Aturan Islam bukan lagi hanya kebutuhan bagi Muslim, namun merupakan sebuah kewajiban yang akan menghantar pada kemuliaan. Umat seharusnya sadar bahwa Negeri ini dan dunia membutuhkan perubahan untuk tegaknya sistem Islam.
Oleh: Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Subang)
NarasiPost.com - Demokrasi sebagai jalan dakwah yang ditempuh oleh salah satu politikus Muhammad Annis Mata yang selama ini menjadi dasar politiknya. Ia pun menilai bahwasanya walaupun bukan sesuatu yang ideal, demokrasi telah menjadi sesuatu bisa dinikmati oleh semua orang.
Para kapitalis menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberi akses ke semua sudut potensial yang bisa memberikan keuntungan bagi mereka. Para buruh juga menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberikan perlindungan hak-hak dan kebebasan bekerja. Kelompok minoritas dalam berbagai bentuknya, termasuk minoritas nilai (termasuk kelompok menyimpang), juga menikmati demokrasi karena hak mereka juga terlindungi. Karena menurutnya seharusnya dakwah juga bisa menikmati demokrasi, karena di dalamnya dai menemukan kebebasan untuk berinteraksi secara langsung dengan semua objek dakwah. Hal ini tentunya berbeda ketika dakwah berada dalam situasi negara yang mengembangkan otoritarianisme. Politikus PKS ini memandang bahwasanya otoritarianisme dan kediktatoran membuat dakwah tidak bisa bernafas lega. Hal ini dikarenakan di sana tidak ada ruang bagi ekspresi secara lepas (Menikmati demokrasi, strategi meraih kemenangan. Anis Matta, Pustaka saksi, 2002).
Namun, tidak demikian yang terjadi saat ini di Prancis. Atas nama kebebasan demokrasi Presiden Prancis Emmanuel Macron menghina Muhammad Rasulullah Saw lewat karikatur yang dibuat oleh Charlie Hebdo. Memang saat ini dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan undang-undang yang menentang praktik dan nilai-nilai Islam. Kontroversi pertama adalah tentang hijab pada tahun 1989, dua belas tahun sebelum 9/11. Tiga gadis Muslim yang mengenakan jilbab dikeluarkan dari sekolah meskipun belum ada undang-undang seperti itu pada saat itu. Pada tahun 2004, pemerintah Jacques Chirac melarang pemakaian hijab di sekolah. Pada 2010, pemerintah Nicolas Sarkozy mengeluarkan undang-undang yang melarang pemakaian penutup wajah atau niqab di ruang publik mana pun termasuk jalan. Baru-baru ini, pada tahun 2016, banyak kota di Prancis melarang pemakaian burkini di pantai. (hizb.org.uk, 06/11/2020)
Hal ini memberikan titik terang bahwasanya demokrasi tidak bisa dinikmati oleh sembarang orang/kelompok. Hal ini karena demokrasi lahir bukan dari aturan Allah Swt. Demokrasi ini adalah anak kandung dari sistem Sekulerisme, yang intinya adalah pemisahan agama dari kehidupan. Dalih demokrasi ini bisa dinikmati semua orang, hanya isapan jempol belaka. Apalagi dalih tentang demokrasi memberikan ruang bagi masyarakat yang multikultural untuk bisa menjalankan agamanya secara bebas, merupakan kebohongan publik yang mencolok. Hal ini karena demokrasi tidak berlaku untuk Islam, baik pemeluk ataupun aturan yang ingin diterapkan oleh mayoritas penduduk. Fakta keberadaan Prancis yang notabene negara penganut paham demokrasi-sekulerisme dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan berpendapat itu tidak berlaku bagi Islam. Hal ini dikarenakan hakikat dari demokrasi itu adalah menghilangkan intervensi agama terhadap negara.
Lantas masihkah berharap pada sistem demokrasi yang belum sempurna ini? Perubahan besar tidak bisa diwujudkan melalui demokrasi. Sistem inipun menjunjung tinggi hukum yang dibuat oleh manusia. Atas nama suara mayoritas yang menjadi andalan pembentukan sebuah undang-undang, meminimalisir hingga menghilangkan intervensi agama terhadap perundang-undangan yang akan diterapkan Negara. Kasus penghinaan berulang yang terjadi di Prancis semestinya menjadi pelajaraan. Bahwasanya bahaya sistem sekuler demokrasi ini tidak bisa dihindari atau dihentikan kecuali dengan perubahan sistem ke arah Islam.
Umat seharusnya sadar bahwa Negeri ini dan dunia membutuhkan perubahan untuk tegaknya sistem Islam. Sistem ini satu-satunya solusi untuk menyelesaikan kasus penghinaan Kekasih Allah dan diskriminasi Islam yang terjadi di Negara mode fashion dunia itu. Dengan demikian jelaslah bahwa perubahan hakiki akan terwujud jika sistem yang tidak sempurna itu (baca: Sistem Sekulerisme) tidak lagi diterapkan dalam kehidupan. Intervensi (baca : campur tangan) Agama dalam kehidupan, baik dari sisi spiritual, politik pemerintahan, ekonomi dan dalam seluruh aspek kehidupan merupakan konsekuensi dari keimanan kepada Sang Pencipta.
Dakwah dengan jalan demokrasi, tidaklah dicontohkan oleh Sang Nabi akhir zaman. Muhammad Saw menyampaikan Islam tidak dengan mencampuradukkan antara yang haq dan bathil. Sebab, dalam Islam tidak ada istilah hipokrisi (baca: standar ganda), sebagaimana demokrasi yang hanya berlaku untuk kalangan mereka saja.
Dikisahkan Rasullullah Saw pun bersabda, andai Fatimah binti Muhammad, mencuri maka akan dipotong tangannya. Kisah ini menggambarkan bahwa aturan Islam berlaku untuk semua kalangan, baik Muslim ataupun non Muslim, baik dari kalangan kulit putih ataupun kulit hitam, baik dari kaum bangsawan ataupun rakyat jelata. Hingga, seorang pemimpin Negarapun khalifah jika ia melanggar, akan dijatuhkan hukuman.
Walhasil, aturan Islam bukan lagi hanya kebutuhan bagi Muslim, namun merupakan sebuah kewajiban yang akan menghantar pada kemuliaan. Umat seharusnya sadar bahwa Negeri ini dan dunia membutuhkan perubahan untuk tegaknya sistem Islam.
Wallahu a’lam bishshowab
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]