Dari Kolonialisme Inggris hingga Hindutva: Akar Islamofobia ala Ekstremis-Radikalis India

“Sentimen dan sinisme terhadap Islam dan kaum muslim yang disokong oleh para penguasa perpanjangan tangan musuh Islam telah melahirkan diskriminasi yang terstruktur, masif dan sistemis. Ajaran-ajaran Islam dan simbol yang merepresentasikan Islam berusaha untuk dikaburkan bahkan dihancurkan sedemikian rupa.”

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si.
Kontributor Tetap NarasiPost.Com

NarasiPost.Com-Nama India beberapa waktu terakhir cukup sering muncul mewarnai portal berita. Mulai dari masalah pembatasan ekspor komoditas berharga seperti gula dan gandum; kisruh yang terus berlanjut di kawasan Kashmir; hingga yang cukup masif adalah mengenai sikap represif dari kelompok Hindu ekstrem terhadap hak-hak umat Islam di beberapa wilayah di India. Publik sempat dihebohkan dengan aksi pelarangan pelajar muslimah berhijab untuk memasuki gedung sekolahnya di daerah Karnataka, hingga sekelompok muslimah yang dirundung oleh gerombolan ekstremis dengan disirami air.

Tapi yang terbaru adalah mengenai cuitan kelompok nasionalis Hindu yang berniat membongkar Taj Mahal, salah satu bangunan warisan budaya Islam tersohor di tanah India yang juga diakui sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia oleh UNESCO. Taj Mahal sendiri memang memiliki akar sejarah panjang yang mengungkap relasi Hindu dan Islam di India. Namun status Taj Mahal sebagai aset budaya dan peninggalan Islam sudah masyhur dan dikuatkan oleh berbagai penelitian dari arkeolog hingga sejarawan (CNN Indonesia, 20/05/2022).

Satu hal yang cukup menarik untuk dibahas dari sederet diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok Hindu radikal di India terhadap Islam dan kaum muslimin adalah mengenai pengaruh dan dukungan dari pemerintah incumbent yang berasal dari partai Bharat Janatiya yang berhaluan Hindu nasionalis.

Taj Mahal dan Klaim Para Ekstremis

Taj Mahal secara letterlejk berarti istana mahkota. Nama ini tentu memiliki sejarah tersendiri yang memang tidak bisa dilepas dari peradaban Islam yang pernah menguasai India. Adalah Shah Jahan, seorang penguasa dinasti Mugal pada abad ke-17 yang mengabadikan kecintaan pada sang istri, Mumtaz Mahal dalam bangunan megah yang dibuat oleh 20.000 pekerja dari berbagai wilayah saat itu (History, 22/11/2019). Dilansir dari laman resmi Taj Mahal yang dikelola oleh pemerintah India, Taj Mahal pun pada hakikatnya adalah makam yang didesain sedemikian indah dan megah untuk Mumtaz Mahal yang kala itu wafat mendahului Shah Jahan sang suami.

Sedemikian panjang perjalanan Taj Mahal di bawah kekuasaan berbagai rezim di India, barulah sekarang ada yang berusaha menggugat “orisinalitas” nya sebagai sebuah peninggalan peradaban Islam. Kelompok Hindu ekstrem, yakni Masabha mengatakan bahwa Taj Mahal dibangun di atas kuil Siwa yang dianggap keramat oleh penganut Hindu. Sejumlah 22 ruangan di dalam Taj Mahal bahkan dibuatkan petisi oleh pimpinan Partai Bharatiya Janata dengan tuntutan agar dibuka untuk mengungkap klaim keberadaan berhala-berhala Hindu di sana (VOA, 13/05/2022).

Klaim seperti ini bukanlah barang baru di kalangan ekstremis. Sebut saja klaim dari kalangan zionis di Palestina yang mengatakan bahwa Kuil Sulaiman yang merupakan tempat ibadah kaum Yahudi berada di kawasan Yerusalem. Klaim inilah salah satu alasan mereka tak segan untuk mengopresi kaum muslimin yang hendak beribadah di Baitulmaqdis. Hal yang sama ternyata dilakukan oleh ekstremis Hindu yang dilatarbelakangi oleh pemikiran Hindutva untuk menindak secara tidak adil umat Islam di India demi membuktikan klaim mereka yang pada faktanya tidak memiliki landasan sedikit pun.

Pasang Surut Relasi Hindu-Islam

Sikap diskriminatif kalangan ekstrem Hindu ini sebetulnya hanya menambah daftar panjang relasi antara Hindu dengan Islam di India yang memang dapat dikatakan dinamis sejak lama. Hubungan politik dan agama keduanya terkadang diwarnai dengan hubungan kerja sama, tapi tak jarang juga diwarnai konflik. Seperti pemisahan India dengan Pakistan oleh Inggris di masa kolonialismenya dulu, dengan India disebut sebagai “wilayah Hindu” dan Pakistan sebagai “wilayah muslim” saja sudah terlihat satu masalah. Bahkan jika ditarik ke jauh sebelum era modern, pengaruh dinasti-dinasti Islam sama sekali tak bisa dinafikan keberadaannya dalam sejarah India sendiri.

Konsep monoteisme Islam dan politeisme Hindu saja sudah menunjukkan perbedaan yang cukup kontras antara keduanya. Dan bila ditelaah lebih jauh, pola seperti ini sangatlah lumrah melahirkan perseteruan dan konflik di sepanjang sejarah peradaban manusia selama ini. Namun, jika mempersingkat lini masa relasi Hindu-Islam dan mengapa kaum muslimin kerap didiskriminasi kaum Hindu di India di masa kontemporer, maka kondisi ini sangat berkaitan dengan penjajahan Inggris di tanah India dan berbagai kebijakan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah kolonial terhadap muslim, serta penduduk India yang didominasi oleh penganut Hindu sekuler.

Hindutva dan Islamofobia

Berbagai kejadian yang tak mengenakkan yang menimpa saudara seiman di India sana sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari fenomena global yang dikenal dengan islamofobia. Sentimen dan sinisme terhadap Islam dan kaum muslim yang disokong oleh para penguasa perpanjangan tangan musuh Islam telah melahirkan diskriminasi yang terstruktur, masif dan sistemis. Ajaran-ajaran Islam dan simbol yang merepresentasikan Islam berusaha untuk dikaburkan bahkan dihancurkan sedemikian rupa. Semuanya bermuara pada ketidakinginan jika Islam dan umat Islam ini kuat dan bangkit untuk melawan kezaliman yang mereka pertontonkan.

Bahan bakar dari islamofobia ini sangat nyata berakar dari sekularisme dan agenda Barat yang berusaha meminggirkan Islam sebagai rival potensialnya dalam kancah internasional –sebuah alasan logis mengapa islamofobia ditemui di banyak negeri di dunia. India modern pun tegas menunjukkan posisinya dengan memihak kepada Barat, serta pemerintahnya sendiri yang sangat mendukung perluasan dan penguatan Hindutva yang tak segan menindas dan memarginalkan kaum muslimin.

Hindutva memang berbeda dengan Hindu. Hindutva sendiri merupakan sebuah paham yang menyuarakan supremasi Hindu dan ingin mengubah India menjadi sebuah Hindu-nation atau bangsa Hindu. Paham ini sendiri disebut sudah berusia lebih dari 100 tahun dan masih eksis hingga kini dengan disokong langsung oleh pemerintah India di bawah Narendra Modi, perdana menteri dari Partai Bharatiya Janata. Dengan latar belakang pemikiran demikian, tidak mengherankan jika keadilan tidak memihak kepada muslim, karena diskriminasi serta islamofobia ini disponsori oleh negara secara langsung.

Sadarlah, Kaum Muslimin!

Ketertindasan kaum muslimin di berbagai belahan dunia, termasuk India, sejatinya disebabkan oleh bercokolnya ideologi yang memusuhi Islam dan dijaga oleh kekuasaan-kekuasaan yang secara sukarela menjadi kaki tangan Barat. Sekularisme yang termanifestasi dalam pemerintahan dan tidak meniscayakan sebuah negara berdiri berlandaskan agama adalah racun mematikan terhadap keberlangsungan hidup kaum muslimin. Keberhasilan sekularisme juga telah menyebabkan umat Islam kehilangan negara penjaganya yang akan senantiasa melindungi darah dan kemuliaan dari penghinaan kaum kafir, yaitu negara Khilafah Islamiah.

Kondisi ini haruslah disadari oleh umat Islam dan tidak boleh menganggap bahwa islamofobia hanyalah bualan belaka. Perlawanan terhadap Islam dan kaum muslimin itu sangat nyata, yang sayangnya tertutupi oleh kedok berbagai agenda agar tidak terendus oleh indra umat ini. Oleh karena itu, melalui rencana absurd dari kelompok Hindutva yang hendak membongkar Taj Mahal ini, aktivitas penyadaran umat seharusnya semakin giat digencarkan.

Tentu aktivitas mulia ini sangat mungkin menemui batu dan duri di tengah perjalanannya, namun konsistensi dan keikhlasan yang berkolaborasi insyaallah akan mampu menguatkan para dai/daiyah dalam menyampaikan Islam yang harusnya diketahui oleh publik, bukan semata apa yang menyenangkan dan memenuhi ekspektasi publik.

Perpecahan umat yang dieksploitasi oleh kekuatan-kekuatan kufur hari ini akhirnya menunjukkan dua hal penting kepada kita semua, bahwa pemikiran merupakan hal esensial yang harus dijaga agar tidak termakan oleh pengaburan ide dari kaum kafir. Dan yang kedua, bahwa diskriminasi yang disponsori oleh kekuatan negara secara rasional hanya bisa dilawan oleh kekuatan negara juga. Islam ternyata sudah memiliki formula lengkap dan jelas mengenai negara yang akan lantang membela hak-hak kaum muslimin, hanya tinggal kita mau mempelajarinya, memperjuangkannya, dan menerapkannya. Wallahu a’lam bisshawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Muhammad bin Qasim, Pembuka Jalan Pembebasan India
Next
Virus Hendra Berpotensi Menjadi Wabah Baru, Siapkah Indonesia Mengantisipasi?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram