeli, melalui pewarisan atau pemberian hadiah. Namun, ia tidak boleh memiliki pulau, danau, atau jalan tol, meskipun ia membelinya. Sebab, semua itu tidak boleh dimiliki oleh individu.

Seorang muslim juga boleh bekerja apa saja, asalkan sesuai dengan syarak. Misalnya menjadi petani, pedagang, pegawai, dan sebagainya. Namun, ia tidak boleh menjadi pedagang khamar, petani ganja, pegawai jasa pinjaman online, atau pekerjaan haram lainnya. Sebab, semua itu dilarang oleh syarak.

Pemberian Upah dalam Islam

Dalam Islam, hubungan antara buruh dengan majikan telah diatur dengan rinci. Aturan ini dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan atau dizalimi. Karena itu, sebelum buruh melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya, harus ada akad yang jelas antara kedua belah pihak.

Akad antara buruh dan majikan merupakan akad ijarah (upah-mengupah). Majikan harus menjelaskan jenis pekerjaan, waktu pengerjaan, besarnya upah, atau hak-hak lain yang akan didapatkan oleh buruh. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Abdur Razaq dan Ibnu Abi Syaibah,

من استأجر أجيرا فليعلمه أجره

"Siapa saja yang mempekerjakan seorang buruh, hendaknya memberitahukan upahnya."

Jika buruh telah menyepakati akad dengan majikan, maka ia harus menjalankan pekerjaan sesuai yang diakadkan. Ia tidak boleh meninggalkan pekerjaan sebelum menyelesaikan pekerjaannya. Maka, aktivitas mogok kerja tidak diperbolehkan, karena hal itu berarti buruh menyalahi akad yang telah disepakati sebelumnya.

Jika buruh telah menyelesaikan pekerjaan, ia berhak untuk mendapatkan upahnya. Upah merupakan kompensasi atas jasa, sedangkan harga adalah kompensasi atas barang. Sebagaimana haram menetapkan harga barang, menetapkan upah juga diharamkan. Karena itu, dalam Islam tidak ada penetapan upah minimum.

Besarnya upah ditentukan oleh besarnya jasa yang diberikan oleh buruh, jenis pekerjaan, waktu, serta tempat pekerjaan. Upah tidak ditentukan berdasarkan tenaga yang dicurahkan. Karena itu, upah untuk buruh bangunan lebih kecil dibandingkan dengan upah untuk seorang insinyur, meskipun buruh bangunan mengeluarkan tenaga yang lebih besar.

Upah untuk satu jenis pekerjaan, bisa saja berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial ekonomi suatu wilayah. Para buruh akan mendapatkan upah yang layak, sesuai dengan upah yang berlaku di pasar. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi terhadap para buruh.

Jika terjadi perselisihan antara buruh dengan majikan terkait upah, maka pakar yang akan memutuskan. Pakar (khubara') dipilih berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jika mereka tidak bersepakat terkait siapa pakar yang memutuskan, negaralah yang akan menunjuk pakar tersebut. Negara juga akan memaksa kedua belah pihak untuk menerima keputusan itu.

Dengan pengaturan yang seperti ini, tidak akan terjadi problem perburuhan. Para pengusaha dapat memanfaatkan tenaga buruh dengan tenang tanpa khawatir didemo atau terjadi mogok kerja. Demikian pula, para buruh juga akan mendapatkan hak-hak mereka. Di samping itu, fasilitas umum yang disediakan oleh negara sebagai bagian dari pelaksanaan ri'ayah terhadap rakyat akan memungkinkan buruh hidup layak. Karena itu, mimpi para buruh untuk hidup sejahtera hanya akan terwujud jika sistem ekonomi Islam yang diterapkan.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]






Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Titik Kritis Pemuda Sebagai Agen Perubahan Masa Depan
Next
Antibendera Tauhid: Politik Demokrasi Mengebiri Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram