Kasus Korupsi Kian Merajalela, KPK Tak Lagi Dipercaya?

“Maka, jika negeri ini masih berkiblat pada sistem sekuler-kapitalisme, apa pun strategi yang dilakukan pemerintah untuk pemberantasan korupsi laksana mimpi di siang bolong. Karena faktanya pemerintah itu sendiri yang saat ini paling banyak melakukan tindak pidana korupsi.”

Oleh. drh. Lailatus Sa’diyah
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.com- Belakangan ini kembali bergulir wacana pembubaran lembaga independen KPK yang dinilai sudah tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini. Publik melihat bahwa kinerja KPK kian hari kian merosot. Berdasarkan hal ini, publik menilai tidak ada perlunya lagi mempertahankan keberadaan KPK. Lantas jika tidak ada KPK, siapa yang akan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini?

Tambal Sulam Kebijakan

KPK sendiri dibentuk pada masa Presiden Megawati menjabat. KPK dibentuk karena lembaga pemerintah yang ada dinilai tidak ada yang mampu menyelesaikan secara tuntas kasus korupsi di negeri ini. Sekalipun pembentukan KPK bukanlah sebagai lembaga yang bersifat permanen keberadaannya.

KPK semakin menunjukkan giginya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena berhasil membongkar beberapa skandal mega korupsi. Namun sayangnya, kiprah KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi masih terkesan tebang pilih. Hal ini terbukti masih banyak kasus yang kiranya tidak mampu diselesaikan oleh KPK, sebutlah mega korupsi BLBI, yang berkaitan erat dengan rezim yang berkuasa saat itu.

Begitu pula di masa pemerintahan Presiden Jokowi, revisi RUU KPK telah melemahkan fungsinya. Realitasnya seakan-akan KPK bekerja di bawah bayang-bayang kekuasaan oligarki. Cenderung tumpul mengungkap kasus-kasus berkenaan dengan oknum-oknum partai berkuasa, menguapnya kasus korupsi RS Sumber Waras, kasus Harun Masiku, kasus mega korupsi e-KTP dan masih banyak lagi kasus lainnya.

Baru-baru ini, mantan pegawai KPK Rasamala Aritonang, mengusulkan pembubaran KPK. Hal tersebut dikarenakan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menurun (detik.com, 09/06/2022). Di mana tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menurun menjadi 59,8 %, merosot dibanding survei sebelumnya, yaitu 70,2 %.

Adanya wacana pembubaran KPK adalah dengan skema untuk melebur dengan Kejaksaan Agung yang saat ini berdasarkan survei memiliki tingkat kepercayaan publik lebih tinggi dari KPK. Namun, akankah dengan meleburnya KPK dan Kejaksaan Agung akan menjamin kinerjanya lebih optimal dalam memberantas tindak pidana korupsi?

Sistem Kapitalisme Melahirkan Manusia Korup

Realitas menunjukkan, ada tidaknya KPK sebagai lembaga independen yang bertugas memberantas tindak pidana korupsi tidaklah memberikan efek jera bagi pelaku. Karena sejatinya yang dibutuhkan negeri ini dalam pemberantasan korupsi bukanlah sekadar adanya lembaga yang fokus memberantas korupsi. Namun, juga pencegahan agar tidak terjadinya tindak pidana korupsi itu sendiri.

Sistem kapitalisme yang diadopsi rezim berkuasa saat ini, telah menciptakan berbagai celah yang mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Bagaimana tidak? Beban biaya kampanye pemenangan calon berbagai tingkat jabatan dalam sistem kapitalisme menuntut modal yang besar. Sehingga dalam masa jabatannya, tidak menutup kemungkinan adanya mendulang upaya balik modal serta menyiapkan modal berikutnya untuk pemenangan pada periode berikutnya.

Belum lagi berkaitan dengan mudah berubahnya kebijakan pemerintah sebagai landasan hukum buatan manusia yang cenderung menguntungkan pihak-pihak yang berkuasa dan oligarki. Menjadikan hukum buatan manusia semakin tak bergigi dalam memberantas tindak pidana korupsi. Adapun jika ada tersangka yang dihukum, kiranya hukuman tersebut tidak membuat jera pelaku lainnya.

Hal ini semakin parah dengan perwujudan kehidupan sekuler yang sarat akan kebebasan berperilaku dan menganggap keberadaan agama hanyalah sebagai perkara ibadah ritual semata. Penerapan sistem kehidupan sekuler telah menjadikan manusia tidak takut melakukan dosa. Bahkan aktivitas korupsi yang notabene sama dengan aktivitas mencuri, menjadi hal yang seakan tidak tabu untuk dilakukan demi meraih kepentingannya. Inilah bahaya penerapan sistem pemerintahan yang berkiblat pada sekuler-kapitalisme. Terbukti telah melahirkan orang-orang yang krisis ketakwaan kepada Allah taala, sehingga tidak takut berbuat dosa.

Maka, jika negeri ini masih berkiblat pada sistem sekuler-kapitalisme, apa pun strategi yang dilakukan pemerintah untuk pemberantasan korupsi laksana mimpi di siang bolong. Karena faktanya pemerintah itu sendiri yang saat ini paling banyak melakukan tindak pidana korupsi.

Khilafah Memberantas Tindak Pidana Korupsi

Impian bebas dari tindak pidana korupsi sejatinya hanya bisa terwujud dengan penerapan aturan Islam secara kaffah yaitu di bawah pemerintahan Khilafah Islamiah. Adapun gambaran penerapan sistem Islam dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu pertama, dasar akidah Islam mampu melahirkan kesadaran bahwa setiap apa yang kita lakukan senantiasa diawasi oleh Allah Swt. Sehingga, melahirkan ketakwaan pada setiap individu negara maupun penguasa pemerintahan Islam.

Kedua, sistem politik Islam untuk pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidak membutuhkan modal yang besar, karena dipilih sesuai dengan syarat pengangkatan dan berdasarkan kapasitasnya yang mumpuni dalam menjalankan amanah pemerintahan. Sehingga, tidak akan muncul lingkaran setan untuk mengembalikan modal yang digunakan sewaktu mengikuti pemilihan.

Ketiga, dalam Khilafah, penegakan hukum dalam menjalankan kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung oleh kepentingan partai politik, sehingga hukum tidak akan cenderung tumpul pada kepentingan oligarki seperti dalam sistem demokrasi. Dan yang lebih penting lagi, peran partai politik dalam Islam adalah fokus dalam mendakwahkan Islam dan mengoreksi serta mengontrol penguasa.

Keempat, struktur dalam sistem pemerintahan Islam berada dalam satu kepemimpinan yaitu Khalifah, sehingga meminimalkan adanya ketidakselarasan berbagai lembaga instrumen pemerintah dalam menjalankan fungsinya yaitu meriayah kepentingan umat. Sehingga absennya peran kepemimpinan dapat dihindari, dan hal ini sangat berbeda dengan fakta yang ada sekarang ini.

Kelima, sanksi bagi pelaku korupsi mampu memberikan efek jera dan penghapusan dosa. Terkait bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi nantinya diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, misal bisa disita harta kekayaannya seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab, atau tasyhîr (diekspos di depan publik), penjara, hingga diberikan hukuman mati.

Inilah gambaran Khilafah dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Tidak hanya fokus memberikan hukuman pada pelaku, namun juga fokus pada upaya pencegahan terjadinya kasus tindak pidana korupsi. Maka dengan penerapan Islam secara kaffah bukanlah hal utopis jika pemberantasan tindak pidana korupsi bisa diwujudkan.

Penerapan Islam secara kaffah bukanlah sekadar pilihan namun suatu kewajiban yang harus diperjuangkan keberadaannya. Karena sejatinya hanya penerapan hukum Allah-lah yang terbaik bagi dunia seisinya. Sebagaimana firman Allah Swt. : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menimpakan Bahaya kepada Diri Sendiri atau Orang Lain
Next
Khilafah: Ajaran Islam, Tak Perlu Dimusuhi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram