“Namun, masalah utama penyimpangan dana bansos ini adalah bukan hanya semata kesalahan oknum level rendah, tapi akar permasalahan sistemis dan paradigma pengurusan urusan rakyat oleh penguasa pembuat kebijakan.”
Oleh. Mariam
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kesalahan penyaluran bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakibatkan negara rugi hingga Rp6,9 triliun. Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2021 menyebutkan bahwa kesalahan penyaluran bansos terjadi kepada Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bantuan Sosial Tunai (BST). (CNNIndonesia.com, 6/6/2022)
Penyebab Bansos Salah Sasaran
BPK menyebutkan indikasi adanya kesalahan dalam penyaluran bansos pemerintah, disebabkan karena enam faktor. Pertama, penerima bansos tahun lalu yang sudah meninggal tetapi masih terdaftar dan masuk dalam data Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Kedua, penerima bansos yang tidak ada dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan tidak ada pula usulan pemda yang masuk melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial- Next Generation (SIKS-NG).
Ketiga, penerima bansos yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di tahun 2021. Keempat, penerima bansos dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang invalid. Kelima, penerima bansos yang sudah dinonaktifkan namun masih tetap diberikan. Dan kesalahan terakhir adalah penerima yang mendapatkan lebih dari sekali atau bersifat ganda. (CNNIndonesia, 6/6/2022)
Mengapa Kesalahan Bansos Sering Terjadi?
Semestinya bansos ini menjadi jaring pengamanan masyarakat, terlebih di dalam kondisi perekonomian rakyat yang masih jauh dari kata sejahtera. Kerap kali bansos salah sasaran menjadi kendala, penyebabnya selalu saja masalah klise tahunan dalam pemerintah yakni perihal integrasi data yang tidak sesuai.
Tidak akuratnya data tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu data yang tidak terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP dan lemahnya proses verifikasi dan validasi data yang dilakukan negara. Selain itu, penyelewengan dana juga disebabkan oleh para petugas yang rusak dan banyak dimanipulasi dananya untuk kepentingan pribadi.
Namun, masalah utama penyimpangan dana bansos ini adalah bukan hanya semata kesalahan oknum level rendah, tapi akar permasalahan sistemis dan paradigma pengurusan urusan rakyat oleh penguasa pembuat kebijakan. Sistem demokrasi ini membuat hubungan rakyat dan penguasa tidak lebih hanya sebagai hubungan bisnis, padahal penguasa bukan pengurus rakyat apalagi banyak rakyat yang dijadikan objek eksploitasi untuk meraih keuntungan.
Tidak tampak sekali keseriusan negara untuk memastikan bantuan telah sampai kepada rakyat, yang ada terjadi di lapangan banyak dana bansos yang malah diambil melalui korupsi pejabat. Mirisnya lagi distribusi bansos dijadikan ajang pencitraan penguasa dan partai pengusungnya untuk mendapat suara dari rakyat.
Negara malah sangat loyal kepada oligarki, kepentingan asing yang selalu dipermudah dengan munculnya banyak kebijakan yang memihak kepada para pemilik modal, namun kepentingan masyarakat selalu tidak dipedulikan.
Hal ini sudah wajar dan bahkan dianggap biasa, jika banyak dana bansos yang dikorupsi oleh pejabat ataupun para penguasa setempat. Karena sistem yang diterapkan selalu berorientasi kepada materi dan mencari keuntungan, walaupun harus merugikan banyak orang. Inilah sistem kapitalisme, sistem yang berlandaskan dari akal manusia yang terbatas dan hanya mementingkan perut sendiri dengan mengorbankan banyak pihak. Sistem yang selalu merangkul para penguasa dan pemilik modal menjadi raja utama, negara bahkan seolah hanya wadah untuk dijadikan boneka tempat menerapkan kebijakan yang menguntungkan mereka.
Penyaluran Bantuan dalam Islam
Produk gagal sistem kapitalisme ini tidak bisa hanya ditambal sulam, namun harus digantikan dengan sistem yang telah terbukti dalam catatan sejarah selama kurang lebih 14 abad lamanya menguasai dunia dengan kebijakan yang berlandaskan pada syariat Islam secara kaffah.
Bagi kaum muslimin buruknya sistem pelayanan dalam sistem demokrasi-kapitalisme ini wajib selalu dibandingkan dengan sistem yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dalam sistem Islam bernama Khilafah. Islam memberi tanggung jawab kepada penguasa yakni pelaksana syariat untuk memberikan jaminan kebutuhan masyarakat melalui mekanisme yang jelas dan sesuai.
Dalam kondisi bencana massal baik banjir, angin topan, gempa bumi, paceklik bahkan wabah misalnya, maka negara wajib turun tangan langsung menjamin pemenuhan kebutuhan papan, sandang, pangan rakyat yang terdampak tanpa memandang status sosial, ekonomi, ras maupun agama.
Negara wajib mengeluarkan anggaran tanpa dibatasi sampai kebutuhan terpenuhi dan negara wajib mencari sumber-sumber pemasukan yang dihalalkan oleh syariat. Struktur negara yang berupa Baitulmal telah didesain langsung oleh sistem Islam untuk memberi solusi bagi negara dalam berbagai keadaan.
Inilah gambaran Islam yang rahmatan lil’alamin, Islam menempatkan rakyat bukan sebagai pengemis yang menempatkan diri di hadapan penguasa untuk mendapatkan haknya. Hubungan penguasa dan rakyat telah digambarkan dalam hadis Rasulullah saw. “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Nu’aim)
Oleh karena itu, hanya Khilafah yang mampu memberikan jaminan kebutuhan pokok kepada rakyatnya dalam rangka menjamin kesejahteraan dan memberikan haknya secara adil.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]