"Aksi mengadang truk yang sedang berjalan jelas merupakan aksi yang berbahaya. Pada satu sisi, membahayakan diri mereka sendiri. Tidak tertutup kemungkinan, sopir truk tidak mampu menghentikan kendaraannya. Akibatnya, pelaku akan terserempet, terseret, atau tertabrak. Pelaku aksi akan terluka atau bahkan kehilangan nyawa."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Beberapa pekan terakhir, banyak remaja yang melakukan aksi nekat demi konten akun media sosialnya. Mereka berusaha untuk mengadang truk yang sedang lewat agar menjadi viral. Aksi yang berbahaya ini telah memakan korban jiwa. Di samping membahayakan pelaku, hal ini juga membahayakan pengguna jalan lainnya.
Perbuatan Manusia
Dalam Islam, perbuatan manusia senantiasa terikat dengan hukum syarak. Ada yang wajib, haram, sunah, makruh, dan mubah. Tidak ada satu perbuatan pun yang tidak terikat dengannya. Hal ini karena kaidah ushul fiqih telah menyatakan demikian,
الأصل في الأفعال التقيد بأحكام الشرع
"Asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syarak."
Maka, seorang muslim harus senantiasa terikat dengan hukum syarak. Apa pun perbuatan itu, baik yang berkaitan dengan hubungannya dengan Sang Pencipta, dengan manusia lainnya, maupun dengan dirinya sendiri.
Karena itu, tidak ada satu perbuatan pun yang tidak memiliki status hukum. Termasuk perbuatan-perbuatan yang baru terjadi pada saat sekarang. Semua dapat dicari status hukumnya, karena hukum Allah Swt. itu turun dalam bentuk garis-garis besar (khuthuuthun 'ariidlah).
Hukum Menimpakan Bahaya atau Dharar
Kata dharar memiliki makna bahasa dan istilah. Menurut Al-Jurjani, secara bahasa, dharar adalah kata dasar dari dharuurah, yaitu sesuatu yang terjadi yang tidak dapat dihindari.
Sedangkan menurut ulama ushul fiqih, dharuurah mempunyai dua makna. Pertama, batasan jika sesuatu yang dilarang tidak diperoleh akan menyebabkan kebinasaan. Kedua, keterpaksaan yang sangat sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan kematian atau kebinasaan.
Sementara itu, Muhammad Husein Abdullah mendefinisikan dhararun (mudarat) sebagai lawan dari naf'un (manfaat). Baik mudarat itu ditimpakan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perbuatan menimpakan dharar kepada diri sendiri dan orang lain merupakan perbuatan yang dilarang. Sebab, kata dharar dalam hadis ini disampaikan dalam bentuk nakirah (larangan). Karena itu, berlaku secara umum untuk kemudaratan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, cakupan makna dharar ada dua. Pertama, sesuatu yang memang berbahaya meskipun tidak ada seruan dari Asy-Syaari' (Pembuat Syarak) berupa tuntutan untuk melakukan, meninggalkan, atau memilihnya.
Keberadaannya yang membahayakan menjadi dalil atas keharamannya. Hal itu karena Asy-Syaari' telah mengharamkan dharar. Kaidah yang digunakan di sini adalah,
الأصل في المضار التحريم
"Asal dari sesuatu yang membahayakan adalah haram."
Kaidah ini didasarkan pada hadis riwayat Ath-Thabrani,
لا ضرر ولا ضرار في الإسلام
"Tidak boleh menimpakan bahaya kepada diri sendiri dan orang lain dalam Islam."
Di samping itu juga didasarkan pada hadis riwayat Abu Dawud,
من ضار أضر الله به ومن شاق شاق الله عليه
"Siapa saja yang membahayakan orang lain, Allah akan memberikan bahaya kepadanya dan siapa saja yang menyulitkan orang lain, Allah akan menyulitkannya."
Misalnya, racun merupakan sesuatu yang jelas berbahaya sehingga haram untuk meminumnya. Demikian pula dengan aksi matador yang memancing kemarahan banteng, juga termasuk aksi yang berbahaya. Kedua hal itu masuk dalam konteks hadis larangan menimpakan dharar di atas.
Kedua, sesuatu yang dibolehkan oleh syarak secara umum, tetapi ada satu bagian dari sesuatu tersebut yang berbahaya atau menimbulkan bahaya. Maka, satu bagian tadi haram hukumnya, karena Asy-Syaari' telah mengharamkannya. Kaidah yang digunakan adalah,
كل فرد من أفراد المباح إذا كان ضارا أو مؤديا إلى ضرر حرم ذلك الفرد وظل الأمر مباحا
"Setiap bagian dari sesuatu yang mubah, jika bagian itu berbahaya atau menimbulkan bahaya, maka bagian tersebut haram, sedangkan bagian lainnya tetap mubah."
Dalil dari hal ini adalah hadis tentang larangan Rasulullah saw. terhadap para sahabat untuk minum dan berwudu dengan air dari sebuah sumur. Dalam "Sirah Ibnu Hisyam" dikisahkan bahwa saat Perak Tabuk, Rasulullah saw. melewati sebongkah batu. Para sahabat kemudian menimba air yang keluar dari bawah bongkahan batu tersebut. Namun, ketika mereka beristirahat, Rasulullah saw. bersabda,
لا تشربوا من ماىٔها شيىٔا ولا تتوضؤوا منه للصلاة وما كان من عجين عجنتموه فأعلفوه الإبل ولا تأكلوا منه شيىٔا ولا يخرجن أحد منكم الليلة إلا ومعه صاحب له
"Janganlah kalian minum airnya dan jangan berwudu (dengan air itu) untuk mengerjakan salat. Berikanlah adonan yang telah kalian aduk kepada unta. Dan janganlah kalian memakannya sedikit pun. Janganlah salah seorang dari kalian keluar, kecuali bersama temannya …."
Adanya larangan dari Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa ada bahaya pada air tersebut. Karena itu, Rasulullah saw. mengharamkan para sahabat memanfaatkannya. Padahal, hukum air secara umum adalah mubah.
Aksi mengadang truk yang sedang berjalan jelas merupakan aksi yang berbahaya. Pada satu sisi, membahayakan diri mereka sendiri. Tidak tertutup kemungkinan, sopir truk tidak mampu menghentikan kendaraannya. Akibatnya, pelaku akan terserempet, terseret, atau tertabrak. Pelaku aksi akan terluka atau bahkan kehilangan nyawa.
Di sisi lain, hal itu juga membahayakan sopir atau pengguna jalan lainnya. Misalnya, sopir mengerem mendadak, sementara di belakangnya ada kendaraan lain. Bisa juga si sopir membanting setir ke kiri atau ke kanan, kemudian mengalami kecelakaan. Maka, aksi ini tidak boleh dilakukan.
Akan berbeda halnya jika para remaja tersebut mengadang truk yang membawa pasukan Israel yang hendak menyerang kaum muslimin di Palestina. Meskipun hal itu membahayakan dirinya, Allah Swt. akan mencatat hal itu sebagai perbuatan baik, bahkan jika mereka harus menemui ajal karenanya. Sebab, aksi tersebut dianggap sebagai aktivitas jihad menghadapi musuh dalam rangka mempertahankan negeri kaum muslimin. Maka, pahala yang besar menanti mereka. Mereka pun akan mendapatkan gelar sebagai syuhada. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Ahzab [33]: 23,
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
"Di antara orang-orang mukmin itu ada yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah. Lalu, di antara mereka ada yang gugur (sebagai syahid), ada pula di antara mereka yang menunggu-nunggu (giliran untuk mati syahid). Mereka tidak mengubah janjinya sedikit pun."
Karena itu, alangkah baiknya jika mereka menggunakan keberaniannya untuk aktivitas yang positif yang membawa manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Alangkah baiknya jika mereka mengisi masa remajanya dengan menuntut ilmu, memperdalam agama, atau menambah keterampilannya. Dengan demikian, tenaga, pikiran, serta umur mereka tidak akan terbuang sia-sia. Karena itu, para orang tua, masyarakat, serta negara harus mengarahkan mereka agar menjadi sosok yang berkepribadian baik dan turut berperan dalam memajukan peradaban.
Wallaahu a'lam bishshawaab.[]