Perusahaan Startup Wajib Berkiblat pada Sistem Ekonomi Islam

“Allah Swt. telah berfirman bahwa Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang melakukan syirkah selama salah satunya tidak mengingkari yang lainnya. Jika salah satunya ingkar, maka Aku keluar dari keduanya.”
(HR Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan Ad-Daruquthni)

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Masa bulan madu perusahaan startup sepertinya sudah tampak berakhir. Banyak yang mulai memutarbalikkan otak, mengencangkan ikat pinggang, tidak lagi memamerkan diskon, dan bahkan sampai pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tak sedikit karyawan. Kondisi ekonomi makro yang terpuruk hingga reorganisasi Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi alasannya.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menjelaskan bahwa sekarang banyak startup yang kesulitan mencari pendanaan baru karena investor semakin selektif dalam memilih perusahaan startup. Terlebih startup yang sudah mengembangkan banyak layanan seperti e-commerce, transportasi online, digital payment, edutech, dan lainnya (finance.detik.com, 29/05/2022).

Perusahaan yang membantu Airbnb, Dropbox sampai Stripe menjadi besar antara lain Y Combinator dan inkubator startup. Para founder startup harus memahami bahwa performa pasar perusahaan teknologi yang buruk berdampak signifikan terhadap investasi ke perusahaan startup. Padahal, baru tahun 2021 investor masih banyak memenuhi dana pada startup hingga mendapatkan valuasi tinggi. Saat ini kondisinya sudah berubah, bahkan pada perusahaan teknologi yang sudah berskala besar. PHK dan diberhentikannya perekrutan pegawai seakan mulai menjadi norma. Perusahaan seperti Facebook, Snap, hingga Uber telah mengatakan akan memperlambat pembukaan lowongan pekerjaan. Beberapa perusahaan startup juga telah memangkas karyawan, semacam perusahaan Software Cloud Lacework.

Mekanisme Startup Menjalankan Usahanya

Pada saat ini kata startup memang tengah gencar diperbincangkan di ranah entrepreneur. Kata ini muncul bersama dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan baru “berkonsep” digital. Lantas seperti apa cara kerja startup atau tahapan perusahaan berkembang? Dalam perkembangannya, ada enam tahap perusahaan startup yang dasarnya pada nilai valuasi, yaitu:

Pertama, cockroach. Tingkatan pertama startup adalah cockroach. Perusahaan startup dalam level ini masih dikatakan permulaan atau perintisan. Hal ini tampak dari valuasi yang tergolong masih kecil atau sedikit. Karena masih dalam tingkat perintisan maka perusahaan startup di tahapan cockroach ini akan bekerja keras untuk bisa meningkatkan nilai valuasinya. Dalam aspek investasi, biasanya para malaikat investor yang ikut menyimpan modalnya di tingkat ini akan memperoleh imbalan obligasi konversi atau ekuitas kepemilikan.

Kedua, ponies. Dari level cockroach akan naik levelnya menjadi ponies. Perusahaan startup yang berada di tahap ini memiliki valuasi bernilai tinggi hingga USD10 juta atau sekitar Rp140 miliar rupiah. Dalam level ponies, jika perusahaan mampu mempertahankan atau sampai menaikkan valuasinya akan membuat banyak para investor tergiur untuk menanamkan modalnya.

Ketiga, centaurs. Berikutnya, tahapan atau tingkatan perusahaan startup adalah centaurs. Perusahaan startup yang berada di level ini memiliki nilai valuasi hingga USD100 juta atau sekitar Rp1,40 triliun. Dari nilai valuasi ini biasanya para angel investor akan mulai tertarik untuk menanamkan modalnya. Perusahaan startup pada tahap ini akan memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan nilai valuasinya karena masuknya beberapa investor kelas kakap tadi.

Keempat, unicorn. Pada level unicorn ini perusahaan akan banyak diperbincangkan oleh publik. Pada level unicorn ini memang perusahaan startup sudah memiliki cukup dana untuk memperkenalkan bisnisnya ke publik secara tidak langsung. Perusahaan startup yang ada di Indonesia yang telah mencapai level unicorn di antaranya Go-Jek, Tokopedia, Traveloka dan BukaLapak. Perusahaan-perusahaan startup tadi berada di tingkatan ini karena telah mempunyai nilai valuasi sampai dengan US$ 1 miliar (setara sekitar Rp14,1 triliun).

Kelima, decacorn. Biasanya dalam tahapan ini perusahaan startup sudah mulai dikenal oleh dunia. Perusahaan startup yang telah mencapai level decacorn ini antara lain Grab, Uber, Dropbox, Airbnb dan lainnya. Perusahaan-perusahaan ini tentu santer terdengar publik karena mereka memang sudah mampu memasarkan usahanya hingga kancah mancanegara. Perusahaan startup yang berada di tingkatan ini memiliki nilai valuasi hingga USD10 miliar atau setara dengan 140 triliun rupiah. Biasanya tidak lagi dihampiri banyak investor, karena pada dasarnya sudah mapan. Jika memang ada yang tertarik menanamkan modalnya, maka investor tersebut harus memiliki dana yang sangat besar.

Keenam, hectocorn. Terakhir, perusahaan startup yang berada di level ini memiliki nilai valuasi mencapai USD100 miliar atau sekitar 1.400 triliun rupiah. Dari nilai valuasi tersebut perusahaan startup telah mendunia. Namun untuk mencapai level ini tidaklah mudah. Realitasnya memang hanya ada 1 sampai 3 perusahaan startup yang dapat memperoleh level ini di setiap tahunnya. Contoh perusahaan startup yang telah berada di tahapan hectocorn yaitu Facebook, Google, Microsoft, Apple dan lainnya.

Kebatilan Usaha Permodalan Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya bisa terwujud bila semua pelaku ekonomi fokus pada akumulasi modal (kapital). Dalam mengembangkan perusahaannya, sistem ekonomi kapitalisme menguasai pasar modal.

Di zaman sekarang, jual beli secara online merupakan suatu fakta baru. Dengan begitu, masyarakat lebih praktis dan mudah dalam menemukan produk yang ia cari atau butuhkan. Perusahaan startup yang banyak diminati saat ini adalah e-commerce antara lain Go-Jek, Grab, Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan lain-lain.

Setelah mengamati fakta dan dalilnya, ditemukan beberapa hal yang haram dalam e-commerce. Pertama, akad dalam delivery makanan melalui aplikasi Gojek dengan fitur Gofood. Secara syariat, layanan tersebut hukumnya haram. Alasan keharamannya ialah karena terjadi multiakad (al ‘uquud al murakkabah) yang menurut pendapat yang di dalam Islam dianggap kuat (rajih), maka hukumnya haram. Pada fakta ini, multiakad yang terjadi adalah penggabungan akad talangan (qardh) dan jasa mengantar makanan (ijarah). Gabungan akadnya bisa bertambah, apabila perusahaan ojek memberikan biaya jasa delivery jual-beli, misalkan 15% dari jumlah seluruh belanja, yang disebut dengan perantara (samsarah) dalam fikih Islam. Dengan begitu, penggabungan akadnya menjadi tiga akad, yaitu akad talangan (qardh), akad jasa antar makanan (ijarah), dan akad perantara (samsarah).

Kedua, barang ribawi. Barang-barang ribawi ada enam yaitu emas, perak, gandum, jewawut, kurma, dan garam. Penjualan dan pembelian keenam komoditas barang ribawi ini harus dilakukan secara langsung terjadi serah terima dan kontan. Penjual ketika itu juga harus langsung menyerahkan barangnya kepada pihak pembeli. Tidak boleh menunggu beberapa waktu atau lebih lama lagi.

Ketiga, fitur beli sekarang bayar nanti (paylater) dalam aplikasi e-commerce (Shopee). Pada kasus ini, kredit di bank ataupun di paylater (dalam e-commerce ) terdapat syarat dan ketentuannya, termasuk ada bunga sekian persen untuk pembayaran di bulan selanjutnya. Dengan adanya bunga ini menjadikan metode pembayaran paylater hukumnya haram karena riba.

Tidak hanya itu saja, keharaman paylater berikutnya karena denda apabila telat membayar cicilan. Mungkin ada juga e-commerce lain yang benar-benar menyediakan paylater dengan bunga 0%. Akan tetapi, biasanya e-commerce mempunyai aturan sendiri yaitu jika telat bayar, e-commerce akan mengenakan denda berupa tambahan biaya. Maka denda itu juga termasuk riba.

Berkiblat kepada Sistem Ekonomi Islam

Kerja sama bisnis (syirkah) berdasarkan dalil hadis Nabi saw. hukumnya jaiz (mubah). Pada saat Rasul saw. diutus sebagai nabi, orang-orang telah bermuamalah melalui syirkah dan Nabi saw. membenarkannya berupa pengakuan (taqrir). Nabi saw. bersabda, sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Hurairah r.a., yang artinya: “Allah Swt. telah berfirman bahwa Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang melakukan syirkah selama salah satunya tidak mengingkari yang lainnya. Jika salah satunya ingkar, maka Aku keluar dari keduanya.” (HR Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan Ad-Daruquthni).

Adapun syarat sah akad terdapat dua yaitu obyek akadnya berupa tasharruf (kegiatan pengelolaan harta dengan akad-akad, misalnya akad jual-beli), dan obyek akadnya bisa diwakilkan ( wakalah ), sehingga laba atau keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para mitra usaha syarik. (An-Nabhani, 1990: 146).

Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, terdapat lima macam syirkah dalam Islam, yaitu syirkah inan, syirkah abdan, syirkah mudharabah, syirkah wujuh, dan syirkah mufawadhah (An-Nabhani, 1990: 148). Beliau berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan oleh syariat Islam, sepanjang bersyirkah tersebut memenuhi syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan menurut ulama Hanafiyah dan Zaidiyah.

Pertama, syirkah inan. Syirkah inan adalah syirkah di antara dua pihak atau lebih yang tiap-tiapnya memberi kontribusi kerja dan modal. Syirkah ini hukumnya boleh berlandaskan dalil hadis dan ijmak sahabat (An-Nabhani, 1990: 148). Dalam syirkah ini, terdapat syarat bahwa modalnya harus berupa uang (nuqud); sedangkan barang (‘urudh), seperti rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan sebagai modal syirkah, kecuali apabila barang tersebut dihitung nilainya ( qimah al-‘urudh ) sewaktu akad.

Kedua, syirkah abdan. Syirkah ini terjadi antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan keikutsertaannya dengan kerja, tanpa kontribusi modal. Kontribusi kerja itu bisa berupa kerja pikiran (misalnya pekerjaan arsitek atau penulis) ada pun kerja fisik (misalnya pekerjaan sopir, pembantu rumah, tukang kayu, tukang batu, pemburu, nelayan, dan sebagainya). (An-Nabhani, 1990: 150). Dalam syirkah ini tidak ada syarat kesamaan pekerjaan atau keahlian, namun boleh berbeda pekerjaan, dengan syarat pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-Nabhani, 1990: 150)

Ketiga, syirkah mudharabah. Syirkah mudharabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan adanya ketentuan, satu pihak memberikan kontribusi kerja, sedangkan pihak lain sebagai pemodal. (An-Nabhani, 1990: 152). Hukum syirkah mudharabah adalah boleh (jaiz) berdasarkan hadis (taqrir Nabi saw.) dan ijmak sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkah ini, tugas melakukan tasharruf hanya menjadi hak pengelola (mudharib/’amil). Pemodal tidak berhak berkontribusi dalam tasharruf. Namun, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak pemodal.

Keempat, syirkah wujuh. Syirkah semacam ini pada dasarnya termasuk dalam syirkah mudharabah, sehingga berlaku di dalamnya ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah. (An-Nabhani, 1990: 154). Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah di antara dua pihak atau lebih yang melakukan syirkah dalam barang yang dibeli oleh mereka secara kredit, atas dasar kepercayaan pihak pedagang kepada keduanya, tanpa campur tangan modal dari masing-masing pihak. (An-Nabhani, 1990: 154).

Kelima, syirkah mufawadhah. Syirkah mufawadhah terjadi di antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah, dan wujuh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufawadhah menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam pengertian ini hukumnya adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah pada saat berdiri sendiri, maka sah pula tatkala digabungkan dengan jenis syirkah yang lain. (An-Nabhani, 1990: 156).

Keuntungan yang didapatkan dibagi berdasarkan kesepakatan. Sementara itu, kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah -nya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai modalnya (bila berupa syirkah inan ), atau ditanggung oleh pihak pemodal saja (apabila berupa syirkah mudharabah ), atau ditanggung oleh mitra-mitra usaha sesuai dengan persentase barang dagangan yang dimiliki (bila berupa syirkah wujuh ).

Oleh karena itu, penting dipahami karena sebagian besar unit bisnis atau usaha pada masa kini dalam bentuk perusahaan (atau syirkah), bentuknya bukan lagi usaha perorangan. Nanti, pada saat negara Islam (Khilafah) berdiri dalam waktu dekat ini, insyaallah semua perusahaan dengan permodalan kapitalis yang ada tentu wajib diubah menjadi perusahaan islami, yaitu syirkah islami. Di sinilah letak pentingnya kita memahami hukum-hukum seputar syirkah (kerja sama bisnis atau usaha) dalam pandangan Islam.

Wallahu a’lam bish-Shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Karena Anak Adalah Titipan
Next
CPNS Mengundurkan Diri, Jaminan Kehidupan Layak Tidak Didapatkan dalam Sistem Kapitalis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram