"Saat tidak ada pelindung, penistaan demi penistaan akan terus datang silih berganti dalam berbagai bentuk. Hinaan, cacian, hasutan akan terus diupayakan oleh para pembenci Islam. Hal tersebut merupakan musibah yang menimpa umat Nabi Muhammad saw di masa ini."
Oleh. Hesti Andyra
(Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Islamofobia terulang kembali di India. Setelah pelarangan hijab yang sempat menuai reaksi keras umat muslim. Kali ini Nupur Sharma, seorang politikus India, juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) membuat pernyataan yang dinilai menghina Nabi Muhammad saw saat hadir dalam suatu acara debat politik di televisi. Meskipun partai BJP akhirnya menon-aktifkan sang politikus, gelombang protes tetap terjadi.
Ini bukan penghinaan pertama yang ditujukan kepada sosok panutan umat Islam. Jauh sebelum itu, ada Stéphane "Charb" Charbonnier, jurnalis dan kartunis majalah satire Charlie Hebdo yang memetik protes umat Islam karena memarodikan Nabi Muhammad, sebagai editor tamu dalam salah satu karyanya.
Itu baru dari sisi media cetak. Dari sisi media penyiaran, terdapat beberapa produksi film yang sarat agenda pembunuhan karakter Rasulullah yang dikenal umat sebagai sosok penuh kasih sayang, adil, pemberani, dan berbagai sifat teladan lainnya. Di antaranya film dokumenter Fitna. Reuters melaporkan bahwa Kementerian Luar Negeri Iran pernah menyebut film itu "keji, menghujat, dan anti-Islam". Disusul kemudian film animasi The Life of Muhammad (2008), dan film yang tayang di channel YouTube, The Innocence of Muslim . (sindonews.com)
Lalu apa yang dilakukan oleh umat muslim di dunia? Beberapa demonstrasi bahkan kerusuhan sempat terjadi sebagai bentuk kemarahan umat. Namun, dalam skala yang relatif kecil sehingga nyaris tidak mendapat perhatian media.
Beberapa negara yang mayoritas muslim, di antaranya mengeluarkan pernyataan resmi mengecam dan memprotes tindakan penistaan tersebut. Hanya sebatas itu. Tindakan lebih jauh tidak lebih dari pemboikotan produk dari negara si penghina Nabi berasal. Itu pun hanya dilakukan segelintir negara. Pada kasus India di atas, hanya Kuwait, Arab Saudi, dan Bahrain yang mengambil tindakan tegas menurunkan semua barang produksi India dari supermarket dan pasar di seluruh wilayah.
Jika kita mundur sekitar 130 tahun yang lalu, saat Kekhilafahan Turki Ustmani masih berkuasa. Sultan Abdul Hamid II dengan tegas menghentikan sebuah pertunjukan opera berjudul Mahomet (1888) yang digagas oleh Henri de Bornier, seorang penyair asal Perancis. Saat itu duta besar Turki untuk Perancis, Es’at Pasha, mendapati drama itu sebagai penghinaan di mana Nabi Muhammad dikisahkan melakukan bunuh diri karena seorang wanita dan memiliki perasaan rendah diri atas agama Kristen. (wikipedia.com)
Islam jelas melarang umat, baik muslim ataupun nonmuslim untuk merendahkan sosok panutan. Hal ini dijelaskan secara detil oleh Al-’Allamah al-Qadhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa bi-Ta’rif Huquq al-Mushthafa saw . Al-Qadhi ‘Iyadh menegaskan:
“Ketahuilah, semoga kita diberi hidayah taufik, bahwa siapapun yang menista Nabi saw., menghina beliau, atau menganggap beliau tidak sempurna pada diri, nasab dan agama beliau, atau di antara akhlak beliau, atau menandingi beliau, atau menyerupakan beliau dengan sesuatu untuk menistakan beliau, atau meremehkan beliau, atau merendahkan kedudukan beliau, atau menjatuhkan beliau, atau menghinakan beliau, maka ia termasuk orang yang menistakan beliau. Hukum yang berlaku atas dia adalah hukum pelaku penistaan, yaitu dihukum mati sebagaimana yang akan kami jelaskan ini”.(al-wa’ie.id)
Inilah aturan yang jelas dan tegas. Jika ini diterapkan, tentunya umat mana pun tidak ada yang berani menistakan ajaran Islam & Nabi Muhammad saw. Namun, yang terjadi, ketika kekhilafahan runtuh, lenyap pula wibawa umat Islam di mata dunia. Umat Islam, yang dulu dikenal tegas, pemberani, dan disegani dunia, kini tak bernyali.
Umat butuh pelindung, sebuah institusi yang menaungi, me-ri’ayah sekaligus mencegah dan mengatasi segala bentuk penistaan. Segala bentuk sanksi di dunia yang disebutkan oleh para ulama seperti dalam kitab Asy-Syifa tersebut hanya berlaku efektif jika ditegakkan oleh negara yang menerapkan Islam sebagai sebuah Daulah, yang menjadi perisai bagi umat. Daulah Islam akan mengerahkan semua kekuatan politik, ekonomi dan militer yang dimiliki untuk melindungi kehormatan Nabi Muhammad saw dan semua simbol keagamaan lainnya.
Saat tidak ada pelindung, penistaan demi penistaan akan terus datang silih berganti dalam berbagai bentuk. Hinaan, cacian, hasutan akan terus diupayakan oleh para pembenci Islam. Hal tersebut merupakan musibah yang menimpa umat Nabi Muhammad saw di masa ini.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]