“Dalam buku Dark Ages America: The Final Phase of Empire karya Moris Bermen (2006), menggambarkan bahwa Amerika Serikat sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak sebab peperangan, menderita akibat kematian spiritual dan dengan sungguh-sungguh mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh penjuru dunia dengan memakai senjata.”
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lagi-lagi penembakan di Amerika Serikat kembali terjadi, menambah panjang daftar peristiwa yang sama dalam beberapa pekan terakhir. Dikutip dari ABC News, Ahad, 5 Juni 2022, terdapat tiga orang tewas dan 13 lainnya luka-luka akibat peristiwa penembakan pada Sabtu malam di Philadelphia.
Amerika Serikat terguncang dalam beberapa waktu terakhir oleh penembakan massal yang telah menewaskan 10 warga berkulit hitam di bagian utara kota New York, 19 anak-anak dan dua guru di Texas, serta dua dokter, lalu seorang resepsionis dan seorang pasien di kota Oklahoma (dunia.tempo.co, 03/06/2022).
Blunder Kebebasan Kepemilikan Senjata
Insiden penembakan sering terjadi di Amerika Serikat, memakan banyak korban jiwa termasuk pelaku bunuh diri, menambah daftar korban tewas akibat senjata api di negara yang membebaskan kepemilikan pistol dan amunisi. Setidaknya terdapat 87 kasus penembakan yang terjadi di Amerika Serikat dalam kurun waktu 2013-2014. Penggunaan senjata oleh warga sipil di AS tercantum dalam amandemen kedua konstitusi AS pada 1971, yang mengatur tentang kebebasan kepemilikan senjata yang tidak dapat diganggu oleh negara.
Berdasarkan Small Arms Survey pada tahun 2007, AS menjadi negara dengan kategori kepemilikan senjata oleh sipil terbanyak di dunia, sekitar 88,8 senjata per 100 orang, disusul oleh Yaman, Swiss, Serbia, dan Finlandia. Sebenarnya AS punya sistem pengelolaan yang mengatur kepemilikan senjata api. Mereka yang memiliki catatan kriminal, perilaku buruk, gangguan mental, pecandu narkoba, atau oknum kekerasan dalam rumah tangga secara hukum AS, tidak diperkenankan memiliki senjata api. Terdapat lebih dari 130 ribu penjual senjata api yang terdaftar di AS.
Celah penjualan senjata api tersedia di internet, tempat ribuan pedagang senjata api, mulai dari pistol hingga senapan serbu. Menurut Kementerian Kehakiman Amerika Serikat, dilansir dari Washington Post, pada tahun 2000 ada sekitar 4.000 situs penjualan senjata. Kemungkinan jumlahnya terus naik hingga sekarang. Celah lainnya adalah penjualan langsung dari tangan ke tangan, dari warga yang menjajakan dagangan senjata mereka ke orang lain di internet, bertemu di suatu tempat dan bertransaksi, tidak dengan pemeriksaan latar belakang.
Sejak tahun 1990-an perdebatan soal pengendalian senjata terus bergulir seiring dengan semakin banyaknya angka kekerasan dengan senjata api. Mereka yang pro menjelaskan bahwa kepemilikan senjata menjadi regulasi konstitusi dan dibutuhkan oleh warga untuk melindungi diri serta tidak terikat langsung dengan kekerasan. Sedangkan penentangnya menghadirkan data kematian akibat senjata. Pada saat itu, terjadi perdebatan di parlemen antara Presiden Barack Obama dan Partai Demokrat yang mengharapkan pengendalian senjata melawan Partai Republik yang pro terhadap senjata masih sengit.
Para peneliti mengamati berbagai penelitian terkait dengan kepemilikan senjata dengan kesehatan umum selama bertahun-tahun. Mereka memperkirakan bahwa tingkat pembunuhan dan bunuh diri yang menyebabkan berkurangnya seperempat rentang hidup laki-laki AS dibandingkan dengan di berbagai negara maju lainnya.
Lingkaran Setan Paham Kebebasan
Saat ini adalah era di mana Amerika Serikat mengemukakan cara hidupnya pada dunia sebagai contoh yang patut untuk diikuti, sementara masyarakatnya gagal. Di setiap kalangan masyarakat di AS, orang-orang yang tidak bersalah, para wanita dan anak-anak merasakan gangguan sosial yang belum pernah menimpa sebelumnya, yang mencakup peristiwa pembunuhan tanpa pandang bulu.
Terlihat bahwa masyarakat AS tidak bisa bertumpu nasib keselamatan hidupnya kepada polisi. Agar sebisa mungkin mereka akan bertindak apa pun termasuk dengan membeli senjata untuk melindungi diri sendiri dan keluarganya. Orang-orang AS terus sengsara dalam masyarakat mereka dan hidup dalam lingkaran ketakutan karena terjadi lebih banyak tindakan kekerasan dengan senjata. Situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan adalah diskusi yang ada di antara kedua belah pihak. Mereka yang percaya akan kurangnya pengawasan dan pengaturan senjata adalah penyebab terjadinya banyak kekerasan dan orang-orang yang percaya bahwa mereka memiliki hak ‘kebebasan’ untuk memiliki senjata.
Kekerasan dengan senjata api hanya salah satu dari banyaknya penyebab yang membuat tingkat harapan hidup di AS rendah, akan tetapi temuan itu sangat penting karena laporan itu dikeluarkan kurang dari sebulan setelah kejadian penembakan di sebuah sekolah dasar di AS timur laut yang menewaskan 26 orang.
Perbandingan angka kematian akibat kekerasan di AS adalah enam per 100.000 penduduk. Tidak satu pun dari 16 negara lain yang dipelajari dalam laporan tersebut. Finlandia tepat berada di bawah peringkat AS dengan perbandingan angka kematian dua per 100.000 penduduk. Laporan ini dikeluarkan oleh Dewan Penelitian Nasional bersama Lembaga Medis yang menulis pengkajian tentang Kanada, Jepang, Australia, dan negara-negara Eropa Barat, selain daripada Amerika Serikat.
AS tidak tahu apa yang harus dilakukan atas peristiwa kekerasan ini. Membatasi jumlah pembelian senapan serbu diperkirakan tidak akan mengurangi jumlah korban pada kasus pembantaian berikutnya, karena para penyerang cenderung akan membawa lebih dari satu senjata. Tindakan itu dilandasi oleh perilaku orang yang telah memegang pistol dan bagaimana sikapnya terbentuk. Namun di negara dengan kebebasan dianggap sebagai pujaan, hal tersebut membentuk pikiran orang untuk tinggal di tempat yang tidak nyaman dan adanya dilema intelektual apakah mereka harus mengawasi senjata (yang berlainan dengan pedoman Amerika Serikat), atau menerima bahwa ada orang-orang yang akan ‘menyalahgunakan kebebasan’ dan melakukan tindakan pembantaian.
Dalam buku Dark Ages America: The Final Phase of Empire karya Moris Bermen (2006), menggambarkan bahwa Amerika Serikat sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak sebab peperangan, menderita akibat kematian spiritual dan dengan sungguh-sungguh mengekspor nilai-nilai palsunya ke seluruh penjuru dunia dengan memakai senjata. Kultur tindakan kekerasan ini, menurut Berman, akan menjadi sebab dari keruntuhan Amerika; sebuah republik yang berubah menjadi imperium di masa kegelapan baru dan menuju roboh sebagaimana yang dialami Kekaisaran Romawi.
Untaian insiden penembakan di AS menampakkan, kekerasan tidak hanya monopoli tentara negara AS yang melakukan pembantaian pada rakyat sipil di Irak, Suriah, Afghanistan dan Pakistan. Kekerasan negara dengan brutal melakukan pembunuhan di luar negeri, lebih kurang menjadi ‘contoh’ dan menginspirasi rakyat AS yang demikian mudah membunuh manusia.
Inilah ciri-ciri masyarakat sakit sistem kapitalisme. AS sebagai negara kampiun yang paling heroik mengagungkan kapitalisme dengan berbagai sistem hidupnya seperti demokrasi, pluralisme, liberalisme, bak kapal busuk yang akan tenggelam.
Perlu Keseriusan Negara
Sangat berbeda apabila suatu negara diatur dengan sistem yang benar, terjaga aspek keamanan, kenyamanan, dan mampu melindungi masyarakatnya dari berbagai kriminalitas.
Tahukah berapa tingkat kriminalitas yang terjadi di dalam pemerintahan Khilafah Utsmaniyah selama berabad-abad lamanya? Sejarah mencatat dari Universitas Malaya Malaysia, sepanjang waktu itu hanya ada sekitar 200 kasus yang diberikan ke pengadilan. Total ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan dengan tindak kriminalitas yang terjadi sekarang.
Dalam rangka mengurangi tingkat kriminalitas, maka negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar individu yaitu sandang, pangan, dan papan. Selain itu, sistem Islam juga memperhatikan khusus kesejahteraan rakyatnya seperti pada aspek pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Untuk memenuhi kebutuhan itu anggaran yang dipakai berasal dari zakat mal dan zakat fitrah yang diperoleh dari orang-orang muslim yang mampu dan kaya untuk didistribusikan pada siapa saja yang berhak, salah satunya kepada fakir miskin.
Karena kebutuhan hidup yang telah dijamin membuat tingkat kriminalitas rendah. Hukum Islam ini sudah dipraktikkan hingga selama lebih kurang 13 abad terbukti menyejahterakan seluruh komponen masyarakat, baik muslim maupun nonmuslim. Kondisi ideal seperti ini, tentu tidak menjadikan individu-individu yang rapuh, yang bisa menyebabkan ancaman kejiwaan.
Pemerintahan Islam dengan sistem yang datang dari Yang Mahabenar akan menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan beradab karena kehidupan mereka sesuai dengan fitrahnya sebagai seorang manusia. Sistem Islam juga menjamin kehidupan rakyatnya secara lahir dan batin. Standar kebahagiaannya adalah meraih rida Allah Swt. dengan menerapkan seluruh hukum Allah Swt. secara menyeluruh dan sempurna.
Wallahu A'lam Bish-Shawwab[]