“Himmah ‘aaliyah ini terlahir dari فكر المستنير (pemikiran yang cemerlang) melalui تثقيف مركزة (pembinaan Islam secara intensif) sehingga melahirkan kader-kader berkepribadian Islam yang bergerak menggapai cita-cita dengan tekad yang tinggi.”
Oleh. Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Terbitnya fajar kemenangan Islam tidak boleh menjadi angan-angan belaka. Bukan pula dengan berpasrah tiada daya. Sebab, momen itu telah dijanjikan Allah Swt. dalam QS. An-Nur ayat 55: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa…”
Oleh, karenanya kemenangan itu harus disongsong dengan perjuangan yang dimotori keimanan, pemikiran, dan tsaqafah mustanirah. Pun ditopang himmah 'aaliyah. Sebagaimana penuturan Ali bin Abi Thalib r.a. :
علو الهمة من الايمان
“Tingginya tekad adalah bagian dari keimanan”.
Lantas, sudahkah kaum muslim memahami makna himmah ini? Apakah manusia paling mulia, Baginda Nabi Muhammad saw. juga mengamalkannya?
Himmah
Secara bahasa, himmah berarti النية (niat), اردة (kehendak), العزيمة (tekad)
Sedangkan secara istilah:
الهمة هي البا عثمان على الفعل وهي الارادة والقصد والعزيمة على العمل
“Himmah adalah motivasi perbuatan, kemauan, niat, dan tekad untuk melakukan sesuatu.”
Himmah ini dibagi menjadi dua macam, yakni himmah 'aaliyah (tekad yang tinggi) dan himmah daniyah (tekad yang rendah). Seseorang dikatakan memiliki himmah 'aaliyah jika telah menganggap kecil semua perkara selain cita-citanya. Misalnya, seorang hamilu dakwah yang bercita-cita melangsungkan kembali kehidupan Islam, dia akan fokus pada cita-citanya, tak peduli seberapa besar tantangan, pengorbanan, dan risiko yang harus ditanggungnya.
Sebaliknya, orang dengan himmah daniyah menganggap besar semua perkara selain cita-citanya. Dia mudah berpaling dari target, tergoda dengan iming-iming, bahkan cenderung mencari aman. Orang macam ini mudah digoyang dan goyah seketika.
Himmah erat kaitannya dengan hadaf (target). Hadaf ini tentu saja harus berada dalam bingkai syarak. Dapat dikatakan, himmah ini merupakan wasilah menuju hadaf. Himmah tanpa target, membuat hilang arah dan tak terukur capaiannya. Target tanpa himmah, akan berakhir menjadi angan-angan belaka. Perpaduan keduanya akan menyempurnakan upaya untuk menggapai keberhasilan.
Apakah himmatul 'aaliyah ini bisa ditempatkan di semua urusan? Rasulullah menjawabnya dengan suatu penuturan:
ان الله تعالى يحب معالي الامور واطرافها ويكر هسفسافها
“Sesungguhnya Allah mencintai urusan-urusan mulia dan terhormat serta membenci urusan-urusan rendah/remeh.” (Shahihul jami’)
Ini berarti, hanya urusan-urusan mulia yang disarankan untuk memiliki himmatul 'aaliyah seperti:
- Menuntut ilmu. Urusan ini mulia, urgen, bahkan wajib untuk ditunaikan. Melalaikannya sama dengan menumpuk dosa. Ilmu diraih dengan usaha sungguh-sungguh, tanpa kenal lelah.
- Ibadah. Hasan Al-Basri pernah mengatakan: “Jikalau ada orang yang menandingi kamu dalam agamamu, maka tandingilah dia; jika ada orang yang menandingi kamu dalam dunia, maka kalungkanlah dunia itu ke lehernya."
- Mencari kebenaran. Dunia ini kini diselimuti dusta dan keangkuhan manusia. Menemukan kebenaran di dalamnya, bagai mencari jarum di atas tumpukan jerami.
- Berdakwah. Ini merupakan tugas mulia warisan para nabi dan rasul. Esensi dakwah itu adalah amar makruf nahi mungkar. Membebaskan manusia dari belenggu tirani manusia kepada aturan Allah yang paripurna.
Sungguh, himmatul 'aaliyah ini tidak akan hadir dalam benak kita, tanpa ilmu dan kemauan untuk mendapatkan kemuliaan di akhirat. Marilah kita renungkan penuturan seorang tabi’in Hasan Al-Basri yang mengungkapkan alasan kezuhudannya:
“Aku meyakini bahwa rezekiku tidak akan diambil orang lain, maka tenteramlah hatiku. Aku mengetahui bahwa amal-amal ibadahku tidak mungkin dilakukan oleh orang lain, maka aku menyibukkan untuk melakukannya. Aku meyakini bahwa Allah selalu melihatku, aku malu bila aku bermaksiat. Aku mengetahui bahwa kematian sedang menanti aku, maka aku bersiap untuk menghadap Allah Swt.”
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Fawaaidul Fawaaid pernah berkata:
المطلب الاعلى موقف حصوله على همة عالية ونية صحيحة
“Cita-cita yang tinggi tergantung kepada keinginan yang mulia dan niat yang baik.”
Bahkan, Syekh Zarnuji di dalam kitab Ta’alim Muta’alim pun menuturkan:
فان المرء يطير بهمته كالطير يطير بجناحه
“Manusia itu akan terbang dengan cita-citanya, sebagaimana terbangnya burung dengan kedua sayapnya.”
Himmah ‘Aaliyah demi Gapai Khilafah
Himmah ‘aaliyah ini tepat sekali jika menjadi dinamo dalam perjuangan penegakan Khilafah yang merupakan manifestasi riil dari penerapan Islam kaffah. Bahkan, ini merupakan تاج الفرود (mahkota kewajiban), di mana seluruh kewajiban akan terealisasi jika institusi negara ini tegak. Satu-satunya metode untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam yang kini telah porak-poranda aturan Islamnya dan bercerai berai umat Islamnya.
Namun, himmah ‘aaliyah ini tidak sekonyong-konyong muncul tanpa ada upaya sebelumnya. Himmah ‘aaliyah ini terlahir dari فكر المستنير ) pemikiran yang cemerlang) melalui تثقيف مركزة (pembinaan Islam secara intensif) sehingga melahirkan kader-kader berkepribadian Islam الشخصية الاسلامية
yang bergerak menggapai cita-cita dengan tekad yang tinggi.
Betul himmah ‘aaliyah tidak bisa dilihat secara dzohir, sebab berkaitan dengan akal dan hati. Namun, bisa diejawantahkan dalam keistikamahan terhadap aktivitas dakwah. Tetap teguh walaupun godaan dunia begitu memesona. Tetap berdiri tegak melewati kerikil dan batu besar yang mengadang. Tidak lekas lelah dan menyerah dengan penolakan, tekanan, dan tindak represif orang-orang yang membenci perjuangan ini.
Rasulullah sebagai Teladan
Taqiyyudin Al-Muqrizi dalam kitab sirahnya, Imta’ Al-Asma’, menuturkan: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara orang yang berakal, bahwa Nabi Muhammad saw. adalah orang yang paling tinggi himmah-nya, paling berlimpah hikmah pengetahuannya…”
Oleh karena itu wajar, jika Beliau saw. mampu meraih kesuksesan dalam perjuangan dakwah, walaupun halangan dan rintangan terus mendera. Semua dihadapi dengan penuh kesabaran, optimisme, dan keyakinan akan kebenaran yang diperjuangkannya.
Bahkan, teror dan penganiayaan serta boikot yang ditimpakan kaum Quraisy kepada Nabi saw. dan para sahabat tidak bisa melemahkan himmah ‘aaliyah dan menghentikan perjuangan mereka. Sebaliknya, hal tersebut justru semakin memperkuat keimanan dan komitmen dakwah. Ini sejalan dengan hikmah di balik doa:
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير
“Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung.”
Doa ini pula yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s. ketika ia dilemparkan ke dalam api yang berkobar oleh musuh-musuhnya. Doa ini disunahkan untuk dilantunkan ketika menghadapi kesulitan dan perkara besar. Ini pun bisa diamalkan dalam mengiringi langkah perjuangan kita.
Tak lupa kita rutinkan juga membaca selawat Asyghil:
اللهم صلى على سيدنا محمد واشغل الظالمين بالظالمين واخرجنا من بينهم سالمين وعلى اله وصحبه اجمعين
“Ya Allah, berikanlah selawat kepada pemimpin kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang zalim lainnya. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Dan limpahkanlah selawat kepada seluruh keluarga dan para sahabat Nabi saw.”
Khatimah
Sebagai muslim, selayaknya kita meneladani Nabi Muhammad saw. dalam meniti kehidupan dunia yang fana ini. Tidak berpaling walaupun sekejap. Himmah ‘aaliyah dibarengi niat lurus, ikhtiar optimal dan benar, serta doa yang tiada terputus akan mengantarkan kita pada cita-cita tertinggi yakni melangsungkan kembali kehidupan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah. Allahu Akbar!
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]
Photo : Pinterest