“Ada oknum-oknum yang berusaha memanfaatkan momen konvoi Khilafatul Muslimin untuk membenturkan antara Islam dengan Pancasila, mengembuskan Islamofobia di negeri ini. Bukan tidak mungkin, momen konvoi ini akan menjadi momen untuk membuat kebijakan yang lebih keras terhadap ajaran Islam, syariat, dan Khilafah.”
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belum lama ini mencuat berita menarik terkait konvoi puluhan motor yang menarik perhatian warga sekitar di Cawang, Jakarta Timur. Pasalnya, para peserta membawa poster dengan tulisan “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiah” dan “Jadilah Pelopor Penegak Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah”. Membawa serta bendera tauhid berwarna hijau. Konvoi yang dipelopori oleh Khilafatul Muslimin ini langsung viral di jagat maya.
Dikutip dari Tempo.co, Amir Wilayah Jamaah Khilafatul Muslimin Bekasi Raya, Abu Salma, menjelaskan konvoi ini rutin sejak tahun 2018 dan polisi juga telah mengetahuinya. Lalu mengapa konvoi ‘Khilafah’ yang sebelumnya sudah sering terjadi, baru ramai diperbincangkan sekarang ini? Bahkan, menjadi hal yang tidak biasa di tengah-tengah masyarakat dan memunculkan reaksi dari berbagai pihak.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid, mengatakan bahwa Khilafatul Muslimin memiliki bahaya yang sama dengan HTI, NII, dan ISIS. Oleh karenanya, kelompok ini juga mengampanyekan berdirinya Khilafah (iNews.id, 31/05/2022). Sama halnya dengan BNPT, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menegaskan kembali bahwa Khilafah dilarang di Indonesia (detikNews, 30/5/2022). Serta berbagai tanggapan lainnya yang mengatakan bahwa Khilafah itu terlarang dan berbahaya. Tanggapan pihak semacam ini menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, ‘Benarkah Khilafah itu terlarang dan berbahaya, sampai-sampai tidak boleh didakwahkan?’
Kepolisian memandang Khilafatul Muslimin sebagai sebuah ormas yang ingin mengganti ideologi negara yang sah. Di dalam website dan buletinnya, Khilafatul Muslimin mengatakan bahwa Pancasila tidak sesuai dan hanya Khilafah yang mampu menyejahterakan umat dan memakmurkan bumi. Abdul Qadir sebagai pimpinan Khilafatul Muslimin ingin mengganti ideologi negara Indonesia, dari Pancasila kepada Khilafah. (sindonews.com, 10/06/2022).
Sistem pemerintahan negara Islam, atau dikenal dengan sebutan Khilafah hanya dianggap celaka oleh sistem pemerintahan demokrasi, dan berbahayanya kita menggunakan sistem tersebut. Dapat dinilai mana tanggapan rasional yang sesuai dengan kebenaran dan mana yang orientasinya memonsterisasi ajaran Khilafah. Bila ternyata Khilafah itu berbahaya, transnasional, dan bertentangan dengan Pancasila, lantas bagaimana dengan bendera Israel yang terpampang pada acara sidang parlemen dunia di Bali bulan Maret lalu? Bukankah Israel adalah oknum penjajah?
Bahkan ini berlainan dengan Undang-Undang Dasar (UUD), namun pemerintah mengabaikan begitu saja. Kemudian beberapa waktu lalu bendera pelangi berkibar di Kedutaan Besar Inggris, pemerintah pun mengabaikan, bahkan hal itu dinilai kebebasan. Padahal sila pertama sangat jelas tentang agama dan tidak ada agama satu pun yang membolehkan hal tercela itu. Ya, demokrasi memang hipokrit. Saatnya membuka mata bahwa negara ini pada faktanya tidak menjalankan Pancasila, melainkan sistem sekuler, kapitalistik, dan demokrasi yang sejatinya mengantarkan pada berbagai kerusakan bagi negeri. Negara pun semakin menjauhkan aturan Islam dari kehidupan, khususnya terkait Khilafah.
Memonsterisasi Khilafah Ajaran Islam
Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Khilafatul Muslimin adalah konvoi yang sudah biasa diadakan, bahkan sejak tahun 2018. Maka seharusnya tidak harus heran dan dipermasalahkan. Reaksi berlebihan pada konvoi yang rutin itu justru mencuatkan pertanyaan ‘Ada kepentingan apa sebenarnya di balik ini?’ Dugaan kuat, pihak-pihak tersebut ingin memperlihatkan kesan menakutkan pada Khilafah yang merupakan ajaran Islam. Ada oknum-oknum yang berusaha memanfaatkan momen konvoi Khilafatul Muslimin untuk membenturkan antara Islam dengan Pancasila, mengembuskan Islamofobia di negeri ini. Mengapa bisa terjadi hal demikian?
Perlu diingat kembali propaganda Barat, War on Terrorism, kemudian berlanjut menjadi War on Radicalism. Propaganda ini sungguh mengerdilkan Islam dan syariatnya. Umat Islam selalu menjadi pihak yang disudutkan. Mereka menjadi ciut dengan ajaran agamanya sendiri. Tidak percaya diri dengan identitas agama yang dimilikinya. Maka jelas, ini bukan hanya slogan perang melawan radikalisme, tapi lebih besar, yaitu perang melawan Islam. Barat hendak memerangi Islam.
Melalui agen-agennya di berbagai negara, termasuk berbagai negeri muslim, Barat begitu keras menggaungkan propagandanya. Jalan utama yang mereka incar ialah parlemen. Berbagai kebijakan dibuat untuk memadamkan kebangkitan Islam. Halus, sangat rapi hingga kaum muslim sendiri tertipu dan tidak sadar. Bukan tidak mungkin, momen konvoi ini akan menjadi momen untuk membuat kebijakan yang lebih keras terhadap ajaran Islam, syariat, dan Khilafah.
Sebelumnya sebuah Perppu dikeluarkan untuk mereka yang dianggap oleh pemerintah sebagai lawan politiknya. Ironisnya lagi, para kaum muda yang menjadi salah satu kekuatan perubahan terbesar umat Islam pun dipukul mundur potensinya. Akibat dari sistem sekularisme yang menanamkan sifat individualis, kaum muda sibuk dengan urusannya sendiri. Bahkan sebagian besar tidak melek politik dan taraf berpikir merosot. Rapuh.
Tak habis pikir. Mengapa pemerintah lebih mempropagandakan perang terhadap radikalisme, akan tetapi di saat yang sama mengabaikan berbagai kerusakan dan kemungkaran terus terjadi di negeri ini? Lihatlah begitu banyak para pemangku kebijakan semakin leluasa mengeruk harta kekayaan negara. Lembaga dan aparat negara yang seharusnya bertanggung jawab mengurusi urusan rakyatnya, malah berlomba dan berkolaborasi untuk korupsi.
Solusi yang ditetapkan pun gali tutup lubang. Bila terus dibiarkan, bagaimana akan selesai? Pemerintah seolah main-main terhadap masalah besar ini. Ya, inilah bukti rusaknya sistem pemerintahan yang diterapkan saat ini. Masih ingin dan mampu bertahan?
Khilafah Ajaran Islam
Khilafah adalah ajaran Islam, dan mahkota kewajiban umat Islam. Dalam kitab Ar-Rawdhah, Imam An-Nawawi mengatakan, “Umat wajib memiliki seorang Khalifah (Imam) yang menegakkan agama (Islam), menolong Sunah, membela orang yang dizalimi, serta menunaikan hak dan memosisikan sesuai porsinya".
Sebagai seorang muslim yang mengharapkan surga sebagai tempat berpulang dan menjadikan rida Allah sebagai tujuan, jangan pernah gentar sedikit pun untuk mendakwahkan Islam. Lawan kriminalisasi dan monsterisasi syariat dan Khilafah dengan dakwah Islam yang membangun kesadaran umum pada masyarakat, bahwa Islam adalah ajaran yang paripurna. Cukuplah dengan mengingat salah satu firman Allah Swt. di dalam Al-Qur'an surah Ali 'Imran ini menjadikan kita optimis akan pertolongan Allah.
وَمَكَرُواوَمَكَرَاللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُالْمَاكِرِينَ
Artinya: “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya (makar), dan Allah membalas tipu daya mereka tersebut. Dan Allah sebaik-baik yang membalas tipu daya”.
Janji Allah Swt. dan bisyarah Rasulullah saw. itu pasti, tidak ada keraguan di dalamnya. Bertahanlah dalam jalan perjuangan ini hingga mati.
Wallahu a'lam bish-shawwab[]